Ruangan kembali hening setelah Danes menyelesaikan cerita panjangnya. Membiarkan ke enam pemuda lainnya menyimak apa yang Danes utarakan.
Danes kini menunduk karena malu dengan masalah kecilnya yang malah membesar hingga melibatkan pihak berwajib. Sebenarnya Danes tidak ingin saudaranya yang lain tahu karena takut diadukan ke orang tuanya.
"Bang, jangan kasih tau ayah, ya?" Cicit Danes entah siapa yang ia panggil Abang. Karena ketika Danes menyebut panggilan itu semuanya menoleh kecuali Iel yang memang lebih muda dari Danes, tidak mungkin disebut Abang.
"Emang uang taruhannya berapa sih?" Anilas justru menimpali tanya tanpa berniat menjawab cicitan Danes.
"Dua juta" Ucapan Danes langsung ditanggapi dengan kebisingan yang meluas mengisi keheningan sebelumnya.
Semuanya sontak berseru kesal pada Danes, bertingkah seperti dikejar hutang yang menumpuk banyak hingga tak sanggup untuk membayar.
Aray yang duduk didekatnya bahkan melempari Danes dengan bantal yang sedari tadi Aray dekap.
"Cuma segitu sampe bikin babak belur, lo tinggal minta ayah juga langsung dikasih, Nes!" Danes mengaduh terkena lemparan bantal dari Aray.
Bibirnya melengkung kebawah sedih karena yang lain juga setuju dengan pendapat Aray.
"Tapi dua juta itu dari tabungan gue bang, ga langsung minta ke ayah. Gue ga mau minta ke ayah sebanyak itu buat kenakalan gue." Tangkis Danes yang justru mendapat toyoran yang kali ini datang dari Anilas.
"Kaki lo noh mau geser, habis lebih dari dua juta. Mending mana nyet?"
Danes total diam, benar juga ucapan si tua Anilas.Kepala Danes perlahan mendongak dengan senyum bodohnya sembari menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Iya juga ya bang, kok lo pinter?"
"Calon dokter boss!" Dengan percaya diri Anilas membusungkan badan dengan tangan yang menepuk-nepuk dada kirinya merasa bangga.
Yang lain menghela nafas jengah dengan kepercayaan diri Anilas yang kambuh sebab pujian Danes.
"Kalau bisa secepatnya kasih aja uangnya ke si Regan, Nes." Itu Adma yang bersuara setelah Anilas kembali duduk ke tempatnya semula.
Danes dengan cepat menggeleng keras,
"Gamau lah itu uang gue juga yang dibawa kabur, harusnya si farel bin brengsek itu yang gantiin. Lagian Regan udah masuk penjara ini.""Yee nih bocah batu banget" Aray merangkul leher Danes hingga si korban tertarik miring ke arah Aray.
Tangannya menepuk-nepuk rangkulan Aray yang justru mencekiknya, "Ih gila, mau bunuh gue ya lo!" Aray melepas rangkulan tersebut dan tertawa renyah.
Kemudian Anilas kembali menjadi ke mode yang paling dewasa,
"Makanya dari sekarang saling peduli, saling rangkul, saling bantu kalau ada yang kesusahan. Jangan saling cuek dan jaga jarak sama saudara sendiri."Agaknya kalimat terakhir yang Anilas ucapkan diperuntukkan untuk Esa dan Adma. Karena tatapan Anilas mengarah ke keduanya saat mengatakan hal tersebut.
Aray mengangguk, "Iya bener, jangan sembunyi-sembunyi kalau ada masalah. Cerita, siapa tau kita bisa bantu atau setidaknya ngeringanin beban kalian." Ketujuhnya diam-diam menyetujui di benak masing-masing.
"Ini rumah enaknya disebut apa ya?"
Topik lainnya Iel angkat sembari mengamati setiap interior yang terpasang di ruang tengah."Maksudnya?" Adma menimpali mewakili yang lainnya,
"Sebutan yang gampang di inget, jadi kalau kita lagi stress banyak masalah yang pertama kali dinget ya pulang ke rumah ini. Atau misal kita mau pulang, malah bercabang gitu kan kedengerannya karna kita punya dua rumah. Ngerti ga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
OBLIVION
General FictionTujuh kepala yang tinggal di dalam satu atap, saudara satu kakek tapi asing satu sama lain. Bagaimana mau hidup bersama jika terus saling tidak peduli? Rumah perlahan-lahan menjadi sesuatu yang memuakkan hanya dalam tiga bulan. Ingin pulang tapi ti...