13

220 5 0
                                    

"Zira sini, ada yang mau kita obrolin." panggil kak bela kakak perempuanku yang dalam keluargaku menjadi peran yang cukup penting. Ada umika serta A Sihab. Suami kak bela yang tidak kalah penting perannya dalam keluargaku.

Ada umiku duduk di saming kak bela. Aku santai menghampirinya karena tak tahu juga apa yang mu disampaikan biasanya tentang perkuliahan, tapi karena ini raut wajah mereka beda.

"Umi boleh ngomong duluan ke Zira deh." Ucap kak bela sedikit dingin. Lalu aku memegang tangan umiku "kenapa, mii?" Ucapku antusias memandang wajah umiku yang selalu cantik walau umurnya sudah hampir kepala enam.

"Gini dek. Kemarin, umi ditelpon sama ustaz Ameer anaknya ust. Arifin ilham itu, dek. Kalau dia mau menyampaikan niat baiknya ke Zira." Ucap umiku.

"Niat baik maksudnya apa, mi?" Tanyaku karena masih belum paham.

"Maksudnya, ingin nikahi kamu Zira." Ucap umiku sedikit senyum.

"Mi, kayaknya bela belum bisa deh lepas Zira. Dia masih kuliah, walau ia dari keluarga terpandang pun jangan asal kasih aja anak perempuan umi." Timpal kak Bela yang masih belum ingin aku menikah dulu, karena memang janjinya sama almarhum abiku bahwa kak Bela akan mengurus kami sampai jadi sukses dunia akhirat.

"Iya, mi. Zira masih muda banget dan ustaz Ameer pun masih sangat muda. Sihab cuma gak mau masa depan Zira hancur nantinya." Timpal a Sihab, kakak iparku. Dan diakhiri perdebatan yang tak berujung antara mereka bertiga sampai dengan perang Dingin karena umiku ingin aku menikah agar aman dan terjaga dari fitnah. Sedangkan kak Bela dan a Sihab ingin  aku selesai kuliah dulu dan menikmati masa mudaku.

Dua-duanya baik menurutku karena memang semuanya menjurus kepada kebaikanku. Aku belum bisa ngasih jawaban mana yang akan aku pilih karena jujur aku pun masih kurang yakin dengan diriku sendiri, dengan kebimbangan ini aku memutuskan untuk salat istikharah dengan niat memilih yang terbaik dari dua pilihan itu, antara menikah sekarang atau nikah setelah lulus.

Di sujud terakhir aku berdoa "Ya Allah, bila memang ia jodohku maka tolong dekatkan kami dan satukan kami dengan jalan yang benar-benar baik, namun jika buka  tolong jauhkan aku dengannya dengan jalan yang baik pula, aku hanya bisa memohon dan meminta bantuanmu jadi terus tolong aku." Tak terasa air mata basah menjatuhi pipiku.

"Mengapa berdoa bisa sesedih ini, padahal doaku baik?" Lirihku dalam hati setelah kalimat salam dan doa yang menjadi penutup salat istikharahku. Kulalui malam yang sedikit gelisah sehingga aku perlahan terlelap.

"Dek, jangan cepat-cepat jalannya, santai aja disamping abang sini." ucap laki-laki yang suaranya sangat akrab di telingaku, lalu perlahan aku mengusap dahinya yang berkeringat. Kami tersenyum bersama.

Allahu akbar, Allahu akbar.

Aku terbangun dengan suara azan yang tersetel di HP-ku. Jam sudah menunjukkan pukul 4 subuh. "Ahh mimpi." Ucapku dengan kecewa karena kupikir akan lebih lama mimpinya.

Dengan jalan lunglai aku bergegas untuk pergi ke kamar mandi untuk wudhu dan salat subuh. Suara saut-sautan azan maish terdengar di luar sana. Aku duduk di kasur dulu menunggu waktu komat di masjid terdekat terdengar.

Sambil menunggu aku menerka-nerka siapa yang ada di mimpi suaranya terasa akrab banget dan hubungan batinnya kuat sampai aku rindu ingin bermimpi lagi dan semoga saja melanjutkan mimpi itu kalau kesannya gak mungkin. Lalu, aku palingkan untuk salat agar khusuk. Setelah salat, ngaji sesudah tentunya juz 29 kegemaranku.

Langit sudah terlihat gurat-gurat biru yang menandakan sudah mulai terang. Kuliah online  dimulai jam 8 pagi. Akhirnya, aku kebawah untuk membantu bikin sarapan orang rumah. Ternyata, sudah ada umiku di dapur bersama bibi yang suka membantu di sini.

"Mi, masak apa?" Tanyaku sambil menghirup aromanya.

"Umi masak nasi goreng, geulis." Ucap umiku walau masih fokus kepada masakannya.

Segini aja dulu yaaa..
Good night all💫
Selamat tidur jangan lupa baca doa
Babayyy💅

172 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang