Update lagi. Yok semangat terus!! Menyala , otakku 🤯🤯 Jangan lupa vote dan komen 😉😉
💍💍💍
Kala merasa lebih segar setelah mandi dan menunaikan kewajibannya. Dengan helaan napas panjang, dihempaskan tubuhnya di atas kasur yang hanya bisa menampung satu penumpang.
Ruangan kecil yang Kala manfaatkan sebaik mungkin untuk dijadikan sebuah kamar. Dengan berbagai barang yang harusnya ada, Kala memilih beberapa yang paling penting untuk memenuhi ruang sempit itu.
Lemari baju dan meja kerja saja sudah membuat kamarnya terlihat penuh. Tanpa ranjang, Kala sengaja membiarkan kasurnya terbentang di lantai. Tak apa, terasa lebih nyaman untuknya.
Beberapa bulan lalu, Kala memutuskan untuk pindah ke kamar yang selama ini dijadikan sebagai mushola kecil di rumah, setelah seringnya dia bertengkar dengan sang adik.
Malas mendengar ocehan Ratri Putri Utami yang terus merengek ke Bapak dan Ibu mereka untuk menambah ruangan lain sebagai kamar tidurnya, Kala mengalah dan segera merapikan mushola itu.
"Mbak Kala tuh kalo tidur gak anteng. Aku sering kena pukul tangannya," rengek sang adik di suatu pagi.
"Kamu ngomongin dirimu sendiri ta, Ri? Wong sendirinya yang kalo tidur kayak orang akrobat kok malah ngomongin orang sebaliknya." Kala membalas sambil menyuap nasi gorengnya dengan santai.
"Tuh, kan. Mbak Kala ndak mau ngalah sama aku, Bu," rengekkan lainnya terdengar.
Kali ini sang Ibu mulai terpengaruh dan memukul pelan lengan Kala yang masih tak beralih dengan nasi gorengnya. Bumbu nasi gorengnya terasa banyak yang kurang. Hambar! Sepertinya, Kala harus meningkatkan kemampuan memasaknya lagi.
"Kamu itu mbok ngalah sedikit sama adeknya seh, Kal. Kasian Riri kalo kamu tidurnya gak anteng gitu," rutuk ibunya yang kini mengelus pelan kepala sang adik.
"Iya, Buk. Kurang ngalah piye maneh seh?"
Gadis yang sepuluh tahun lebih muda itu nampak menikmati bagaimana sang kakak mendapat omelan.
Kala tak mau ambil pusing. Sudah menjadi bagiannya sebagai kakak akan mendapat semprotan kalimat amarah setiap kali bermasalah dengan sang adik. Kali ini, Kala pun memaklumi itu.
Meski ada rasa tidak terima, tapi gadis dengan kulit bersih itu tak ingin memperpanjang hal yang tidak penting.
"Aku mau jalan sekarang," Kala berdiri membawa piring kotornya ke wastafel. "Motor pake di kamu," menarik tas sandangnya dari kursi makan. "Aku sama Feodora aja."
"Yey!" teriakkan kencang itu tentu saja berasal dari Ratri yang kini mengekor di belakangnya. "Mbak Kala terbaik."
Bukankah beberapa menit lalu gadis itu baru saja merengek dan menfitnahnya tentang tidur yang tidak bisa tenang? Seperti tak terjadi apa-apa, gadis tujuh belas tahun itu dengan semangat menggandeng tangannya sebagai dalih meminta tambahan uang saku.
Sungguh, Kala tak membenci adiknya.
Namun kadang ada rasa lelah dan kesal saat mengikuti sifat manja yang sampai detik ini tidak berkurang.
Bagaimana pun Ratri adalah adiknya. Hanya saja, Kala tak setuju dengan perlakuan kedua orang tuanya yang menuruti segala pinta sang adik.
Ratri jadi tak pernah tau pahitnya hidup tak berkecukupan yang pernah dia dan kakaknya alami dulu. Gadis yang sekarang sudah hampir menyelesaikan putih abu-abunya itu, tak pernah mau tau bagaimana Bapak dan Ibu mereka berjuang menuruti inginnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung Kesukaan Sangga
RomanceSi tengah yang selalu di andalkan. Si tengah yang berbeda. Si tengah yang penuh dengan harapan meski bukan miliknya sendiri. Si tengah yang tidak terlalu beruntung dalam beberapa hal. Si tengah yang.... Ah, sudahlah! Lembayung Sandhyakala bahkan tid...