Aku bernci menjadi lelaki yang meratapi kepergianmu. Bagiku, senja lebih tahu cara berpamitan dengan sopan dibanding kau yang dengan begitu saja pergi meninggalkanku. Kau menjelma teka-teki; tanpa keterangan, tanpa belas kasihan, tanpa penjelasan, meninggalkan seorang lelaki terduduk sendirian. Sialnya, lelaki itu adalah aku.
Kau tak membiarkanku untuk mengerti alasan kepergianmu. Keadaan memaksaku yang tak tahu apa-apa untuk mencari tahu segalanya sendiri. Semakin aku mencari, semakin kau terluka. Luka-luka itu membuat bilur panjang di sekujur hatiku. Tajam menancap bak busur panah. Hatiku terluka parah. Aku tak sekuat yang kau kira, namun dengan seenaknya kau menggoreskan luka.
Secara sepihak kau mengakhiri hubungan kita yang tak bernama. Aku terlalu percaya bahwa kau menyakitiku adalah hal paling tidak mungkin di dunia. seseorang yang ingin kupeluk erat justru adalah kau yang menggoreskan luka paling hebat. Seseorang yang selalu kujaga justru menikamku diam-diam. Dan sakit hatiku adalah keterangan dari apa-apa yang kau porak porandakan.
Di antara bentangan jarak ratusan kilometer, kita menjelma dua manusia yang saling bertolak belakang. Aku jatuh dalam nestapa, kau yang bersuka cita. Aku yang sempat berpikir menjadi satu-satunya bagimu, ternyata dengan mudahnya tergantikan oleh sosok-sosok baru yang bahkan kau kenal tak lebih lama dariku. Bahkan mungkin hatiku telah terisi sosok baru, tanpa pernah kau beri aku kesempatan sedikit saja.
Semoga keputusanmu untuk meninggalkanku tak pernah kau sesali di kemudian hari. Sehat-sehatlah, jangan sampai jatuh sakit. Karena yang sakit adalah aku tanpamu.
Bahkan yang kau pijak saja bisa terlepas, apalagi yang kau genggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Didamba Matahari
Poetrysebuah senandika tentang kau dan aku di antara perjumpaan dan perpisahan