24.takdir?

297 37 12
                                    

Saat Kakashi menyuruh Name untuk pergi keluar rumah, Name memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku. Sekarang, ia sedang berada di taman desa Konoha, menikmati semilir angin siang hari yang menyejukkan ditemani dengan minuman kaleng dan beberapa keripik yang ia beli di toko sepulang dari perpustakaan. Duduk di kursi taman, Name mulai membaca puisi dengan penuh perasaan.

"Dalam langit luas yang tak bertepi,
Ada burung-burung yang terbang tinggi,
Dengan sayap menggapai mimpi,
Mencari arti kebebasan sejati.

Di setiap kepakan yang penuh makna,
Mereka menari di angkasa,
Melewati badai dan sinar senja,
Tak terikat, bebas merdeka.

Burung-burung itu mengajarkan kita,
Tentang keberanian dan cita-cita,
Bahwa dalam setiap hembusan udara,
Ada harapan yang tak pernah sirna.

Mereka terbang tanpa ragu,
Mengejar horizon yang selalu baru,
Mengajarkan bahwa kebebasan itu,
Ada di hati yang tak pernah beku.

Dengan sayap yang tak kenal lelah,
Mereka melintasi dunia tanpa gundah,
Membawa pesan dalam setiap langkah,
Bahwa kebebasan adalah anugrah."

Setelah selesai membaca puisi itu, Name menutup bukunya dan menengadahkan kepalanya, menikmati langit cerah siang hari. "Kebebasan......." gumamnya pelan.

Tiba-tiba, suara yang familiar mengganggunya. "Apa kau ingin bebas?"

Name segera menoleh ke arah sumber suara tersebut. "Nenek? Nenek yang di kereta itu kan?" tanyanya hati-hati dengan wajah penasaran.

Nenek itu hanya terkekeh pelan lalu berjalan mendekati Name dengan langkah pelan. "Kau tidak akan bebas... kau sudah tersegel di dalam sangkar penderitaan. Takdirmu adalah menjadi seorang pendosa...," ucap nenek itu, lalu tertawa kecil. "Walaupun kau mandi dengan air suci dari kuil, itu takkan bisa melunturkan dosa-dosa yang telah kau buat."

Name yang mendengar itu mengerutkan dahinya dengan wajah penasaran. "Apa yang Anda bicarakan...?" tanyanya.

Nenek itu berhasil berdiri di depan Name dan berkata, "Dosa-dosa orang yang telah kau bunuh tertampung pada dirimu... kau tidak akan bisa ke surga."

"Lagi pula... berhenti berpura-pura sayang. Kau serigala berbulu domba," sambung nenek itu.

Ekspresi Name berubah menjadi serius. Ia menatap tajam nenek itu, seakan siap untuk menerkamnya. "Ckh... siapa sebenarnya kau?" tanya Name kesal dan terlihat tidak suka.

"Kau tidak perlu tahu tentangku... oh ya, apa kau sudah mengerti kata-kataku saat kita di kereta?" tanya nenek itu.

Name malas menjawab, hanya menggelengkan kepalanya sambil meminum minuman kaleng miliknya. Tiba-tiba, nenek itu menepuk kepala Name dengan lembut. "Apa kau ingin menyucikan tubuhmu?"

Mata Name terbelalak dan dia menjatuhkan minumannya. Spontan, Name mengeluarkan pisau dari sakunya dan langsung melemparkannya ke arah nenek itu, tapi secara tiba-tiba nenek itu hilang seperti hembusan angin. Pisau yang tadi terlempar jatuh ke tanah.

Name mulai memperhatikan sekitar, ia berjalan ke arah pisau lalu mengambilnya. "Ingatan ku masih kabur... tapi mendengar kata-kata itu seketika emosi ku memuncak," ucap Name pada dirinya sendiri pelan.

Name menghela napas, menaruh pisau kembali ke sakunya. Tiba-tiba, Name menepuk kedua pipinya. "Sadar, Name... sadar... kau bukan dirimu yang dulu lagi," ucap Name pada dirinya sendiri.

Name berjalan ke tempat duduknya tadi, mengambil bukunya dan sampah miliknya untuk dibuang ke tempat sampah. Ia merasakan kepalanya agak sakit dan memutuskan untuk pulang ke rumah saja.

Sesampainya di rumah, Name tidak menemukan siapa-siapa. Ia berjalan ke ruang tamu dan menemukan surat dari Kakashi.

"Aku ada urusan di kantor Hokage untuk mengurus beberapa dokumen. Jika lapar, kau bisa memasak sesuatu atau membeli sesuatu. Jika uangmu kurang, ambil di dompetku di kamarku. -Kakashi."

Setelah membaca surat itu, Name memasang ekspresi datar. Ia memilih untuk berjalan ke kamarnya untuk meredakan pusingnya. Sesampainya di kamar, Name terkejut melihat banyak paperbag di atas kasurnya. Name iseng mengambil satu dan membukanya, terkejut saat melihat isinya berupa pakaian. Ia menemukan catatan lagi di atas meja belajar miliknya yang mengatakan bahwa ini semua dari Kakashi.

Name menghela napas lalu tersenyum tipis. Ia memindahkan paperbag itu ke lantai, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Name mencoba mengingat masa lalunya, tetapi yang ia ingat hanya masa lalunya saat berada di panti asuhan. Ia menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 3 sore.

Mengingat percakapannya dengan nenek tadi, Name merasa terguncang. Kata-kata nenek itu terus terngiang di pikirannya, membuatnya gelisah. "Apa yang sebenarnya dia maksud?" Name bertanya pada dirinya sendiri.

Berbaring di kasurnya, Name memutuskan untuk mencoba rileks dan meredakan pikirannya. Ia menutup mata dan berusaha mengosongkan pikiran, namun bayangan masa lalunya terus menghantuinya. Name tidak bisa sepenuhnya melupakan kegelapan yang pernah menyelimuti hidupnya. Ia merasakan dadanya sesak, seolah-olah beban dari masa lalunya kembali menghantam.

Name memutuskan untuk bangun dan berjalan-jalan sebentar di sekitar rumah, berharap udara segar dapat membantunya merasa lebih baik. Ia keluar ke halaman belakang rumah Kakashi, menghirup udara segar dan mencoba menenangkan dirinya.

Saat Name sedang berjalan-jalan, Kakashi kembali dari kantor Hokage. Melihat Name yang tampak gelisah, Kakashi menghampirinya. "Name, ada apa? Kau terlihat tidak tenang," tanya Kakashi dengan nada penuh perhatian.

Name menghela napas dan mencoba tersenyum. "Tidak apa-apa, Ayah. Hanya sedikit pusing. Mungkin karena banyak pikiran."

Kakashi menatap Name dengan penuh rasa sayang. "Jika ada yang mengganggu pikiranmu, kau bisa menceritakannya padaku. Aku ada di sini untukmu."

Name merasa terharu mendengar kata-kata Kakashi. "Terima kasih, Ayah. Aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri."

Kakashi mengangguk dan menepuk bahu Name. "Baiklah, jika kau butuh sesuatu, panggil saja aku."

Name merasa sedikit lebih tenang setelah berbicara dengan Kakashi. Ia tahu bahwa Kakashi benar-benar peduli padanya dan itu membuatnya merasa lebih kuat. Name memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat.

Malam itu, Name duduk di meja belajarnya, menulis di buku hariannya. Ia menulis tentang perasaannya, kebingungannya, dan harapannya. Menulis membantu Name menenangkan pikirannya dan memberinya kesempatan untuk merenung.

"Aku harus kuat," tulis Name. "Masa laluku memang gelap, tapi aku punya kesempatan untuk membuat masa depanku lebih baik. Aku tidak sendirian lagi. Ada Kakashi yang selalu mendukungku."

Setelah menulis, Name merasa lebih tenang. Ia memutuskan untuk tidur lebih awal, berharap besok akan menjadi hari yang lebih baik. Dengan pikiran yang lebih tenang dan hati yang lebih ringan, Name akhirnya tertidur, merasa lebih siap untuk menghadapi hari esok.

Pagi hari berikutnya, Name bangun dengan semangat baru. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, tapi ia siap menghadapinya. Dengan dukungan dari Kakashi dan teman-temannya, Name merasa lebih kuat dan yakin bahwa ia bisa mengatasi semua rintangan yang ada di depannya.

[Yo!,apa kabar kalian.semoga sehat sehat ya,untuk cerita kali ini aja dulu]

(Jangan lupa vote)

(Kritik dan sarannya ya teman teman)
💫

WADAH  (Boruto: Naruto Next Generations x reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang