14

1.6K 185 43
                                    

🐉 Naga

Aku cukup puas melihat ekspresi wajah Olin yang kini seakan tidak punya celah apa pun untuk mendebat ku lagi "Mata kamu terpejam bub, walau sesaat, tandanya kamu suka kan?" dia semakin ganas tapi terima kasih mami karena telah menahan ledakan gila putri manisnya ini.

"Aku tahu kok Lin kalau kamu juga sayang aku, apa yang aku gak tahu tentang kamu?" tanyaku.

"Bahkan aku sepertinya lebih mengenali dirimu dari pada dirimu sendiri," imbuhku.

"Mas, ya ampun ada papi maminya mas!" papa memelototi ku tapi aku membalasnya dengan senyuman.

"Tapi, oke juga mas!" Papa mengacungkan jempolnya untukku tapi mama langsung menggeplak kepala belakang papa dengan pouch nya.

"Gak apa-apa pa, biar papi maminya juga tahu kalau anaknya sebenarnya juga gak akan bisa nolak aku!" ujarku percaya diri.

"Kalau sudah brutal gini emang lebih baik langsung nikah aja deh!" kini suara papi yang aku dengar, dan itu menambah lebar senyumanku, seakan makin meledek calon istriku ini.

"Gak! aku gak mau nikah!" Olin mencoba melepaskan diri dari pegangan orang tuanya dan kali ini berhasil, mungkin cekalan papi dan mami mengendur setelah melihat aksi ku barusan, mungkin sedikit shock, gak masalah yang penting cara ini akurat membungkamnya!

"Mau!" balasku sambil memasukan kedua tanganku ke dalam saku celana bahan yang sedang aku kenakan.

"Gak!"

"Mau!" aku tetap tidak mau kalah.

"Arghhh! aku benci kalian semua ya kalau sampai lamaran ini terjadi! aku gak mau!" dia akan pergi kembali menuju kamarnya tapi aku menahannya "Terus, tanggung jawab kamu dimana bub? setelah kamu grepe-grepe aku?"

"Aku gak grepe-grepe kamu ya!" dia sudah menudingku tepat di depan mataku.

"Stop panggil bub, bub, bub!" aku tertawa dan kini aku menurunkan jari telunjuknya yang sedang sibuk beraksi ini "Yang sopan sama calon suami ah, aku gak pernah ngajarin gini kan?"

"Aku sayang kamu Lin, sejak lama, aku gak mau kamu lari ke orang yang salah lagi, sudah cukup menyiksa dirimu sendiri, oke?" matanya bergerak ke kiri dan kanan, tapi masih untuk mengamati ku, dia seolah mencari letak bohongku tapi tidak dia temukan.

"Aku juga gak akan lari ke perempuan lain lagi yang jelas-jelas bukan yang aku mau."

"Aku janji buat jaga kamu selamanya, membuat bahagia yang bisa kita sama-sama rasakan, masak buat kamu juga aku gak masalah, asal kamu berhenti di aku, gak mencari orang lain lagi hanya untuk menyangkal perasaan yang selama ini kamu rasakan kalau sama aku."

Dia sudah tidak meledak-ledak seperti tadi, matanya mulai berbinar dan benar saja air matanya sudah turun dan mulai membasahi pipinya "Eh kok malah nangis?" aku mencoba merangkulnya tapi dia menggelengkan kepala bukan karena tidak mau aku rangkul tapi lebih tidak mau menjawab pertanyaanku.

"Aku malu tahu!"

"Kenapa?"

"Kenapa kamu bilang aku grepe-grepe?" aku tertawa dan mama papa pun ikut tertawa.

"Iya maaf ya, biar heboh aja, aku gak tahu harus pakai cara macam apa lagi biar kamu gak hilang, gak mungkin aku perkosa kan?"

"Heh!" mulutku sudah dia tepuk, tanganku dia cubit dan dahiku dia jitak, sungguh lengkap.

"Ma, Pa, Mi, Pi, Olin beneran gak grepe-grepe Naga kok!" dia masih sibuk menjelaskan kepada semua orang disini.

"Iya mama tahu kok Lin, ini emang rencana Naga biar sedikit drama." jelas mama Hera padanya.

"Tapi bagian kamu duduk di pangkuan Naga benar dek?" giliran papi yang bertanya dan Olin mengangguk pasrah.

"Maksud Olin biar dia sebel sama aku pi, dan menjauh, aku soalnya bingung sama perasaanku sendiri kalau dia perhatian terus!"

"Nikah deh ya secepatnya, nanti malah Naga yang diperkosa sama ini anak, makin pusing papi!" papi memijat pelipisnya.

"Ga, jek suwe ta?" Rama masuk ke dalam ruangan sambil membawa sebuah kotak hantaran.

"Lah kok dia disini juga?" tanya Olin heran dan aku tersenyum.

"Masuk deh gak apa-apa!" pintaku pada Rama dan dia kembali keluar sebentar, setelahnya dia kembali dengan membawa rombongan yang masing-masing sibuk membawa kotak hantaran untuk Olin, kecuali Jani yang menggendong Ranu.

"Heh, kok begini sih?" Olin tidak santai saat dia melihat Rama, Tora beserta pacarnya, Mas Juna dengan Jani dan Ranu, Mas Alex bersama mbak Gea yang sedang hamil, dan beberapa anak kedai mama yang sengaja aku minta tolong untuk acara ini.

"Ga, kamu benar-benar ya!" Olin sudah memukuli lenganku tapi aku tersenyum saja menikmati reaksinya ini "Aku bahkan belum mandi loh, kenapa lamarannya begini?"

"Balik gak kalian? aku mau mandi, aku mau cantik!" kini tanganku yang membekap mulutnya dan berusaha menjinakkan piranha ganas ini sedangkan mami dan papi sibuk memanggil bibi, pak bon untuk membantu menerima seserahan dan mempersilahkan semuanya masuk ke ruang keluarga.

"Kamu mandi dulu sana, aku tunggu!" bisikku tapi malah jariku dia gigit.

.

Kenapa lamaran ini terasa cepat? karena aku langsung mengadu pada Jani selepas 2 hari Olin meninggalkan apartemenku dan tidak membalas semua chat dariku dan memang benar tebakan Jani kalau sebenarnya Olin melakukan hal itu bukan karena tidak suka denganku, Olin hanya sedang sibuk menahan dirinya untuk tidak lebih jauh sadar kalau dia memang juga ada rasa padaku.

Saat itu juga aku meminta Jani untuk mempersiapkan semua kebutuhan seserahan yang harus disiapkan jika ingin melamar anak orang dengan adat Jawa, simple nya aku menyiapkan sak pengadek (Syarat dari kepala hingga kaki) lengkap untuk meminta ijin melamarnya besok, belum tahu kapan.

Aku dan Jani saling bekerjasama untuk memenuhi list-list tersebut, berkat Jani juga aku memilih semuanya sesuai selera Olin, aku tahu dia suka apa tapi tidak sedetail Jani yang sudah seperti belahan jiwanya yang asli.

Saat mencari semua list ini aku memang belum bicara pada mama dan papa, bahkan meminta ijin mami dan papi, aku tahu itu akan percuma kalau aku lakukan saat anak mereka masih berkeliaran disekitar mereka, jadi aku benar-benar nekat melakukan semua ini meski kesannya cukup niat dan matang.

Untuk satu set perhiasan, aku memang memilih sesuai yang aku mau, aku membayangkan menjadi Olin agar aku bisa menebak jika dia yang memilih mana saja yang akan dia ambil sebagai miliknya.

Aku tahu dia lebih suka emas putih ketimbang kuning, jadi semuanya aku pilihkan yang putih dan ukiran nama kami untuk cincin dan gelangnya, aku bahkan mengambil cuti di kantor 2 hari untuk mengurus ini semua, sampai dia menolak lamaran ini, aku pastikan membeli rumah tepat di samping atau seberangnya, agar besok setiap harinya dia bisa menatap wajahku walau dia sudah bersuamikan orang lain, pokoknya aku tidak akan memberinya pilihan lain selain denganku!

Aku capek jika harus menunggunya sadar lebih lama, jadi aku yang harus gerak lebih cepat.

Saat aku meminta ijin ke mama dan papa? benar-benar baru kemarin malam, mama sempat mengira kejadian mas Juna dan Jani terulang pada kami, tapi aku meyakinkan tidak seperti itu dan aku memang mau meminimalisir hal itu jadinya aku lebih siap untuk melamarnya kemudian fokus menyiapkan pernikahan ketimbang nanti fokus membujuknya untuk aku bertanggung jawab jika aku benar-benar tidak bisa mengkontrol diriku lagi.

Untungnya aku berhasil meyakinkan mereka jika yang lain sudah aku urus, Jani juga membantuku bicara terkait persiapan ini, dia sudah melobi mas Alex dan mbak Gea untuk membantu, kebetulan pakde dan bude sudah ada acara lebih dulu jadi tidak bisa hadir, Jani langsung meminta tolong ke anak-anak kedai dan jodohnya mereka banyak yang bisa bantu dengan senang hati.

Tora dan Rama? sudah aku beritahu setelah aku memastikan semua list barang seserahanku lengkap, bahkan yang menghias kotak seserahan ini Rama dan Tora dibantu oleh pacar Tora, aku bisa membayar orang untuk melakukan hal itu tapi mereka menolak dan mau ikut terlibat di dalamnya.

NagameruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang