Kulihat di media sosialmu, kau gemar merekam kegiatanmu sehari-hari. Syukurlah jika kau sehat dan baik-baik saja. karena dahulu hal itulah yang selalu aku khawatrikan. Meski penerimaanmu terhadap rasa khawatir dan cemasku selalu tak bersahabat. Melihatmu hanya dari foto dan video yang kau bagikan, aku merasa semakin asing. Tak seperti dahulu saat kau masih bisa kutemui setiap hari.
Banyak manusia baru yang tak kukenal sebelumnya. Barangkali di antara mereka ada seseorang yang kau istimewakan. Seseorang yang aku ingin sekali ada di posisinya. Melihatmu meski hanya dari media sosial, bagiku itu tetap kabar dan keterangan. Itu cukup untuk sedikit membunuh rasa rinduku, meski takkan pernah benar-benar sirna.
Di tempatmu kini, tetaplah menjadi dirimu yang dahulu. Perlakukan kawan-kawanmu sebagaimana kau berlaku baik padaku dahulu. Teruntuk dia yang kini menjadi tempatmu bersandar, semoga kau bisa menjaganya dengan baik. Tak seperti aku yang kau tinggalkan. Bila kau kembali terluka dan hilang arah, aku akan menjadi orang pertama yang menenangkanmu, orang pertama yang akan menyadarkanmu bahwa di balik rasa sakitmu yang luar biasa, masih ada banyak bahagia dan cerita. kita mungkin tak saling mengabari lagi, namun aku masih di sini – di tempat yang selalu kuharapkan bisa duduk berdua denganmu.
Hidupku adalah cerita yang panjang. Sementara aku dan kau adalah dua bab berlainan cerita yang entah akan berakhir bahagia atau duka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan yang Didamba Matahari
Poesiasebuah senandika tentang kau dan aku di antara perjumpaan dan perpisahan