BAB 37

60.4K 3.8K 107
                                    

- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -


Waktu berganti malam.

"Engh.." lenguh gadis dengan perban di kepala dan ketiga jarinya. Perlahan, Keira membuka mata nya sembari sesekali meringis.

Hal pertama yang ia lihat adalah lampu dan atap putih ruangan. Pandangan nya pelan - pelan semakin jelas.

"Lo udah sadar?!" Suara antusias terdengar dari dekat nya, membuat Keira terlonjak kaget. "Aw.. s-sakit.." ringis Keira memegang kepala nya.

"Kan! Makanya jangan gerak!" Jendra terlihat langsung berdiri, panik. "Bentar! gue panggil perawat dulu!" Dengan segera, pria itu meraih tombol untuk memanggil petugas medis, menekan nya beberapa kali.

"Lo bikin gue kaget sih!"

"Aduh.. Badan gue sakit, kepala gue sakit.." keluh Keira dengan suara yang masih serak. "Ini jari gue kenapa di perban gini? Kepala juga? Gue kayak mumi.." keluhnya lagi.

"Berisik! Masih syukur kepala nya ga copot. Perban nya jangan di utak atik, tunggu suster!" Jendra segera menyingkirkan tangan Keira yang meraba - raba perban di kepala nya.

Keira menggerakan kepala nya pelan, melihat ke sekeliling. Ada Juan dan Rico yang tengah terlelap sambil duduk di sofa. Lalu, suara ketukan pelan terdengar. Dengan buru - buru Jendra membuka pintu ruangan, mengode suster yang mengetuk untuk tak berisik.

Suster masuk, mendekat ke Keira untuk memeriksa. "Ini adek nya hebat juga.. bisa cepat sadar. Biasa nya, orang sadar harus nunggu 24 jam dulu," ungkap perawat itu.

Jendra tersenyum sedikit bangga, "Iya.." respon nya.

"Bagus ini, bagus. Kondisi nya udah baik harusnya, karena udah cepet sadar," ujar suster setelah memeriksa Keira. "Tapi, pasien tetap harus di pantau di rumah sakit. Biar perban nya bisa di ganti setiap beberapa jam sekali dan bisa di pantau sama dokter, nanti," pungkas nya.

Keira memutar bola mata nya, "Biar situ dapet duit." Gadis itu bergumam, namun masih dapat di dengar dengan baik.

Sontak, si suster langsung menampilkan senyum canggung nya. Sedangkan, Jendra mendelik pada Keira. Pria itu beralih menatap perawat itu, "Aduh.. Maaf ya sus. A-adek saya memang suka bercanda gitu orang nya. Mungkin efek kepala nya lagi bermasalah juga," jelas Jendra sembari tersenyum kikuk.

Si suster tertawa canggung, kemudian mengangguk. Setelahnya, ia pamit pergi kembali ke ruangan nya.

Jendra beralih, menatap kesal Keira. "Kalau mau ngomong, tunggu gada orang nya dong!"

Keira hanya memutar bola mata nya malas, lantas, pandangan nya kembali menatap pada Rico dan Juan. "Mereka pada tidur?"

Jendra berdehem pelan. "Mereka abis kerja langsung kesini karena dapet kabar lo kecelakaan. Tadi baru tidur. Mereka pasti kecapean," ujar Jendra.

"Lo ga cape?" tanya Keira. Jendra diam memandang Keira yang kini menatap nya. "Gak tidur?" tanya gadis itu lagi.

"Belum ngantuk.. gue takut lo sadar pas gue sama yang lain tidur. Terus, kalau lo butuh sesuatu jadi susah," jujurnya.

"Lagian, lo bodoh banget sih?! Nyebrang ga liat jalan! Kalau mau ngejar gue, liat jalan juga dong!" oceh Jendra, menambahkan.

Keira mendengus pelan. "Gue udah liat jalan. Tapi, nama nya kecelakaan, mana ada yang tau," ujar Keira. 'Dan lagi, mobil nya terlalu mencurigakan. Gue udah coba ngehindar, tapi mobil nya malah ngikutin gerak gue. Seakan memang sengaja mau nabrak.' pikirnya.

'Terus.. Abis nabrak, dia ga berhenti sama sekali lagi. Malah langsung nyelonong pergi.' monolog nya dalam hati.

"Udah lah.. lupain aja. Sekarang, lo istirahat. Jangan berisik, nanti yang lain bangun." Jendra membenarkan posisi selimut Keira. "Gue jagain di sini. Kalau butuh apa - apa, tinggal ngomong," lanjut nya.

The Antagonist ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang