19: Ayah

8.4K 435 4
                                    

🦋🦋🦋🦋

Mempunyai profesi sebagai seorang pemimpin perusahaan memang suatu pekerjaan yang tidak mudah tentunya. Mereka harus benar-benar pandai mengatur jadwal serta harus siap menghadapi segala masalah yang terjadi di kantor.

Seorang pemimpin perusahaan juga harus pandai mengatur waktu berkumpul dengan keluarga, seperti Dewa. Sekarang ia bukan lagi pria lajang, Dewa sudah mempunyai istri yang selalu menyambutnya saat pulang setelah lelah seharian bekerja. Beberapa waktu lalu Dewa sering pulang lebih awal dari biasanya, jika Asmara tanyakan pasti jawaban serta nada bicara Dewa selalu sama.

"Kamu tidak suka ya? Ya sudah saya kerja lagi saja."

Tapi seiring berjalannya waktu Asmara jadi merasa senang karena mereka berdua jadi mempunyai banyak waktu untuk menikmati kebersamaan. Namun akhir-akhir ini Dewa selalu pulang larut bahkan pukul dini hari, disebabkan beberapa hari yang lalu di kantornya baru saja terjadi kebakaran sehingga Dewa harus benar-benar menyelesaikan semua masalahnya di kantor selama beberapa hari ini.

Seperti hari ini, Dewa belum juga pulang ke rumah disaat jam sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Asmara pun pergi beranjak ke kamar mandi untuk menggosok gigi terlebih dahulu sebelum tidur, ia menatap pantulan dirinya pada cermin kamar mandi, akhir-akhir ini Asmara merasakan ada sedikit perubahan yang ada pada dirinya entah itu dari nafsu makan ataupun bentuk tubuhnya.

Asmara tersadar dari lamunannya saat mendengar suara pintu kamar yang di buka. Asmara segera membasuh wajahnya tak lupa juga untuk mengeringkannya menggunakan handuk yang dikhususkan untuk mengelap wajah. Asmara melangkah keluar dari kamar mandi, terlihat Dewa sedang berbaring tengkurap di atas kasur tanpa mengganti pakaian kerjanya terlebih dahulu.

Asmara duduk di pinggiran ranjang tepatnya di depan Dewa yang sedang berbaring tengkurap di depannya. Asmara menyugar rambut tebal Dewa yang menutupi dahi pria itu, mata Dewa terpejam tetapi ia tidak tertidur.

"Mandi dulu Mas." Satu tangan Asmara turun mengusap pipi Dewa.

Dewa yang merasakan usapan lembut itu pun mengangkat satu tangannya dan menyentuh punggung tangan Asmara di sana, lalu ia menggenggamnya serta menciumnya.

Terdengar hembusan nafas berat setelahnya. Pemandangan pertama yang Dewa lihat ketika ia membuka mata adalah wajah Asmara yang sedang menatapnya dengan mata teduh serta tersenyum manis padanya. Yang awalnya energi Dewa sudah benar-benar habis kini kembali terisi saat melihat wajah Asmara, Dewa ikut tersenyum lalu ia mengangkat tubuhnya dan masuk ke dalam pelukan Asmara tanpa izin.

"Seharian ini saya benar-benar full bekerja terus-menerus, tidak ada istirahat sama sekali dan baru selesai tadi di jam sepuluh lewat empat puluh menit. Tubuh saya capek semua, kepala pun pusing karena sedari pagi terus memandangi komputer." Ucap Dewa dengan suara lirih sembari kepalanya bersandar di bahu sang istri.

Asmara diam tidak menjawab ia masih mendengarkan keluhan Dewa tentang pekerjaannya. Asmara pun membalas pelukan Dewa memberi usapan lembut pada rambut tebal suaminya serta menciumi pelipis dan dahi Dewa.

Lagi-lagi Asmara mendengar Dewa membuang nafasnya berat tanda jika pria itu sedang sangat kelelahan sekarang, Asmara menundukkan pandangannya ia bisa melihat mata Dewa yang mengarah pada lehernya.

"Sabar ya Mas, namanya juga bekerja pasti ada saja ujiannya. Tidak selalu terus-menerus merasakan enak dalam bekerja pasti akan merasakan tidak enaknya juga. Aku di sini cuman bisa bantu semangati Mas Dewa, dan berdoa yang terbaik buat kedepannya nanti." Akhirnya Asmara menanggapi keluhan Dewa.

Dewa Asmara (in another universe) | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang