Bagian Dua Puluh Lima

28 7 0
                                    

Minggu depan banget deadline nyaaaaa 🤯🤯

💍💍💍

Kala kembali menutup matanya rapat setelah beberapa kali mencoba terjaga dari tidur melelahkan ini. Namun hantaman di kepalanya memaksa Kala mengambil jeda untuk tidak terburu-buru membuka mata.

Ruang bernuansa monokrom itu menjadi pemandangan yang dia lihat setelah kesadaran sudah benar-benar gadis itu dapatkan.

Ringisan terukir di wajah sembabnya setelah lagi-lagi denyutan di kepala menyerang, menciptakan pening yang seringnya membuat Kala tidak bisa berkutik.

Pelan, gadis itu mengangkat tubuhnya untuk duduk. Ditoleh kaca besar yang ada tepat berada di sisi ranjang. Suasana di tempatnya tinggal bisa terlihat dengan jelas dari sini.

Tangan Kala mengudara, mencoba untuk menyentuh titik hujan yang sekarang berkerumun rapat di kaca besar yang seperti jendela itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan Kala mengudara, mencoba untuk menyentuh titik hujan yang sekarang berkerumun rapat di kaca besar yang seperti jendela itu.

Sejak kapan apartemen sebagus ini berada di dekat tempatnya tinggal? Kala terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, sampai-sampai dia lupa bahwa sekitarnya juga tengah membenahi diri untuk terus tumbuh. Jadi, dialah yang tidak berkembang selama ini?

Kala menarik napasnya yang ternyata terasa masih berat. Menangis semalaman ternyata masih belum cukup untuk meredam rasa sesak yang betah mengungkung.

Tidak peduli akan bagaimana tanggapan pria pemilik apartemen itu, Kala menumpahkan sisa airmatanya sesaat setelah masuk ke kamar utama apartemen yang ternyata sangat nyaman ini.

Tangisnya pecah, suaranya kembali tergugu tak lagi ingin dibelenggu. Kuat isakannya pasti terdengar. Namun di sini dia merasa terpeluk hangat. Meski sendiri di dalam kamar, sunyi rasanya terlalu baik karena sudah memberinya waktu untuk menyembuhkan diri.

Seperti mengerti bahwa Kala tidak siap jika harus bercakap terlalu panjang saat ini, Sangga sama sekali tidak mengganggunya dengan segala umpatan yang dia lontarkan di sela tangisan.

Kala seperti pemilik apartemen itu. sampai tak ada rasa khawatir yang dirasa meski hanya berdua bersama Sangga.

Lelah menyerang saat airmatanya sudah tak lagi bisa tumpah. Kala menyerah pada kantuk dan membiarkan maniknya tertutup menjemput lelap.

Mengejutkan karena Kala benar-benar bisa tertidur dengan begitu nyaman.

Hujan masih menguyur pelan. Hawa sejuk membuat Kala memeluk lututnya yang masih tergulung selimut. Masih menikmati satu dua titik hujan yang berubah menjadi aliran air kecil di kaca.

Sudah pukul delapan pagi. Namun Kala tak merasakan ada kehidupan di luar kamar ini. Di mana Sangga? Entah sejak kapan hujan mulai turun, tapi seharusnya pria itu tidak pergi ke mana-mana.

Senyuman kecil tersungging manis saat Kala melihat berbagai macam benda perlengkapan tertata rapi di meja sudut kamar ini. Sepertinya, Sangga mempersiapkan semua itu untuk berjaga kalau-kalau sesuatu terjadi padanya.

Lembayung Kesukaan SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang