Bagian Sembilan

23 7 1
                                    

Kita usahakan selesai, yaaaa... Vote dan komennya jangan lupa 🥳🥳

💍💍💍

Kala masih disibukkan dengan urusan pengambilan ijazah dalam beberapa hari ke depan. Tapi setiap pagi Kala masih harus menyelesaikan banyak hal di rumahnya.

Mereka baru saja menghabiskan sarapan bersama. Sang ayah dan Inggil sudah pergi bekerja. Ibunya sejak beberapa waktu lalu keluar, berpamitan hendak belanja namun sampai sekarang belum kunjung datang.

Kala masih sibuk dengan cucian dan beberes rumah. Dia bahkan belum sempat menyentuh air untuk mandi pagi.

Dua puluh menit lagi jam sudah menuju delapan tepat. Setidaknya Kala harus selesai dalam dua puluh menit ke depan untuk rumahnya dan hanya bisa terlambat setengah jam dari jadwal seharusnya.

Oh, ya ampun! Lihatlah gadis yang dengan santainya menyelonjorkan kaki di sofa depan televisi itu.

"HP mu njaluk di keloni a, Ri? Gak isok mbok tinggal iku?" Kala berteriak karena rasa kesal dan lelah yang berpadu.

"Lapo seh, Mbak? Aku lagi sinau iki. Universitas Monash ku menunggu," jawab sang adik sambil memasukkan satu camilan ke mulutnya.

"Keon iku neng omah seharian. Tolongi aku ndiluk mosok gak isok?"

Kala sudah menyelesaikan piring kotor yang bertumpuk. Gadis itu kini beralih pada baju di mesin cuci yang sudah mati.

"Gak isok!"

Langkah lebar Kala membuat suara berdentum di lantai rumah mereka.

"Kamu belajar tapi rebahan begitu! Belajar apa sambil rebahan?" Kala meletakkan kedua tangannya di pinggang.

Dengan wajah kesal, Ratri duduk sambil melihat sang kakak yang juga menatapnya penuh rasa sebal.

"Aku pake platform mengajar. Emang judul platformnya Belajar Melalui Rebahan kok. Mereka ngasih metode belajar sesuai sama cara belajar siswa."

Ratri memperlihatkan platform mengajar yang sedang menampilkan seorang guru menjelaskan materi yang sang adik inginkan.

"Mereka tuh memberi materi dengan cara bermacam-macam. Jadi siswa bisa milih cara belajar mana yang mereka mau. Mereka menyediakan MP3 untuk siswa yang cara belajarnya audio, ada video tutorial untuk siswa yang visual dan ada video sekaligus pengajar untuk siswa yang audio visual. Ada juga materi ajar biasa buat siswa yang gak pilih-pilih dalam cara belajar."

Ide yang bagus dan cara yang berbeda dari lainnya jika memang platform itu menyediakan seperti apa yang sudah panjang lebar adiknya jelaskan.

Tapi Belajar Memalui Rebahan, sungguh sebuah tajuk yang sangat menyebalkan bagi guru yang ingin siswanya duduk di kursi saat belajar.

Platform mengajar benar-benar memberi inovasi yang bertolak belakang dengan yang ada di sekolah. Jiwa patriarki Kala sebagai guru kelas merasa tersentil.

"Siapa sih yang buat platform belajar tapi buat jadi males-malesan gitu? Belajar kok sambil leyeh-leyeh."

"Platform ini udah membuat banyak siswa berhasil di sekolah mereka lho, mbak. Kebanyakan siswa yang sejak awal dibantu sama plotform ini pasti lulusnya dapat beasiswa."

"Jadi beasiswa Monash mu itu juga berkat platform itu?" Anggukan dari Ratri membuat Kala semakin kesal. "Mahal pasti!" tebak Kala.

Ratri memperlihatkan sederet gigi rapinya. "Lumayan." Sang adik menyatukan telunjuk dan ibu jarinya. "Tapi bener-bener membantu kok. Mereka juga punya diskon biaya untuk anak yang kurang mampu tapi mau belajar."

Lembayung Kesukaan SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang