Ibaratnya seperti di hempaskan oleh keadaan dan di tampar oleh kenyataan, berakhir terbentuk menjadi ujian yang berupa takdir
🦋 Rini Fitri Simarmata
"ALBERT..."
Di Avrino Hospital, beberapa perawat dan dokter di dalam ruangan Albert sudah sangat menyibukkan, dan sudah ada Vano juga disana. Mereka melepaskan beberapa alat medis yang terpasang di tubuh Albert dan mendorong bed yang di tiduri oleh lelaki itu agar di bawa ke luar ruangan.
Kondisi Albert tiba-tiba saja kembali terjadi seperti kemarin. Badannya menegang, sekujur tubuhnya sangat dingin, dan alat bantu pernafasan kembali terpasang karena pernafasannya saat ini sangat pendek dan cepat. Itu sebabnya Albert akan di larikan kembali ke ruang ICU untuk penangannya yang begitu serius.
Vano terus mengikuti bed yang di tiduri oleh Albert sudah terdorong, sambil terus menggenggam tangan lelaki itu. Wajahnya kembali sangat ketakutan dengan kondisi putranya saat ini, kecemasan dan ketakutan sudah bercampur dengan semua perasaan yang tidak bisa di ungkapkan. Di tambah lagi ia melihat Albert seperti tidak mendengar suaranya sama sekali lagi disana.
"Albert, bertahan nak!" lirihnya.
Saat bed itu masih terdorong yang belum jauh dari pintu ruangannya tadi, kedatangan Prince disana sangat mengejutkan ia saat melihat pemandangan yang tidak indah itu. Kedua matanya tidak berkedip sama sekali saat melihat siapa orang yang ada di atas bed tersebut. Ia kemudian mengejar dan menghampiri lelaki itu dengan keadaan cemas.
"Albert" ujarnya menggoyangkan lengan lelaki itu sambil mengikuti bed yang masih terdorong.
"Al, lo bisa dengar gue kan, Al?!" timpalnya lagi masih berusaha agar lelaki itu bisa mendengarnya.
Sejauh apapun Prince berusaha ingin menyadarkan Albert, tidak akan ada hasilnya untuk saat ini, melihat keadaan lelaki itu juga sekarang sangat menyedihkan. Suara dari Vano saja tidak ada jawaban dari Albert sejak tadi.
Semua orang disana sudah tiba di ruangan yang akan menjadi tempat memulainya penanganan dengan kondisi Albert. Tentunya Vano dan Prince tidak bisa ikut masuk, mereka hanya pasrah saat perawat itu menutup pintu ruangan dengan rapat, bahkan jendela pun sudah di tutupi oleh gorden.
Vano terus berdecak frustasi di kursi tunggu depan ruangan, sambil meremas rambutnya dengan sangat kuat. Buliran air yang berada di matanya sejak tadi sudah berjatuhan deras, bahkan sudah terdengar sangat jelas isakan darinya. Begitupun dengan Prince, ia terus mengusap wajahnya kasar, sesekali juga memijit keningnya dengan tekanan kuat.
"Albert.., bertahan nak!" lirih Vano masih berada dalam isakan.
Prince yang menyadari kesedihan pria itu disana langsung menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Tangannya menaik sebelah meraih bahu Vano, dan mengusapnya lembut ingin menenangkan. Ia tahu betul bagaimana khawatirnya pria itu sekarang, dan pasti pria itu juga sedang butuh seseorang untuk menguatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
3A PROBLEM'S [TERBIT]
Roman pour AdolescentsKetika Jiwa dan Raga Yang Hampir Mati, Dipaksa Untuk Kembali Hidup. Kisah seorang gadis yang terkenal dengan paras wajahnya yang cantik, serta mempunyai bola mata yang sangat amat indah bagaikan bulan dikelilingi oleh kerlipan ribuan bintang. Hidupn...