Bagian Lima

40 9 5
                                    

Vote dan komen, ayookkk 🤯🤯

💍💍💍

Kala menutup pelan pintu rumahnya yang sudah gelap.

Hampir pukul sebelas malam. Ibunya sudah dengan rajin mengiriminya pesan teks untuk segera pulang dan meminta bukti bahwa Feodora masih bersamanya sejak jam sembilan lalu.

Kala yakin, dia akan mendapat rentetan omelan besok pagi karena pulang selarut ini. Tak apa, ini hanya dilakukannya sesekali.

"Baru pulang kamu?"

Gadis itu berjingkat sesaat mendengar suara berat menyapanya dari pintu dapur. Kala menoleh sambil memegang dadanya yang berdegup kuat karena terkejut.

"Nggih. Habis keluar sama Dora. Mas nembe bali?" Dilihatnya roti berselai coklat sudah tergigit di atas piring kakak laki-lakinya itu pegang.

Ada anggukan kecil yang Kala tangkap. "Agak laper. Jadi mau ngabisin ini terus tidur."

"Oh, iya, deh. Aku ke kamar dulu, ya."

Segera Kala berbalik berniat untuk segera ke kamarnya sebelum suara sang kakak kembali membuatnya berhenti di kaki.

Dilihatnya Inggil yang masih mencari celah untuk memulai kalimatnya.

"Hubunganmu sama Dipta masih baik-baik aja, ta?"

Pertanyaan itu sungguh di luar dugaan dan terdengar tak mungkin karena diucapkan oleh Inggil. Kakak yang biasanya tidak peduli dengan apa pun yang terjadi di hidup adik perempuannya.

"Masih." Hanya kata itu yang sekarang bisa Kala pikirkan sebagai jawaban.

Sang kakak mengangguk dan dengan isyarat dagu menyuruhnya untuk pergi dari dapur itu. Meski masih merasa janggal, Kala tak ingi mengambil pusing dan segera pergi dari hadapan sang kakak.

^^^

Kala merebahkan tubuhnya di atas kasur yang selalu terasa nyaman itu. Langit-langit kamar seolah membawa gadis itu di percakapan yang habis dia bahas bersama Feodora beberapa jam lalu.

Jika boleh jujur, ada sedikit rasa kehilangan mendengar kabar pernikahan yang Feodora bawa.

Tapi di luar kesedihan karena pikiran bahwa sang sahabat takkan bisa sebebas ini keluar dengannya setelah menikah, yang Kala syukuri Feodora akhirnya bisa menemukan pelabuhan hidupnya untuk berlayar ke muara yang sangat sempurna.

Semoga saja, setelah ini, Kala pun bisa melihat layar yang terbentang di kapalnya bersama Dipta.

Ah, Kala jadi rindu sang kekasih.

"Aku di lamar, Kal."

"Yo opo? Ada yang melamar kerjaan di kamu?" Kala mencoba meyakinkan pendengarannya.

Terdengar decakan kesal dari Feodora. "Ngapain orang melamar kerja di aku? Kek ada aja aku ini bisnis."

"Kamu tadi bilang soal lamar-lamar." Kala tak kalah ngotot.

"Ada laki-laki datang ke rumahku, Kala. Dia melamar aku buat jadi istrinya." Satu-satu Feodora menjelaskan kata di kalimatnya.

Kala sudah menutup mulutnya di detik Feodora melancarkan pengumuman tidak terduga itu. Gadis dengan bulu mata tebal itu bahkan membiarkan mata bulatnya melebar sempurna.

"Keon mbijuk i ta?" Kala mendorong lengan Feodora yang memutar matanya malas.

"Gak ada kali kerjaanku bohong-bohong soal lamaran."

"Lha yo makane, Dora." Kala menggoyang tubuh sang sahabat gemas. "Temenan a?"

"Temenan-temenan. Kalo gak temenan gak akan aku kasih tau hal terbesar dalam hidupku ini sama mu! Karena kita temenan makanya kau jadi yang pertama tau, Kala."

Lembayung Kesukaan SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang