Danes memarkirkan motornya asal di pekarangan rumah besar berdinding coklat dengan dua lantai. Dengan amarah yang masih menyelimuti hati, Danes melepas helm dengan tergesa dan segera berjalan masuk ke dalam rumah tersebut.
Pintu Danes buka dengan kasar, mengundang seorang wanita paruh baya datang dengan tergopoh.
"Nak Danes kenapa tidak mengabari kalau mau pulang, bibi belum—"
"Bunda kemana, bi?" Sebut saja Danes tidak sopan karena menyela ucapan orang yang lebih tua darinya. Tapi sungguh, Danes masih kepalang emosi sehingga sifat jeleknya ikut menguar bersama dengan amarah.
"Tuan dan nyonya ada perjalanan bisnis ke Singapura. Bulan depan baru bisa pulang."
Danes mengusap wajahnya kasar sambil menghela nafas panjang. Kemudian ia menyuruh Bi Ratih untuk kembali ke kamarnya karena ia tidak sedang butuh apa-apa.
Sebenarnya ada yang Danes butuhkan, Hana. Danes butuh bunda sekarang, saat ini, malam ini demi apapun Danes ingin menangis rasanya sambil dipeluk oleh Hana. Harus lari kemana lagi dia untuk membagi bebannya kali ini. Rumah kosong tidak berpenghuni dan hanya Bi Ratih yang menyambutnya.
Danes meringkuk di atas sofa, bukan di kamarnya melainkan di ruang tamu. Bocah itu tak memperdulikan bila nanti Bi Ratih memergokinya tengah menangis disana.
Danes hanya bingung ingin lari kemana, kenapa orang-orang selalu menghindar darinya?
Pertikaian sore tadi bersama Aray benar-benar menghancurkan rasa percaya Danes pada kakaknya. Aray meragukan Danes yang ingin keluar dari dunia remajanya yang nakal, keluar dari geng nya yang dulu bersama Satria.
Maka hari ini Danes menemui kumpulan kawannya itu untuk berpamitan terakhir kali sebelum ia benar-benar melepas segala ikatan dengan geng motornya.
Tapi nyatanya Aray salah paham, kakaknya itu tidak sengaja melihat Danes yang berkumpul di sebuah warung bersama kawannya. Melihat hal tersebut, Aray yang tengah melintas segera turun dari mobil dan menghampiri Danes.
Danes terkejut dengan kehadiran Aray sebab seharusnya kakaknya itu tengah menjemput adik mereka. Tapi kenapa Aray bisa ada disini?
Aray dengan cepat menarik tangan Danes menjauhi kumpulannya, Aray membentak, menanyakan kenapa Danes bisa berada disini kembali.
Mengatakan jika ia kecewa karena Danes justru kembali ingin membuat dirinya sendiri dalam bahaya. Aray khawatir sejujurnya tapi kata dan kalimat yang keluar dari bibirnya justru malah terdengar memojokkan Danes.
Danes tidak percaya Aray akan meledak seperti ini, bahkan niatnya berkumpul dengan kawan-kawan hanya untuk berpamitan. Tapi Aray memarahinya seperti Danes baru saja melakukan kejahatan.
Rupanya Aray marah sebab seharusnya Danes pulang bersama Iel. Danes mengernyit bingung, tunggu dulu, jadi Iel belum pulang?
Sudah hampir jam enam dan kemungkinan Iel masih berada di sekolah?
Danes tidak mengerti dengan Aray yang menyerangnya penuh amarah. Kenapa malah membentak Danes di depan kawannya dibanding pergi mengecek ke sekolah, apakah Iel masih berada disana?
Tak ingin berlama bertengkar di depan warung kopi dan menjadi tontonan disana, Aray menyuruh Danes untuk pulang mengikutinya.
Danes menatap mobil putih Aray yang melenggang pergi, lalu sebuah tepukan mendarat di bahunya. Remaja itu menoleh dan mendapati Satria berdiri di belakangnya,
"Lo ga usah khawatir nes, gue sama anak-anak bakal cari tau bebasnya Regan."
Danes tersenyum simpul, ada perasaan sedih mengingat harus meninggalkan teman-teman senasibnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
OBLIVION
General FictionTujuh kepala yang tinggal di dalam satu atap, saudara satu kakek tapi asing satu sama lain. Bagaimana mau hidup bersama jika terus saling tidak peduli? Rumah perlahan-lahan menjadi sesuatu yang memuakkan hanya dalam enam bulan. Ingin pulang tapi ti...