Bagian Dua

60 16 3
                                    

Aaaaa, kayak dikejar waktu tapi aku sukaaa. Jadi otak tumpul yang sudah minim kosakata ini dipaksa untuk riset dan banyak baca. Selamat membaca, vote dan komen sangat disarankan. 😃😃

💍💍💍

Hujan berhenti setelah satu jam deras turun ke bumi. Menyisakan aroma patrichor yang berbaur dengan semilir angin lembab menyegarkan penciuman. Ada samar lengkungan pelangi yang menandakan, hujan kali ini cukup dinantikan.

Kepadatan kota Sidoarjo mulai terkikis oleh hari yang hampir menyentuh senja. Iringan mobil kini cukup memberi banyak ruang di tengah-tengahnya. Sepeda motor pun tak begitu laju menderu di sela jalanan yang kosong.

Kala suka dengan suasana ini. Sangat menenangkan, tak bisa dilewatkan. Mungkin karena jarangnya waktu-waktu seperti sekon ini bisa terulang atau karena memang sekarang hal kecil seperti itulah yang dia butuhkan.

Tak terlalu ramai dan cukup memberinya ruang untuk menikmati napas yang kadang berat untuk dihirup.

Ah, jangan lupakan hamparan langit yang mulai menjingga.

Ada rasa haru yang tiba-tiba saja mampu membuat genangan tipis di mata mengaburkan pengelihatannya.

Saat senja, Kala merasa dirinya di sana. Kembali di tempat dia merasa bahwa dilahirkan ke dunia ini bukanlah hal yang buruk. Membuat Kala berpikir, bahwa dirinya adalah salah satu penggambaran hal paling menakjubkan yang terus terjadi di bumi ini.

Dirinya tak sia-sia. Dirinya adalah Lembayung Sandhyakala yang akan terus menjadi satu hal untuk banyak orang kagumi. Dalam senja, Kala terus meyakini itu.

Untuk tak banyak hal yang terjadi didirinya, Kala sangat bersyukur nama Lembayung Sandhyakala-lah yang tersemat di sepanjang hidupnya. Nama yang tak biasa. Nama yang membuat orang-orang bisa mengingatnya dengan mudah.

Ada rasa menyenangkan saat seseorang memanggilnya dengan nama itu. Lembayung yang menyegarkan. Lembayung yang menyenangkan.

"La, mau mampir makan dulu?"

Astaga! Kala melupakan pria bersuara lembut itu karena lamunan mengambil begitu banyak porsi dipikirannya

Ah, pria ini! Jika tadi dia bilang sangat menyukai senja, maka pria ini adalah pengecualiannya. Senja masih berada pada urutan kedua jika itu sudah menyangkut dengan sang kekasih yang masih setia menunggu jawabannya.

"Boleh!" Kala meletakkan kepalanya di bahu sang kekasih yang menoleh sekilas dengan senyuman tipis.

"Katene maem nopo, La?"

"Rawon nggih, mas. Kayaknya pas habis hujan gini makan rawon."

Senyuman pria itu kini terlihat lebih lebar. "Usulan yang tidak bisa ditolak."

Suara tawa mereka teredam oleh laju motor yang kini menderu sedikit cepat agar bisa segera sampai di warung rawon yang sering mereka kunjungi berdua.

Dipta Bagaskara. Pria yang siapa saja setuju jika sosoknya cocok digambarkan sebagai laki-laki yang cukup sempurna.

Tubuhnya yang proposional, wajah tegas yang menyimpan kelembutan, hidung bangir dengan bulu mata panjang berjejer rapat memagari sorot hitam pekat di matanya. Kulit gelap pria itu bahkan membuatnya semakin terlihat macho.

Sungguh, pahatan terbaik Tuhan berikan pada seorang Dipta.

Sejak di sekolah, Dipta menjadi salah satu siswa berprestasi yang mengikuti banyak olimpiade di dalam maupun luar kota.

Bahkan, pria dengan lesung pipi itu pernah menjadi pemenang di kompetisi olimpiade SAINS dalam pengolahan sampah menjadi sesuatu benda bermanfaat yang diadakan oleh salah satu Universitas ternama di Malaysia mewakili kota Sidoarjo.

Lembayung Kesukaan SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang