Bagian Sembilan Belas

27 7 1
                                    

Yey, bab depan udah dua puluh 🥲🥲

💍💍💍

"Kamu tau kalo Sangga jadi salah satu tamu di acara sekolah kita kan, Dor?" tanya Kala langsung setelah acara yang berlangsung selama empat jam itu selesai.

"Emang kau gak tau?" Dora balik bertanya.

Kala mendengkus sambil merebahkan diri ke sofa yang tersedia di kantor sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Gak bilangnya memang aku. Kupikir kau udah tau, pun. Kenapa gak kau liat daftar tamu yang kukasihkan samamu waktu itu?"

Ah, benar! Dora sempat memberikannya secarik kertas yang tidak sempat dia baca dan hanya disimpan di laci mejanya. Ini memang salahnya sendiri.

Acara berlangsung sangat lancar. Anak-anak terlihat antusias dengan adanya gebrakan baru dari sekolah ini.

Berkat Kala, tamu dari luar negeri juga bisa berkomunikasi dengan baik. Selain menyuruhnya jadi pembaca acara, sekolah menghemat pengeluaran dengan tidak menyewa interpreter sehingga Kala adalah paket lengkap untuk itu.

Kala sangat bangga, beberapa siswa yang juga punya kemampuan lebih dalam berbahasa bisa menyampaikan tanya mereka dengan baik.

"Sebelum acara ini, Sangga sudah sering datang ke sininya, Kal."

Gadis itu menarik tangannya dan melihat ke arah Dora dengan tatapan tak percaya. Sang sahabat menggeleng dengan wajah yang seolah berkata: "Gak tau kau?"

"Ngapain? Dia mau mata-matain aku?" tanya Kala memberi asumsi.

"Bisa jadi dia sambil mencari keberadaanmu. Sebab, seluruh sekolah negeri di Sidoarjo ini didatanginya. Ditawarkan sama dia program beasiswa dari platform mengajarnya itu. Nah, sekolah kita yang pertama mendapat kesempatan untuk demo promosi barengan sama orang luar negeri itu."

"Kamu tau banyak banget lho, Dor," sindir Kala terus terang.

Bahu Dora menghendik. "Dia sering main ke rumahku. Sering cerita sama suamiku. Ya, aku curi-curi dengar saja, lah."

"Emang Sangga cerita apa soal aku?"

"Gak sejauh itulah, Kala. Hanya hipotesisku. Dia gak cerita apa-apa soalmu."

Kala memekik dengan suara tertahan sambil kembali merebahkan kepalanya di sandaran sofa. "Kenapa harus dia nimbrung setelah semua kekacauan terjadi, sih? Makin buat aku kesal!"

"Itu namanya takdir," suara Dora nampak dibuat mengayun.

"Gak ada takdir yang disengaja!" balas Kala, cepat.

"Tapi harus diusahakan," Dora mencebik dengan memiringkan kepalanya. "Mana ada perubahan kalau tidak diberikan usaha, Kala. Sangga sedang mengusahakan itunya."

Tapi Kala baru saja putus dari Dipta. Orang yang selama ini selalu menjadi yang paling bisa untuk Kala bergantung. Pria yang sudah berada pada semua bayangan masa depan di hidup Kala.

Baru dua hari Dipta memutuskan hubungan, Kala tidak mungkin secepat itu langsung bisa menerima lelaki lain. Terlebih itu Sangga! Orang yang membuat hubungannya dan Dipta berakhir.

"Kurasa dia serius sama perasaannya ke kau, Kal."

Kala mendelik tak suka. "Wes ta lah, Dor. Ndak mulai lagi!"

"Bukan gitu, ya. Kau pikir aja," Dora kini mengambil tempat di sampingnya.

"Dia tau aku ini temanmu, kenapa dia gak langsung tanya aja samaku, kan? Terus biar gak kelihatan dia mencari informasimu, biar kau gak takut, kelilinglah dia ke semua sekolah. Seolah-olah memang dibuatnya program itu."

Lembayung Kesukaan SanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang