Bab 32 ~ Album Lukisan

137 87 17
                                    

Happy Reading!

Semburat cahaya matahari kembali muncul dan bersinar setelah bergantian dengan pencahayaan dari bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semburat cahaya matahari kembali muncul dan bersinar setelah bergantian dengan pencahayaan dari bulan. Sejuknya embun masih sangat bisa di rasakan pada pagi hari ini, bahkan sisa dari uapnya masih membasahi rerumputan dan pepohonan.

Pagi ini semua orang sudah berkumpul di taman pemakaman. Dengan kepergian Albert kemarin akhirnya ia sudah di tidurkan di rumah barunya. Azallea, Vano dan Prince sudah berada disana sejak memulainya pemakaman. Tidak hanya mereka yang mengantarkan Albert, sudah ada Aaron, Anrez, Aluna bahkan juga Meicky yang ikut menemani. Sesi pemakaman sudah selesai saat sepuluh menit yang lalu, hanya tersisa mereka yang tertinggal dan masih menetap di pemakaman Albert.

Vano masih meratapi tanah yang sudah menimbun tubuh Albert, ia masih terus mencium batu nisan panjang yang bertuliskan nama putranya disana. Sedih dan dukanya tidak bisa tertahankan sejak pertama kali ia mendengar tentang kepergian Albert. Lagi dan lagi ia harus di tinggalkan oleh orang tersayangnya. Tidak ada satupun anggota keluarga lagi di dalam rumahnya, bahkan juga di dalam kehidupannya. Kini hanya tinggal dirinya sendiri yang harus berjuang untuk hidup.

Sedangkan Azallea, ia juga masih sama sedihnya seperti Vano, yang juga sudah duduk di sebelah kuburan Albert sejak tadi. Ia terus meremas tanah merah yang masih membasah itu, dan pandangannya hanya datar pada tulisan di batu nisan. Walaupun ia masih bersikeras menyimpan kesedihannya, namun mata dan wajahnya yang sembab tidak bisa berbohong untuk membuktikan. Ia tidak mengerti harus dengan perasaan seperti apa yang ia tunjukkan saat ini. Di satu sisi ia sangat merasa sedih atas kepergian Albert, namun di satu sisi lain ia benci dan marah karena Albert harus mengingkari semua janjinya kepadanya.

Vano akhirnya bangkit dari duduknya dan mengusap bidang wajahnya yang membasah karena air mata yang sejak tadi berjatuhan. Ia menatap satu-persatu orang yang masih ada disana.

"Makasih udah sempatin waktu kalian untuk antar Albert ke rumah barunya" ujar Vano. Ia mengelus bahu Anrez yang kebetulan lelaki itu tepat bersebelahan dengannya.

"Prince, om pulang duluan ya" ujar Vano lagi.

Prince bangkit dari duduknya yang sejak tadi juga tengah berjongkok di samping Azallea sambil menenangkan adiknya itu. "Iya, om" balas Prince.

"Om, Aza ikut ke rumah om ya" lirih Azallea juga ikut bangkit dan berdiri menghadap Vano.

Vano kemudian mengangguk setuju dengan permintaan Azallea. Ia tidak akan pernah menolak jika gadis itu datang kapan pun ke istananya, karena hal itu sudah menjadi rutinitas gadis itu sejak dulu.

Vano sudah melangkahkan kakinya yang akan bergegas pergi, juga sudah mulai di ikuti oleh Azallea dari belakang. Namun saat Azallea melewati Anrez disana, tangannya di tangan oleh lelaki itu.

"Queen, gue ikut temenin ya" pinta Anrez.

Azallea menepis tangan Anrez dari lengannya dan menaikkan selendang hitam yang ia kenakan ke atas pundaknya yang hampir terjatuh karena cekatan dari Anrez.

3A PROBLEM'S [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang