Bab 16 ~ Mengharapkan Keajaiban

152 84 10
                                    

Andai keajaiban benar-benar nyata, tidak akan ada manusia yang lelah untuk menunggu harapan

🦋 Rini Fitri Simarmata

Semburat cahaya matahari berhasil masuk melalui celah-celah jendela kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semburat cahaya matahari berhasil masuk melalui celah-celah jendela kamar. Hangatnya tepat mengenai wajah sosok lelaki yang bahkan belum sepenuhnya sadar terbangun dari tidurnya. Matanya masih menyipit saat ingin mencoba membukanya. Apapun itu, ia harus mencoba untuk terbangun, karena harus melanjutkan aktivitas rutinitasnya setiap bangun pagi.

Ia sudah bangkit dari ranjang tidurnya, bahkan juga sudah berjalan mengarah kamar mandi dalam ruangan. Walaupun tiap langkah nya itu masih sedikit miring, tapi ia paksakan untuk tetap berjalan lurus.

Tidak menunggu lama setelah kembalinya ia dari kamar mandi tadi, saat ini ia sudah berdiri di depan cermin raksasa yang melekat pada pintu lemari ruangan. Pakaian yang ia kenakan sudah sangat terpakai rapi.

Tiap sisi rambutnya yang berantakan ia rapikan, menyisir dengan sela-sela jarinya. Tapi saat ia menurunkan tangannya tadi dari rambutnya, ia melihat beberapa helaian tersangkut di sela-sela jarinya. Bukan beberapa, tapi lumayan banyak yang ia genggam sekarang.

Ia kembali mengulang menyisir rambutnya dengan jemarinya. Saat ia turunkan, helaian rambut kembali lebih banyak bersangkutan disana. Matanya melebar menyaksikan itu, tapi wajahnya datar. Suasana wajahnya yang tadinya sangat segar, kini sudah luntur melesak. Pandangannya sudah menerawang dan kosong sambil mengamati telapak tangannya yang masih terbuka di depan pusarnya.

Ia adalah Albert, sekarang ia harus menyaksikan sedikit demi sedikit kehancuran pada tubuhnya. Yang awalnya ia percaya kalau ia akan bisa sembuh dari penyakitnya, sekarang kepercayaan pada dirinya sudah mulai memudar. Ia tidak tahu sekarang harus bagaimana. Tetap berjuang melawan rasa sakitnya, atau harus pasrah dengan apa yang sudah terjadi.

***

Di Arcadia International School, suara bebisingan dari dalam kelas cukup menggangu. Para siswa saling melempar canda tawa satu sama lain, melempar bola kertas dari satu meja ke meja lain, tetapi beberapa dari mereka ada yang memilih untuk tidur diatas meja. Padahal ini masih sangat pagi, apakah mereka tidak ada waktu untuk tertidur pulas tadi malam?.

Di lain sisi, ada Azallea juga yang baru saja tiba di sekolah besar itu. Ia sudah berjalan melalui koridor yang akan menuju masuk ke dalam kelas.

"AZALLEA" panggil seseorang dari belakangnya. Ia pun langsung menoleh, penasaran siapa orang yang memanggilnya tadi disana.

"Haii" sapanya begitu melihat orang itu.

Orang itu adalah Radja, lelaki yang memiliki postur badan tinggi dan ketua basket sekaligus. Bahkan sekarang ini pun ia sudah memakai kostum olahraga untuk latihan basket di kelas pertamanya nanti.

"Hai" sapa Radja juga, ia sudah berada di hadapan Azallea.

"Ada apa?" tanya Queen.

"Umm" Radja menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

3A PROBLEM'S [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang