13

286 24 0
                                    

Dinda menatap dirinya di cermin dengan tatapan sendu. Ia sudah tiba beberapa menit yang lalu sementara Raja sudah tidur pulas bersama mama mertuanya. Ia tidak menyangka jika mama mertuanya akan menginap disini.

Dinda memeluk dirinya sendiri, udara malam ini sangat dingin, mungkin sebentar lagi akan hujan karena ia mendengar suara gemuruh. Tapi, entah kenapa, hatinya ikut bergemuruh.

Melihat Davema bersama Maria sedekat itu membuat separuh hatinya tidak rela. Tapi, bukankah ini hal yang wajar? Maria juga istri Davema.

Tapi, hatinya terasa sakit!

Sementara di lain tempat, Davema tengah mengantar Maria pulang ke rumahnya. Sejujurnya, ia sudah meminta supir keluarganya untuk mengantarkan Maria pulang. Tapi, bukan Maria namanya kalau tidak memaksa.

Terlebih, saat ini, Maria dalam keadaan mabuk. Dan ia benar-benar benci dengan situasi ini.

"Ngomong-ngomong, semenjak Dinda kembali, kamu semakin banyak berubah" ujar Maria sembari menatap Davema dari samping dengan tatapan sayu.

Davema menunggu Maria melanjutkan ucapannya.

"Kamu semakin acuh nggak acuh ke aku Dav, apa kamu nggak sadar dan lupa kalau aku juga istri kamu."

Davema sadar dan tidak lupa akan hal itu. Tapi, dia tidak bisa dan tidak mampu memperlakukan Maria layaknya istri. Demi Tuhan, ia hanya menganggap Maria hanyalah sebatas teman, tidak lebih.

Dan lagi, ia menikahi Maria karena desakan keluarga Maria dan keluarganya. Bisa dibilang, ia menikahi Maria karena terpaksa. Jadi, apapun yang dilakukan secara terpaksa, tidak akan ada ketulusan dan kebahagiaan di dalamnya. Sama seperti pernikahan ini.

"Saya sudah peringatkan berkali-kali kepada kamu Maria, saya tidak akan pernah bisa memperlakukan kamu sebagaimana saya memperlakukan Dinda. Dinda wanita yang saya cintai, sementara kamu tidak. Harusnya kamu paham itu".

Maria tersenyum kecut. Davema menghentikan mobilnya saat ia tiba di depan rumah Maria. Lebih tepatnya, ia hanya berhenti di depan pagar.

"Saya akan minta tolong bibi untuk membantu kamu masuk ke dalam. Kamu tunggu disini, saya akan panggilkan bibi. Saya harus segera kembali, Dinda pasti sudah menunggu saya" ujar Davema dengan wajah datar.

Maria mengeram marah, lalu bergerak duduk di pangkuan Davema tanpa aba-aba. "Kamu nggak bisa ninggalin aku gitu aja Dav".

Davema mengeram marah, berusaha menurunkan Maria dari pangkuannya, "turun Maria".

Maria tertawa, jari jemarinya bergerak mengelus wajah Davema meski berkali-kali ditepis. "Kenapa? Kamu nggak inget kalau aku pernah muasin kamu pakai mulut aku? Hmm?"

Davema memejamkan mata, dadanya bergemuruh hebat. Ia benar-benar benci jika diingatkan dengn kejadian itu.

"Aku bisa kasih kepuasan yang lebih, aku juga istri kamu Dav," kata Maria, ia mulai menggerakkan bokongnya pelan, menggoda Davema.

"Turun sebelum kesabaran saya habis Maria".

Maria menggeleng, memeluk Davema erat-erat, "nggak Dav, aku kangen kamu, kamu nggak kangen sama aku? Dav, aku iri liat temen-temen udah punya anak, sementara aku belum punya anak, pernikahan kita udah dua tahun, orang-orang selalu nanya, kapan aku hamil?"

Davema diam, enggan menjawab. Meladeni orang mabuk benar-benar membuatnya sangat emosional.

"Aku pengen hamil anak kamu, sentuh aku Dav, aku istri kamu, aku juga istri kamu, aku mau kamu Dav".

"Maaf, saya ti..."

Maria buru-buru membungkam bibir Davema dengan bibirnya. Ia benci mendengar penolakan Davema yang benar-benar membuatnya terluka.

Davema mengeram marah, mendorong Maria hingga ciuman sepihak Maria terlepas. "Kamu benar-benar membuat saya marah Maria".

Davema membuka pintu mobil, "turun, dan keluar, atau saya akan menyebarkan kasus penggelapan dana yang kamu lakukan di perusahaan papa saya?? Saya masih berbelas kasih menyembunyikan fakta itu dari keluarga saya dengan syarat berhenti mengusik ketenangan saya. Tapi, sekarang kamu kembali berulah" kata Davema dengan nafas memburu menahan amarah.

Maria dengan sisa kesadarannya beribgsut beralih ke kursinya kembali, dan keluar dari mobil Davema dengan langkah sedikit oleng. Davema menghela nafas, menghubungi pembantu Maria, memintanya untuk membawa Maria masuk ke dalam rumahnya. Lalu setelahnya, ia pergi dari sana dengan perasaan tak menentu.

****

"Ikut saya ke kamar mandi".

Hah? Dinda mengerjapkan matanya saat tiba-tiba Davema datang menariknya masuk ke dalam kamar mandi. Pasalnya, ia akan bersiap-siap untuk tidur.

"Mas,,"

Davema diam, ia mengunci pintu kamar mandi dan duduk di atas closed, "kemari".

Dinda menatap Davema bingung, "saya  mau tidur".

Dengan tak sabaran, Davema menarik Dinda hingga berdiri dekat dihadapannya "bersihkan tubuh saya".

Dinda menatap Davema, ia bisa mencium wangi parfum wanita dari pakaian Davema. Sudah bisa ia tebak, parfum ini milik Maria.

Davema menatap istrinya dengan tatapan bersalah dan terluka. "Saya ingin kamu membersihkan tubuh saya".

Dinda mengangguk, jemari lentiknya bergerak membuka kancing kemeja hitam yang melekat di tubuh Davema, melepaskannya dan membuangnya ke lantai.

"Celananya, buka sendiri".

Davema tersenyum, "kenapa? Padahal udah sering liat loh".

Dinda diam menatap Davema dengan tatapan kesalnya. Davema terkekeh geli lalu melepas sendiri celana hingga dalamannya sampai naked.

"Kamu cantik banget malam ini, tapi saya tidak suka melihat baju kamu tadi. Dada kamu jadi membusung indah, kelihatan menantang dan besar, banyak yang lihat kamu. Apalagi, Angga, dia kayaknya suka sama kamu".

Dinda mengeryit heran, "nggak mungkin," Dinda menarik lengan Davema untuk memasuki bathup. Bak anak kecil yang penutut, ia menurut saja saat Dinda memintanya masuk ke dalam bathup.

"Dingin" Davema merengek.

Melihat Dinda yang cuek tak acuh membuat Davema gemas, ia menarik Dinda untuk masuk ke dalam bathup lalu mengecup bibir manis istrinya dengan mengebu-ngebu.

Davema melepaskan ciumannya, "masih perlu diajarin cara membersihkan tubuh suami dengan benar? Hemm??"

"Saya tidak mau deket-deket kamu".

"Kenapa??"

"Kamu habis melakukannya dengan  wanita lain,"

Davema terkekeh geli, "melakukan apa hem??  Cuma kamu loh yang ngerasain  gimana perkasanya saya. Tadi Maria mencium bibir saya secara sepihak."

"Tapi kamu keenakan?"

Davema mengecup bibir Dinda, "tidak, saya lebih enak kalau sama kamu".

"Bohong".

"Nggak bohong sayang," Davema kembali menyesap bibir manis istrinya dengan penuh kelembutan. Di tengah ciuman mereka, Davema mengumamkan kata maaf secara lirih.

Bukan Davema namanya kalau hanya sekedar ciuman, adegan itu terus berlanjut ke adegan berikutnya yang membuat Dinda kalang kabut meladeni nafsu Davema.

______________
Jangan lupa vote dan komennya yaa❤ btw guys, aku gabisa liat pesan yg masuk ke WPku💔, tp aku pasti baca komen kalian.

Possesif Dema (Davema)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang