Jaemin terdiam, darah masih mengalir dari punggung tangannya karena infusnya ia cabut paksa, netra hazelnya menatap lelaki yang duduk di bangku taman seraya merokok.
Haechan..
Langkahnya dengan perlahan mendekat, wajah pucat nya terlihat mengerikan di tengah malam ini, lebih terlihat seperti arwah gentayangan daripada manusia.
Haechan mendongak kala seseorang berdiri di hadapannya, "J-Jaemin?!"
Ia dengan cepat melempar rokok dan menginjaknya hingga mati, lantas kembali menatap Jaemin yang masih diam dengan wajah datarnya.
"Jaem? Kenapa lo disini?" Tanya Haechan khawatir, melepas jaket yang di kenakannya dan menyampirkannya ke bahu Jaemin, lantas dengan hati hati menuntun lelaki itu duduk di bangku taman.
"Kenapa disini? Astaga tangan lo--"
"Tolongin gue," Bisik Jaemin lirih.
"Huh?"
Netra hazel Jaemin menatap Haechan, angin malam menerpa keduanya, "Chan, gue gila.."
Hening sesaat, sebelum kemudian Haechan menggeleng, mengusap pipi Jaemin yang terasa amat dingin, "Enggak, siapa yang bilang? Lo gak gila, siapa yang berani bilang gitu biar gue bunuh huh?"
Jaemin tersenyum getir, "Gue, gue yang bilang," Bisiknya.
Mata Jaemin terpejam kala Haechan mulai merapikan surainya yang terasa sedikit berantakan, lantas tangan Haechan dengan hati hati menggenggam tangannya.
"Enggak, lo baik baik aja, jangan dengerin diri lo sendiri," Jawab Haechan pelan.
"Ayo, ayo balik ke ruang rawat lo," Lelaki itu berjongkok di depan Jaemin yang duduk di bangku taman.
Jaemin terlihat ragu, namun akhirnya dengan hati hati naik ke gendongan belakang Haechan, memeluk erat leher lelaki yang terkadang membuatnya takut saat marah.
Jaemin menidurkan wajah di lengannya sendiri, meniup pelan leher Haechan membuat lelaki itu terkekeh, keduanya melewati lorong rumah sakit yang terasa sepi karena nyatanya jam sudah menujukkan pukul 12 lewat.
"Jaem."
"Eum?"
Haechan meneguk ludahnya kasar, melirik Jaemin yang kini menatapnya dari samping.
"Gue mau nikah, pastiin lo hidup sampe gue nikah, terus lo harus tetap hidup sampe gue punya anak, dan--lo harus tetap hidup sampe gue tua. Gantian, lo yang harus jagain gue pas tua nanti."
Hening, Jaemin tampak berpikir lantas mengangguk, "Okay, gue bakal jagain anak lo."
Haechan mengerjap tak percaya, "Lo janji?"
Jaemin menarik senyum dengan bibir pucatnya kala mendengar nada antusias Haechan, "Janji."
"Dari atas sana.."
_____________________________
"Dia sudah tertidur?"
Suho mengangguk, ketiganya sempat panik kala tak menemukan Jaemin di ruang rawatnya, untungnya sebelum sempat heboh, Haechan datang dengan Jaemin di gendongannya.
Irene menghela nafas pelan, menatap Jaemin yang tertidur di ranjang rumah sakit, lalu Jaehyun yang tertidur di sebelahnya dalam posisi duduk di kursi. Sementara Haechan sudah pergi tanpa mengatakan apapun setelah Jaemin tertidur.
"Dulu--aku takut," Bisik Irene membuat Suho menoleh.
"Aku selalu mikir, setelah aku melahirkan, apa tubuh aku bakalan sebagus pertama? Apa semuanya bakal baik baik aja? Gak ada sedikitpun kekhawatiran aku untuk mereka, semua kekhawatiran yang aku punya cuma untuk karir aku," Irene tersenyum getir, mengingat seberapa egois dirinya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me
Teen Fiction"Lo yang ninggalin gue Jaehyun, jangan bersikap seolah lo abang yang baik disini" Desis Jaemin penuh amarah "Maaf maaf maaf, abang minta maaf" _____________________ Jaehyun tak tau, kepergiannya untuk kuliah ke luar negeri dan mengabaikan permohonan...