Tak terduga, ternyata Allah mempunyai cara lain untuk kamu, belum seminggu bahkan baru 4 hari dari kunjungan terakhir kami ke dokter. Perutku mengalami keram yang luar biasa sakit melebihi sakit haid hari pertama dan keadaan bang Amer sedang ke bintaro mengantar pesanan usaha madunya ke agen di sana.
Aku menelponnya dan memberi tahu bahwa perutku keram dan sakit banget dengan sigap bang Amer langsung segera pulang walau harus menunggu sejam baru sampai ke bogor. Aku tertatih jalan ke kamar mandi dan kulihat sudah ada bercak darah yang lumayan banyak. Aku lemes dan terduduk di lantai kamar mandi yang dingin tak terasa air mataku ikut mengalir deras di pipiku.
Entah apa yang terpikir olehku, aku hanya takut. Lalu, aku pasangkan pembalut agar darahnya tidak rembas keluar. Isi kepalaku kacau balau, jemariku mulai gemetar.
"Ya Allah jangan. Jangan ambil bayiku yaaa. Jangan." Teriakku dalam hati. Aku berdiri dan keluar kamar mandi dengan jalan yang sedikit juntai entah karena rasa sakit yang ada di perutku atau rasa sakit yang menusuk di hatiku.
Aku tidur terlungkup memeluk diriku sendiri di ujung kasur. "Ya Allah jangan ya, kuatkan ia." Berkali-kali aku berdoa agar ini tidak terjadi apa-apa tapi keramnya sangat tak nyaman dan menyakitkan seolah ada belender di dalam perutku.
Tak lama pintu kamar terbuka dan bang Amer datang menghampiriku dan langsung memelukku, tangisku tiba-tiba pecah. "Bang, gimana ini, kayaknya janinnya keluar. Abang, Allah kok gitu yaaa?" Tangisku di pelukan bang Amer.
"Sshuuuut sayang, gak boleh gitu sama Allah, kita periksa dulu yaa, Abang sayang Adek." Ucap bang Amer seolah menguatkanku. Tanpa pikir panjang aku langsung dibawa ke rumah sakit untuk di periksa.
Mimpi buruk itu bener terwujud. Dokter bilang kandunganku tak bisa bertahan lama dan memang sudah sebagian keluar memang terhitung masih sangat muda usia kandungannya.
Penyebab kegugurannya bisa karena stres berlebih dan terlalu lelah. Aku tertunduk lemas saat dokter memberikan aku pil untuk menguras isi kandunganku agar kelurahan seperti darah haid biasanya.
Aku menatap bang Amer dengan wajah yang menahan tangis, hatiku hancur bahkan untuk menatap bang Amer saja aku tidak sanggup, karena memang sangat wajar keguguran di usia kandungan yang muda. Aku memutuskan untuk di rawat jalan dan hanya diberi vitamin penambah darah saja dan bila pendarahannya berlanjut lebih dari 3 hari maka harus kembali lagi karena dikhawatirkan ada sejenis kista di rahimku.
Aku didorong menggunakan kursi roda sama bang Amer, lalu keluar perlahan dari rumah sakit. Aku jelas lebih membaik karena sudah diberi obat pereda nyeri oleh dokter. Selama di mobil aku lebih banyak diam, bang Amer terus menggenggam tanganku. Seolah ia menguatkan aku, air mataku terus keluar dari pupil mataku yang sudah sangat sayu ini.
"Ya Allah apakah benar ini yang terbaik? Jika benar, mengapa begitu menyakitkan?" Ucapku lirih.
~~~~
Sesampainya di rumah, aku langsung meleos ke dalam kamar dan mengunci diri. Entah kenapa hatiku hancur dan aku tidak bisa melihat wajah bang Amer karena aku pasti akan menangis kencang saat ia memelukku, aku butuh waktu sendiri.
"Dek, ini abang sayang, bukain pintunya dong." Ucap bang Amer di luar pintu kamar. Aku masih terpaku duduk di kasur sambil menahan nangis dan mencerna semua yang terjadi. Entah kenapa aku tidak tega, aku melihat wajah senang bang Amer saat tahu aku hamil dan sekarang harapannya musnah.
Untuk melihatnya pun aku merasa sakit banget karena aku takut ia kecewa. Namun, aku tidak bisa membiarkannya di luar terlalu lama di luar. Setelah dua puluh menit bang Amer menunggu di luar, akhirnya aku membuka pintunya. Benar saja tangisku langsung pecah di pelukannya.
"Bang, hati adek sakit banget. Abang, maafin adek yaa." Ucapku di sela air mata yang mengalir deras di pipi.
"Dek, gak apa-apa, jangan minta maaf sama abang, adek gak salah apa-apa. Mungkin Allah masih ngasih waktu kita untuk saling menjaga dan mendewasakan diri agar nanti bisa jadi orang tua yang baik untuk anak-anak kita nanti." Ucap bang Amer menenangkan aku dengan mengelus punggungku lembut. Aku masih terus menangis di pelukannya yang hangat.
"Dek, Allah tahu yang terbaik untuk kita, jangan salahin siapapun di sini karena gak ada yang salah, bismillah, Dek. Allah bakalan ngasih lagi kalo memang kita udah sangat siap, adek boleh sedih tapi tetap jangan salahin siapa pun ya sayangku istriku yang salehah yang baik MasyaAllah abang bersyukur punya adek." Ucap bang Amer yang meredakan isak tangis dengan membasuh air mataku dengan tenaganya yang hangat lalu mencium keningku dengan sangat lama.
"Abang cinta sama adek. Abang sayang sama adek, jangan sedih lagi ya. Abang gak kuat liat adek sedih dan nangis seperti ini, jangan sedih ya sayang. Hati abang sakit liat adek sedih." Ucap bang Amer sambil meneteskan air mata dan memelukku erat.
"InsyaAllah kedepannya kita bahagia, Dek. InsyaAllah." Ucapnya lagi seolah ia menguatkanku serta menguatkan dirinya juga. Terlihat dari pelukannya dan detak jantungnya yang tak karuan ternyata kita punya rasa hancur yang sama. Aku memeluknya dengan erat yang mengartikan bahwa aku pun sangat mencintainya.
Upp lagi nihh guysss
Segini dulu yaawwwwJangan lupa follow akun ini yaaa
Dan jangan lupa di vote yahhh.Siapa hayoo yang nungguin Author upp lagi?
Hehehh yaudah babayyy guysss👋👋
See youuu🤩❤🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
172 Days
RomanceNadzira Shafa askar, lahir di Jakarta pada 06 November 2000. Zira adalah nama panggilan akrabnya. sekarang, ia sedang menempuh studi S1 jurusan psikologi di universitas Mercubuana Jakarta. Sedari kecil bertautan dalam seni adalah kegemaran nya. Mula...