Hihi Author upp lagi nihh
Siapa yang nungguin Author upp?
Selamat membaca 🙌Malamnya kami berkomitmen untuk tidak menceritakan ini ke keluarga karena memang biar ini jadi dapur rumah tangga kami saja. Khawatir malah terlalu diperpanjang dan malah menyakitiku.
Menjadi perempuan yang menikah karena selalu banyak lontaran-lontaran dari sekitar "udah isi belum?" atau "udah hamil belum?" sungguh sangat membuatku depresi terlebih karena ada beberapa masalah keluarga dari pihak suamiku yang merambat kepada kehidupanku dan keluargaku.
Aku sangat takut untuk membuka sosial media. Aku takut dan banyak yang memandang dan melontarkan kata-kata kasar. Menyumpahkan hal-hal yang tidak baik padahal aku hanya orang baru yang tak tahu apa-apa. Keluargaku yang ada di kampung pun ikut kena imbasnya dengan musibah ini. Memang stres yang kudapat dari internet antara aku dan bang Amer tetapi dari luar dari permasalahan kakak ipar aku yang berimbas kepada kehidupanku.
Jujur kalau tidak ada suamiku, mungkin aku tidak akan kuat menghadapinya, karena ia sangat kuat bahkan ia jadi pelindung dari semua permasalahan ini. Aku yakin pundaknya benar-benar terbuat dari baja. Aku melihatnya menangis di pangkuanku dan aku pun menangis di pelukannya.
Kami sama-sama berusaha netral walau sangat berat. Sampai akhirnya aku mengalami hal menyakitkan ini, tapi aku tidak menyalahkan siapa pun karena memang musibah dan mungkin ini cara Allah untuk lebih mengkokohkan pundakku dan pundak suamiku.
Di suatu sore setelah salat ashar berjamaah, kami saling memeluk dan saling mendoakan. "Dek, tau gak, kenapa abang gak pernah takut sama semua permasalahan di dunia?" Ucap bang Amer sambil membenahi anak-anak rambutku yang keluar dari mukenaku.
"Gak tau bang, kenapa emang?" Jawabku sambil menatap wajahnya yang tampan.
"Karena abang percaya rahmat Allah itu luas banget, Dek, tak terbatas, yang terbatas itu mindset kita aja, makanya Allah ngasih banyak cobaan ke kita, karena Allah tau kita percaya sama rahmat Allah, jadi apa pun yang terjadi kalau kita kehilangan sesuatu jangan sedih, siapa tau kita lagi sama-sama dapet Rahmat Allah." Ungkap bang Amer dengan terus tersenyum.
Aku mengamati betapa cintanya ia sama Allah saat masa terberat ini pun ia masih terus berpikir baik, walau aku tahu hatiku pun terluka dengan kepergian calon buah hati kami.
"Bang, tau gak salah satu hal yang paling adek cintai dari abang?" Ucapku di sela melamunku dan mengelus wajahnya yang lembut.
"Kenapa, Dek?" Tanyanya dengan memajukan wajahnya sampai jidad kami bersatu.
"Karena abang selalu seperti ini, selalu melihat sisi baik dari semua, sampe adek gak bakalan khawatir tentang apa pun. Abang dunia adek, Bang." Ucapku sambil mencium hidungnya.
"Adek tau kenapa abang jatuh hati banget sama adek?" Ucap bang Amer lagi, lalu aku mengangkat alis ku dengan maksud bahwa aku tak tahu.
"Karena adek kuat, abang yakin cuma adek yang mampu berasal di sisi abang sampe akhir." Lanjutnya lagi sambil memelukku.
Seolah luka dan kehilangan yang menyakitkan pun bisa berubah menjadi sebuah bumbu pelajaran jika aku bersamanya. Air mataku yang banyak layaknya tsunami, bisa berubah menjadi sungai yang damai. Walau hatiku masih sakit namun ia memberi obat agar bisa mudah dengan sembuh.
"Terima kasih suamiku, kau benar-benar penguatku."
~~~~
Selang sebulan dari kejadian menyakitkan ini memang pernikahan kami sudah masuk ke tiga bulan dan beberapa Teman-teman kami yang menikah berdekatan dengan pernikahan kami sudah beberapa yang hamil bahkan mungkin semua. Sampai pertanyaan demi pertanyaan "kapan hami? Kapan punya anak?" sudah terus terucap di mana pun aku berada walau sesekali bang Amer menguatkanku untuk tidak ambil hati pertanyaan-pertanyaan begitu dan memberi jawaban kalau memang kita ingin berpacaran halal dulu. Walau aku tahu hati kami sama-sama sakit untuk menjawabnya.
Tanpa kami sadar bahwa ternyata selama itu kami bisa saling menguatkan satu sama lain, walau hanya saling menatap. Beberapa kali di setiap malam aku menangis karena hal seperti itu mulai membuatku stress kembali, karena setelah keguguran kami belum lagi dikasih anugerah anak sama Allah.
Berkali-kali bang Amer menguatkanku walau beberapa kali kami menangis bersama hanya untuk saling meringankan beban masing-masing. Kami sama-sama berjuang walau akhirnya setelah tragedi itu dan aku mengalami stress.
Aku mulai sakit-sakitan karena sering lupa makan dan lambungku yang memang sudah punya riwayat kronis akhirnya berulang lagi. Namun, bang Amer dengan sabar memberi penguat menjagaku dengan cinta dan tulus "Adek cepet sembuh yaaa, abang sayang adek pokoknya abang gak bakalan kemana-mana setia sama adek." Ucapnya saat menyuapi aku yang terbaring lemas di rumah sakit karena ada masalah di lambungku.
"Nanti setelah sembuh, abang mau ajak adek ke taman surga, adek mau ikut kan?" Ucap bang Amer dengan semangat "Taman surga?? Di mana, Bang? Emang ada ya?" Ucapku bingung. "Adaa dong. Setelah adek sembuh kita bisa rutin ke sana yaa." Ucapnya lagi. Sambil terus menyuapi aku.
"Nih sekarang abisin dulu, menjadi pesawat." Aku tertawa sambil melihat semangatnya, rasa sayangnya sampai dan masuk ke dalam hatiku, ketulusannya yang ia berikan untukmu sangat hanat dan nyaman.
Huhu akhirnya, cape juga ya nulis gini tapi gak papa.
Kasih semangat Author nya dungg biar lebih semangat update cerita nya lagiJangan lupa di follow akun di bawah ini yaa 👇
FJngan lupa di vote cerita nya yaawwww
Papayyy guysss😋💅Lopyu♡🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
172 Days
RomanceNadzira Shafa askar, lahir di Jakarta pada 06 November 2000. Zira adalah nama panggilan akrabnya. sekarang, ia sedang menempuh studi S1 jurusan psikologi di universitas Mercubuana Jakarta. Sedari kecil bertautan dalam seni adalah kegemaran nya. Mula...