🐉 Naga
Aku mendapat panggilan dari ruang operasi, anak ku sudah berhasil dilahirkan.
Kaki ku melangkah dengan terburu, seakan waktuku tak cukup banyak untuk melakukan semuanya seperti yang aku harapkan.
"Bagaimana Olin? Apa dia baik saja?"
"Bagaimana anak kami? Apa benar bertahan?"
Setelah memakai pakaian lengkap untuk SOP masuk ke dalam ruang tindakan, aku pun mengikuti kembali langkah salah satu perawat yang memperbolehkan ku masuk.
Seorang dokter anak menggendong bayi kami "Boleh di doakan dulu pak, sebelum kami masukan ke dalam inkubator," dokter ini menyerahkan bayi kami ke dalam gendongan peluk ku.
Tangisannya lemah, tapi aku tahu dia kuat, seorang bayi laki-laki, jemarinya sempurna hanya saja badannya sangat kecil mengingat memang belum saatnya dia dilahirkan.
Aku membisikan doa Aku Percaya dengan acuan syahadat panjang, berharap umurnya juga panjang tapi aku tetap berserah apa pun itu kepada sang pemilik hidup.
Doa ku diiringi deru napasnya yang seakan masih tersengal, dia masih bingung bertemu dengan udara luar.
"Makasih nak, makasih sudah bertahan, tolong maafkan bapak ya, tidak bisa menjaga kalian dengan sebaik-baiknya." Bisik ku pelan.
"Namanya pak?" Tanya sang dokter.
"Akandra Wirayudha, Wira." Jawabku, dan setelahnya anak ku kembali dibawa untuk melakukan penanganan yang lebih baik.
Melihat kepergian dokter dan anak ku seakan membuat ku pikiranku yang lain datang, aku baru teringat dengan Olin, aku belum melihatnya "Masih dalam pemulihan pak, masa kritisnya sudah terlewati, bapak harus bersiap dengan masa setelahnya, memang butuh waktu, tapi kami yakin keadaan ibu Olivia sudah tidak parah, banyak berdoa ya pak!" Dokter kandungan Olin menepuk-nepuk pundak ku.
Aku meminta ijin untuk meraih tangan Olin yang masih terbentang di meja operasi ini.
Aku berusaha keras untuk tidak menangis "Makasih bub, makasih sudah melahirkan anak kita, tolong kembali padaku ya, pada kami."
"Aku yakin kamu dengar aku, tolong bertahan ya, aku gak bisa tanpa kamu, aku gak bisa apa-apa."
Aku tahu ruangan ini sangat dingin, tapi rasanya, saat tanganku mengusap tanga Olin, tengkuk ku terasa meremang, seperti ada sesuatu yang membuatku asing tapi terasa nyaman.
•
🦩 Olin
Aku melihat semua ini, aku berdiri di sudut ruangan dingin dengan para medis yang sibuk mengelilingiku, beberapa saat setelahnya aku melihat Naga yang datang dengan terburu.
Aku berusaha meraihnya tapi tembus, tembus! Apa aku mati? Aku menjadi arwah? Kenapa Naga tidak bisa mendengar ku?
Sekarang Naga sibuk menggendong seorang bayi, dan saat ini rasanya aku baru sadar kalau aku baru saja melahirkan, melihat anak kami menangis, ada rasa lega dalam diriku.
Ketika Naga mengucapkan doa, aku merasa sedikit tenang, aku juga mengiringi doanya untuk anak kami.
"Akranda Wirayudha, Wira." Aku tersenyum menatap Naga, dia benar-benar memberi nama anak kami sesuai yang aku mau.
Setelah kepergian Wira, Naga mendekati ragaku, dokter memberi penjelasan keadaan ku dan aku menjadi punya keyakinan kalau aku bisa kembali lagi untuk memeluk suami dan anak kami.
Aku melihatnya menahan air mata, aku tahu itu hal yang sulit dia lakukan, aku ingin memeluknya tapi aku tahu itu tidak akan bisa.
Melihat punggung miliknya detik ini, benar-benar membuat ku sadar ternyata aku mencintainya sedalam ini.
Kenapa Tuhan beri aku pengalaman ini? Kenapa harus seperti ini?
Aku hanya ingin menangis saat mendengar apa yang dia ucapkan, dan dengan tidak sadar diri, aku memeluknya, aku terkejut, karena pelukan ku kali ini berhasil!
Aku memeluk Naga dari belakang, walau aku tahu dia tidak sadar kalau aku sedang melakukan ini semua.
Dia menoleh sedikit ke belakang, mungkin ada rasa aneh yang dia rasakan, dia tidak bicara sama sekali, hanya kembali mengelus tangan ku yang banyak dihiasi selang-selang infus.
"Kembali ke aku ya setelah ini, kita harus sama-sama menjaga Wira, jangan lama-lama berada di luar sana, ya?" Aku mengangguk seakan Naga bisa melihat aku menjawab semua perintahnya.
•
🐉 Naga
Aku menuju kantor polisi, meminta untuk bertemu dengan Naka yang memang masih di tahan disana sambil menunggu pengacaranya.
Ada Rama dan mas Juna saat aku datang, mereka cukup terkejut dengan kehadiran ku, tapi aku menjelaskan apa tujuan ku.
Aku hanya ingin mengatakan beberapa hal pada Naka sebelum aku benar-benar enggan melihat wajahnya hadir di hadapanku.
Setelah diijinkan dan diberi ruangan khusus untuk bicara berdua dengan ada petugas polisi yang menjaga kami, akhirnya aku mulai mendekati kursi yang ada di hadapannya.
Tapi sebelum aku duduk, aku memukul rahangnya dengan keras "Itu buat Olin," kemudian aku mengayunkan kembali pukulan padanya "Ini buat anak kami!" Petugas yang membersamai kami memilih diam, mungkin dia tahu sakit apa yang aku rasakan jadi memilih untuk membiarkan saja tindakan ku asal tidak sampai membuat pria brengsek ini mati begitu saja.
Naka yang terjatuh bersama kursinya masih tetap tertawa, aku langsung menarik kursinya dan mengembalikan posisinya seperti awal.
"Aku harap mereka mati, biar kita impas, Ga." Aku memilih diam, tidak mau Naka tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Kamu kira Olin gak pernah secinta itu sama kamu, hah?" Tanyaku balik.
"Dia cinta kamu Ka, sampai kamu sendiri yang membuatnya pergi." Imbuhku.
"Aku bahkan iri waktu dia sibuk memilih baju hanya untuk nonton sama kamu, sibuk coba make up baru, katanya kamu suka kalau dia pakai make up, aku iri saat kamu yang dia ingat ketika senang, aku dia ingat hanya saat dia butuh dan kamu gak ada."
"Kamu pernah di fase menjadi nomor satunya, dan kamu sia-siakan semua itu."
"Kalau kamu gak gila mungkin sekarang aku yang sibuk menjauhkan diri dari kalian yang bahagia, tapi makasih, makasih kamu sudah menunjukan sisi iblis mu ketika kalian belum terlalu jauh."
"Aku cuma mencoba menjadi diriku sendiri Ga."
"Iya, dirimu yang gila," aku membalas.
"Gak enak kan kehilangan Olin di hidup kamu?" Aku menegaskan.
"Harusnya kamu sadar Ka, apa yang dulu kamu perbuat ke dia, itu gila, gak salah dia pergi meninggalkan mu dan memilih bersama aku untuk melanjutkan hidupnya."
Aku menarik kerah kemeja Naka, membuat mata kami benar-benar dekat dan saling melempar tatapan tajam.
"Harusnya aku menghajar mu lebih parah, lebih gila, tapi aku pilih begini saja, karena aku tahu Olin gak mau aku menjadi sama seperti mu yang liar seperti binatang!"
"Sekarang yang aku mau, membusuk lah saja di penjara untuk menebus semuanya." Aku mendorongnya kembali pada posisinya yang semula, kemudian beranjak pergi dari ruangan gila ini, dan memilih untuk menuntaskan semuanya dengan cara yang paling baik menurut versi ku sendiri.
.
.Ini di tulis 1/2 bab di kamar, 1/2 bab di kamar mandi sambil duduk di atas closed karena ganjel aja gitu kalo aku mandi sebelum up bab ini, hehe.
Semoga suka, selamat membaca, semoga jatuh cinta

KAMU SEDANG MEMBACA
Nagameru
Chick-LitJodoh kadang lucu ya, dicari selalu tidak terlihat, dikejar makin lari menjauh, sudah didapat tidak disyukuri, dan kadang yang paling dekat tidak bisa kita rasakan