10

1.8K 73 0
                                    

Davema tersenyum tipis melihat istrinya yang sibuk mendesain pakaian di tabnya. Ya, istrinya seorang desainer, penulis, dan pengusaha yang memiliki usaha bisnis di beberapa bidang. Luar biasa bukan?

Dari dulu, Dinda memang selalu luar biasa dalam hal apapun. Tidak heran banyak laki-laki yang menyukainya. Dan beruntungnya, Dinda memilih dirinya.

"Gambarnya bagus". Davema berujar lirih saat melihat dress yang Dinda rancang.

Dinda tersentak, sedikit kaget, ia mematikan tabnya, menoleh menatap Davema yang berdiri di belakangnya. Dinda memekit kaget saat melihat wajah Davema yang babak belur.

"Kamu habis berantem sama siapa??"

Davema tersenyum tipis, bahagia melihat Dinda khawatir pada dirinya. "Rio".

Dinda mengernyit heran, "Rio? Kenapa? Kalian ada masalah?"

Davema menggeleng, "bukan apa-apa, mereka mukul saya karena salah saya juga sayang, nggak usah dipikirin".

"Udah diobatin kan?"

Davema menggeleng, "obat saya itu kamu".

Dinda melengos, meletakkan tab-nya di atas meja dan menarik pergelangan tangan Davema memasuki kamar mereka.

Davema hanya menurut saja saat Dinda memintanya duduk di sofa, sementara Dinda mengambil kotak obat lalu menghampiri Davema, mengobati luka Davema.

"Shhh" Davema meringis, lukanya lumayan sakit.

"Sakit?"

"Sedikit, Rio mukulnya keras banget. Ini harus dicium biar sembuh".

Dinda memutar bola mata malas, "modus"

Davema terkekeh, gemas sekali melihat raut wajah istrinya yang cemberut. Sudah lama ia tidak melihat wajah Dinda dalam mode seperti ini.

"Din,"

"Hmmm."

"Maaf."

Dinda mengernyit lalu mengangguk setelahnya.

"Selama dua tahun ini, saya kehilangan banyak momen soal kamu, kamu menghilang, membuat saya kelimpungan mencari kamu. Din, saya ingin  tahu, selama dua tahun ini, kamu kemana? Saya tahu, pasti banyak hal yang sudah saya lewati soal kamu, kehamilan kamu, perkembangan Raja, dan hal lainnya".

"Saya tinggal di salah satu rumah milik nenek saya, di Bali."

"Aku cari kamu kesana tapi...."

"Saya memang sengaja, saya tidak ingin ketemu dengan kamu".

Dinda memasukkan kembali antiseptik dan obat-obat lainnya ke dalam kotak obat, "saya butuh waktu, dan kali ini, saya rasa waktunya sudah tepat, saya ingin memulai hal baru."

"Dengan?"

"Putra saya, siapa lagi?"

Davema tersenyum kecut, ia cukup tau diri, "kamu benci sama saya?"

Dinda menggeleng, "saya tidak pernah membenci kamu, tapi saya sangat kecewa dengan kamu. Kamu egois, kamu tidak mau melepas saya, tapi kamu dan keluarga kamu banyak memberi luka untuk saya."

"Maaf".

Dinda tersenyum tipis, "tadi Maria kesini."

Davema sedikit terkejut, "kamu baik-baik aja?" Tanyanya dengan nada khawatit.

Dinda terkekeh, "ya, seperti yang kamu lihat, saya selalu baik-baik saja, harusnya kamu tanyakan hal ini kepada istri kamu, apakah dia baik-baik saja melihat suaminya bersama saya di rumah ini". Ujar Dinda lalu melangkah menjauh untuk meletakkan kotak obat ke tempatnya.

"Saya rasa Maria mungkin saja sedang tantrum" lanjutnya dengan nada geli.

Davema berdiri mendekati Dinda lalu berbisik di telinga istri cantiknya, "kalau gitu, mari kita membuat dia semakin tantrum".

"Nggak tertarik."

Davema memeluk Dinda dengan erat, "cemburu? Hmm??"

"Nggak".

Davema terkekeh, menghirup dalam-dalam wangi tubuh Dinda yang menenangkan, "saya cuma punya kamu Din, tubuh saya, hati saya, semua milik kamu."

"Terserah."

"Kamu lucu banget kalau lagi cemburu".

Dinda berusaha melepas pelukan Davema, semakin kesini, Davema semakin percaya diri berlebihan. "Lepas mas".

"Nggak mau, saya kangen kamu".

"Astaga, Davema, lepas atau nanti malam tidur diluar, saya mau ke belakang, ambil jemuran, kamu nggak lihat di luar lagi gerimis".

Ergh, Davema buru-buru melepas pelukannya, membiarkan istrinya menyingkir untuk mengangkat jemuran, benar-benar jemuran sialan!

*****

Hujan deras sejak sore tadi hingga malam ini belum juga terhenti. Meski tidak sederas tadi sore, namun sampai detik ini, hujan belum juga reda. Raja sudah tidur beberapa menit yang lalu di kamarnya, bersama dengan bibi dan baby siter. Sementara Davema tidak ingin diganggu bersama dengan Dinda.

Selesai aktivitas olahraga, ia berbaring disamping Dinda dengan nafas masih memburu. Ck, kalian tau sendiri kan olahraga apa yang ia lakoni. Mengingatnya, Davema mesem-mesem sendiri.

Sekali lagi, ia mengecup pipi istrinya yang masih mengatur nafas dengan terpejam, "saya paling suka liat kamu lagi begini, terlihat....sangat seksi".

Dinda membuka mata, mendorong pelan tubuh Davema, "kamu terlalu brutal".

Davema terkekeh geli, "maaf, saya nggak bisa nahan diri kalau liat kamu cantik banget dan pasrah di bawah saya".

"Mesum".

"Sama kamu aja sayang. Maklum, dua tahun puasa, jadi gini".

"Kenapa nggak disalurkan ke Maria?"

"Karena saya maunya sama kamu, saya nggak bisa kalau bukan dengan kamu".

Dinda berbalik, membelakangi Davema, namun Davema mendekat memeluk Dinda dari belakang. "Jangan cemburu, saya serius, demi Tuhan Din, saya tidak pernah menyentuh Maria sedikitpun,"

"Terserah, saya mau tidur".

"Kok tidur?".

"Lalu, mau apa lagi? Saya ngantuk mas".

"Ronde selanjutnya, hmmm? Lagi dingin loh, hujannya belum reda".

"Nggak ada hubungannya sama hujan akhhhhh". Dinda mendelik saat merasakan miliknya kembali terpenuhi.

Davema terkekeh, "saya lebih suka kamu ngedesan Din, demi Tuhan kamu cantik sekali jika sedang begini, saya serius, nggak bohong" kata Davema sembari bergerak pelan.

"Mas,,, shh, sa-ya mau hmmm, ti-tidur".

"Iya, tidur saja, saya yang gerak, kamu cukup menikmati".

Menikmati endasmu Davema, bagaimana Dinda bisa tidur jika Davema bergerak semakin cepat dan menggempurnya habis-habisan. Benar-benar gila. Davema itu gila!

Iya, Davema memang gila, ia akui itu. Salahkan sendiri, Dinda yang membuatnya gila seperti ini.






_________________
Jangan lupa vote dan komennya❤

Possesif Dema (Davema)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang