Selamat

5 0 0
                                    

Hari itu, kau tampak begitu bahagia. Wajahmu tak pernah sebahagia itu sebelumnya. Di depan kelas aku berdiri, melihatmu mendekat. "Ada yang ingin kusampaikan," Katamu. Sebuah kabar bahagia yang kau bagikan padaku. kau telah resmi menjadi kekasihnya. "Selamat, ya," kataku dengan senyum terpaksa dan setengah mati menahan air mata.

Andai kau tahu bagaimana perasaanku. Luluh lantak sudah segala harapan yang kususun sedemikian indah, hancur lebur segala semoga yang kuaminkan, pupus sudah segala rencana tentang hari esok bersamamu. Kau begitu bahagia dan bangga mendapatkan dia. Ya, dia memang layak untuk kau banggakan, dengan segala kehebatannya yang tak pernah habis kau ceritakan setiap saat. Tak seperti aku yang hanya untuk jujur saja tak bisa. Terjebak dalam zona pertemanan sungguh tak mengenakan. Tapi biarlah segala remuk, patah dan sakit aku yang merasakan. Asal kau bahagia, asal jangan sampai dia yang hebat itu menyakitimu.

Aku sudah terbiasa begini. Terlalu banyak yang kau ceritakan hingga tiada ruang untukku sedikit saja memberi isyarat tentang perasaan. Kau bagai sejarawan yang sedang menceritakan kegagahan dan kehebatan seorang prajurit tiap kali menceritakannya. Lelaki yang kau cintai dengan sepenuh hati. Sementara aku hanyalah seorang pendengar yang tak sempat bercerita perihal diriku sendiri. Hanya bila aku sendiri aku bebas menjadi apa saja yang kusuka, membayangkan betapa hebat waktu-waktu yang kuhabiskan bersamamu. Meghirup udara dari setiap tempat yang kita pijak tanpa bisa menahan waktu yang terasa begitu cepat berlalu kala aku bersamamu.

Duhai, aku juga ingin didengar, diperhatikan, ditemani dan ditenangkan. Namun sia-sia saja, ragamu telah lebih dahulu membersamainya secara sukarela. Aku, biarlah berteman bayangan yang hilang dalam gelap malam, yang diam-diam terisak di pojok ruang temaram. Aku yang tak menyerah meski berkali-kali hatiku ditikam, lalu memilih pergi untuk sementara terpejam – menikmati rasa yang terpendam sekaligus bertepuk sebelah tangan.





Menyaksikanmu masih bisa tertawa setelah menyakitiku adalah cara paling menyakitkan untuk membuktikan bahwa kebohonganmu adalah kenyataan pahit yang harus kuterima. 

Bulan yang Didamba MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang