Am

1K 121 3
                                    


Derap bunyi langkah sepatu dengan berat mengisi lorong koridor sekolah yang sudah sepi. Gadis bertubuh tinggi berbalut jaket bewarna hitam berjalan lumayan cepat tapi, terkesan menyeret.

Dia terus berjalan tanpa melihat sekitarnya, hingga langkah kakinya berhenti tepat di belakang sekolah.

Matanya melirik kanan kiri untuk memastikan tidak ada orang. Setelah meyakinkan dirinya, ia duduk di kursi yang sudah memang tersedia disana.

Tiba-tiba terdengar suara isak tangisan dari mulut gadis tersebut.

Tidak tau sesedih apa dirinya sehingga suara tangisan itu berubah menjadi tidak bersuara tapi, netra hitam miliknya enggan untuk berhenti mengeluarkan cairan bening.

Beberapa orang menyimpulkan jika seseorang menangis tanpa suara itu tandanya orang tersebut tengah merasakan sakit yang tak bisa ia deskripsikan melalui apapun, bahkan dengan tangisan juga tak merubah segalanya.

Matahari yang tadinya masih sempat memancarkan cahayanya ke tanah bumi.
Kini, telah padam dan awan mendadak berganti menjadi hitam pekat.
Sekilas seperti sebuah garisan panjang yaitu kilat mulai timbul menghiasi langit gelap tersebut dengan suaranya yang banyak sekali membuat umat manusia takut untuk beraktivitas di luar.

Berbeda dengan gadis ini, dia justru melepaskan jaket yang sempat menutupi tubuhnya. Terpampang jelas bahwa dia masih menggunakan seragam sekolah. Tidak menunggu waktu lama, benda berbentuk persegi panjang yang terletak di bagian dadanya atau disebut sebagai nametag, ia langsung melepaskannya.

Dia mengukir senyuman saat suara gemuruh petir semakin menajam di indra pendengarannya. Angin berhembus dengan sangat kencang, bahkan dedaunan yang berserakan di tanah bertebaran tidak tentu arah sesuai mata angin yang menerbangkannya.

Nametag yang berada di genggamannya ia pegang begitu erat.

"selama ini gua egois. Gua cuman ngeliat disatu sudut! Gua emang gapernah benar! Kenapa pemikiran gua selalu salah?"

"gua gabisa jadi kakak yang baik buat mereka. Sekarang gua sadar tenyata selama ini pikiran gua tentang christy itu salah. Gua bodoh! Gua benci sama diri sendiri yang terlalu egois! Kenapa gak dari dulu gua sadar? Kakak macam apa yang rela mukul adiknya sendiri demi kebencian yang nggak kunjung hilang? Padahal nyatanya rasa benci itu gak ada!
Gua terlalu mengikuti perkataan ayah yang sebenernya salah!"

"tenyata apa yang di katakan mama itu benar! Gua selalu meninggikan ayah selayaknya raja di dalam hidup gua! Padahal gua sadar selama ini ayah selalu mengambil kebahagiaan anak-anaknya. Terutama christy yang setiap hari harus menerima hukuman yang ntah kapan akan berakhir."

"mata dan hati gua udah buta ditutup oleh ego yang udah bertahun lamanya gua pendam. Sehingga gua sadar telah mengesampingkan logika."

Bibirnya bergetar, kelopak matanya mulai membekak akibat menangis. Suara isakan semakin kencang di iringi suara kilat menyambar di langit. Tidak menunggu waktu lama, hujan turun begitu deras seolah langit turut ikut merasakan sedih dan penyesalan dari gadis tersebut.

Bukannya mencari tempat untuk meneduh, dia malah membiarkan dirinya terkena hujan yang sudah siap mengguyur tubuhnya.








Di kediaman natieon:

Hujan begitu lebat, tidak ada niat untuk berhenti. Hujan yang katanya tenang ternyata tidak benar untuk perasaan yang  tidak bisa ditebak.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka delapan lewat dua puluh menit. Tapi, batang hidung orang yang di tunggu tak kunjung nampak.

Wanita paruh baya yang sudah berumur tampak tidak bisa diam, kakinya terus bergerak untuk mondar-mandir ke arah pintu masuk. Raut wajahnya begitu gusar, perasaan cemas mulai menghantuinya.

Kehidupan Ch2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang