Sebelum baca jangan lupa di like dulu..
Tanpa sadar sepuluh bulan berlalu walau tahun sudah berganti namun virus covid ini enggan untuk pergi, ribuan kasus terus bertambah yang meninggal pun sudah tak terhitung. Namun karena ada sistem ekonomi yang menurut kami berdiam diri dirumah akhirnya pemerintah memperbolehkan kita untuk keluar rumah tapi dengan menggunakan protokol kesehatan yang telah di siapkan.
Hingga waktuku setidaknya tidak di rumah seharian. Sesekali kita bisa keluar hanya untuk membebaskan mata. Tepat sore hari aku lagi duduk di balkon rumah untuk melihat langit senja sambil sesekali melirik HP dan seketika ada notif.
"Assalamu'alaikum Zira, gimana kabarnya?" notif dari orang yang sesekali terlintas di otakku siapa lagi kalo bukan mohammad Ameer Az-Zikra. Seketika aku berdiri dari duduk ku karena kaget, lalu dengan sigap aku langsung buka pesannya, tapi masih merangkai kata.
"Gimana ya balesnya? Bahasanya gimana ya?" tanyaku pada diri sendiri.
"Waalaikumsalam, Ameer. Wahh alhamdulillah kabarku baik, Amer sendiri gimana kabarnya?" lalu dibalas dengan cepat olehnya.
Ia menjawab bahwa ia sangat sehat dengan bercandanya yang khas. Lalu, setelah itu kami mulai mengobrol tentang kegiatan apa yang kami sama-sama lakukan selama covid ini. Mulai dari ikut seminar online sampai pusing karena tugas kuliah yang numpuk, kami mengobrol cukup seru di pesan instagram sampai akhirnya ia meminta nomor whatsapp-ku.
Ia ingin lebih sering menghubungiku karena ingin bertanya tentang salah satu mata pelajaran psikologi yang memang aku cukup paham dengan mata kuliah itu, dengan senang hati aku berikan karena aku suka membantu orang apalagi orangnya, dia ehehehe.
~~~
M
ulai dari situ kami jadi lebih sering berdiskusi kami sama-sama saling bertanya, aku bertanya banyak hal kepadanya tentang fiqih dan akidah akhlak sampai diberi banyak referensi buku khusus untuk perempuan tarbiatunnisa. Ia bertanya tentang psikologi komunikasi dan banyak jurnal pula yang aku berikan padanya.
Sampai suatu seketika. "Zara, Amer boleh minta nomor umi Zira gak?" isi chat-nya yang sontak membuat jantungku loncat dan mengembang. Lalu aku balas
"Buat apa emang?" disertai setiker yang lucu. Ia balas, "untuk silaturahmi aja, Zir." ucapnya.Aku balas dengan langsung mengirim kontak umiku padanya. Selang seminggu kami tak berkabar (yang ternyata selama seminggu itu ia berIstikharah dan menanyakan kepada guru-gurunya untuk meminta restu pada mereka yang aku ketahui setelah kami menikah).
Ia kembali menanyakan kabarku, lalu tiba-tiba menyampaikan mimpinya. Didalam mimpinya kami sedang bersama dan ia sedang memangku para keponakanku. Padahal situasi kami saat itu tidak kontekan sama sekali. Katanya malah kenapa malah aku yang ada di mimpinya, maka itu ia mulai menghubungiku lagi untuk pertama kali yang ia menanyakan kabarku jauh sebelum kami berdiskusi.
Lalu ia meminta maaf karena baru bisa menghubungi aku lagi, hatiku senang tetapi bingung karena aku tak tahu maksud dari yang ia sampaikan maksudnya untuk apa. Apakah secara tak langsung menyukaiku atau apa, membingungkan. Sampai semua terjawab tiga hari dari penyampaian pesan mimpi itu.
Sedikit dulu kali ini yahhh 🙌
Jangan lupa ketinggalan lanjutannya papayyyy👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
172 Days
RomanceNadzira Shafa askar, lahir di Jakarta pada 06 November 2000. Zira adalah nama panggilan akrabnya. sekarang, ia sedang menempuh studi S1 jurusan psikologi di universitas Mercubuana Jakarta. Sedari kecil bertautan dalam seni adalah kegemaran nya. Mula...