Danes mengerjapkan matanya kala cahaya terang masuk ke dalam netranya. Atap putih dengan dua lampu menyambut Danes yang terbangun dari alam bawah sadar.
Danes berusaha bangkit dari rebahnya namun tenaga yang ia miliki masih tak cukup kuat untuk bertumpu karena luka-luka yang kini tercipta jelas di beberapa bagian tubuhnya. Pemuda itu meringis kembali ke posisi semula sebab kondisinya masih lemas.
Kemudian seorang suster datang dengan papan di rengkuhan lalu bergerak mengecek infusan Danes. Pemuda itu hanya mengamati suster yang tengah beralih menulis sesuatu, setelahnya Danes memberanikan bertanya.
"Sus, sekarang jam berapa?"
"Jam setengah sembilan, mas. Oiya mas, kok wali mas belum dateng ya? Saya udah bilang ke cowo yang tadi ngater mas kesini sebelum dia pingsan tapi sampai sekarang belum dateng,"
Danes mengernyit, masih belum paham dengan yang suster itu bilang. Cowo? Danes ingat-ingat lagi sebelum ia tak sadarkan diri, hanya ada dirinya yang sudah ditinggal oleh Regas dan kawannya. Danes tidak ingat ada siapapun lagi.
Ah iya! Danes ingat ada seseorang yang memanggilnya sebelum benar-benar pingsan.
"Kami butuh wali mas buat urus administrasi, mas." Tambah suster tersebut membuat Danes tersadar.
"Ah iya sus, nanti saya kabari dulu."
"Baik mas, saya permisi mau cek cowo yang nganter masnya di sebelah." Sekali lagi Danes dibuat bingung. Kerutan pada dahinya tak jadi hilang setelah suster tersebut mengungkapkan pamit.
Lalu Danes sedikit mengintip saat suster itu menggeser sedikit gorden sebagai pembatas yang ada disebelahnya.
Tidak begitu jelas tapi terlihat memang benar disana laki-laki sedang terbaring. Danes kembali mengingat apa yang ia lewatkan.
Pusing justru yang timbul setelah Danes berpikir keras. Masa bodo, pikir Danes kemudian meraih tas nya yang tergeletak di bawah brankar dengan masih sedikit meringis.
Menggeledah isi tas tersebut dan menemukan ponselnya. Danes berpikir sejenak untuk menghubungi siapa sekiranya yang tidak akan heboh jika dia masuk rumah sakit?
Sebab jika ia menghubungi Aray, sudah pasti Aray akan panik sembari bertanya A ke Z dari rumah hingga sampai di rumah sakit.
Danes menggeleng memikirkan hal barusan dan memilih mendial nomor yang sebulan lalu ia hubungi.
"Kenapa?" Panggilan terhubung dan disambut dengan nada dingin orang di seberang sana. Danes bergidik ngeri mendengarnya.
"Jangan cuek-cuek, ke rs citra raya dong. Tebus gue," Ujar Danes .
"Lo ditahan polisi? Ketembak dimana sampai masuk rs?" Danes menghela nafas jengah sambil merotasikan bola matanya malas.
"Doain gue ya, lo? Tebus administrasi gue sini. Saudara lo lagi sakit masih aja cuek bebek."
"Aray kemana?"
"Lo mikir, seheboh apa nanti dia? Yang ada pulang ke rumah bokap gue malem ini. Udah cepet kesini!" Danes menutup sambungan sepihak, kembali menatap atap bangunan rumah sakit.
Terlintas kembali orang di sebelahnya yang katanya membawa Danes kemari. Danes inginnya berterima kasih dan menawarkan bantuan apapun untuk orang tersebut. Karena tidak ingin mempunyai hutang budi dengan cowo itu.
Lama terdiam, Suster yang tadi mengeceknya keluar dari brankar di sebelahnya. Danes sontak memanggil menghentikan langkah suster tersebut.
"Suster!"
"Iya, ada keluhan mas?" Danes menggeleng sembari melambai tanda bahwa ia tidak memiliki keluhan.
"Itu.. cowo yang anter saya kesini namanya siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OBLIVION
Ficción GeneralTujuh kepala yang tinggal di dalam satu atap, saudara satu kakek tapi asing satu sama lain. Bagaimana mau hidup bersama jika terus saling tidak peduli? Rumah perlahan-lahan menjadi sesuatu yang memuakkan hanya dalam enam bulan. Ingin pulang tapi ti...