16

1.3K 58 0
                                    

"Mau sampai kapan Mar? Mau sampai kapan lo akan terus menyiksa diri seperti ini. Maria tolong dengerin gue! Dave, dia nggak akan pernah bisa melihat lo sebagai wanita, dia cuma anggep lo sebatas sahabat doang. Gue bisa liat itu dari tatapan dia ke lo ya biasa aja. Lo sadar nggak sih, dia hanya mencintai Dinda".

Vincent menatap iba pada Maria yang menangis dalam diam dengan sepuntung rokok di sela jarinya. Hal ini sudah biasa Vincent lihat selama beberapa tahun terakhir.

Bahkan tambah parah saat Maria menikah dengan Davema. Perempuan itu semakin suka merokok dan mabuk. Sebagai manusia yang masih memiliki hati nurani, ia sangat iba akan keadaan Maria yang seperti ini.

"Lo nggak ngerti sama perasaan gue".

Vincent menghela nafas, "Gue ngerti, lo cinta sama Davema, tapi lo lupa cara mencintai diri lo sendiri Mar. Kalau lo cinta sama Davema, lo harusnya bisa mengikhlaskan dia".

Maria menatap Vincent dengan wajah nyalang, matanya pun sembab karen sedari tadi ia menangis, "lo pikir, gue nggak berusaha? Gue udah berusaha, ngeliat dia menikah dengan Dinda sialan itu, gue muak. Gue mau Davema, gue mau Davema buat gue. Gue benci sama Dinda".

Vincent membuang nafas kasar, menyugar rambutnya ke belakang, kepalanya menjadi pening karena tingkah Maria ini, "lo nggak cinta sama Davema Mar, karena kalau lo cinta sama dia, lo nggak mungkin having seks sama gue". Ujar Vincent dengan sarkas.

Yah, mereka berdua bisa dikatakan sebagai dua krang yang berada di fase FWB. Kejadian itu bermula saat Maria mabuk lantaran bertengkar hebat dengan Davema saat Dinda pergi. Saat itu, Davema benar-benar marah dan enggan menemui Maria.

Maria frustasi, hingga akhirnya mabuk, ditemani Vincent yang juga mabuk. Dan, kejadian itu terjadi begitu saja. Mulanya, berawal dari kesalahan, namun, justru berlanjut hingga sekarang.

"Gue butuh nafkah batin, dan Davema nggak pernah ngasih itu".

"Dan lo nyari di gue?"

"Lo juga sama-sama butuh itu kan?" Ujar Maria menatap tajam Vincent yang telanjang dada.

Vincent terdiam.

"Lo butuh gue untuk melampiaskan nafsu lo, dan bahkan saat pelepasan, lo nyebut nama Dinda."

"Nggak usah nyebut nama Dinda bisa?"

Maria tertawa sumbang, "kenapa? Lo terlalu munafik, lo bersikap seolah-olah lo benci sama Dinda, tapi lo selalu diem-diem lindungin dia, termasuk dari gue. Bener kan? Hahaha."

"Kok diem? Lo nempelin foto Dinda di setiap sudut kamar lo, lo fotoin Dinda diem-diem, lo punya banyak foto Dinda di handfhone lo. Lo jadiin Dinda objek fantasi lo, lo pikir gue gatau? Dan, kalau Davema tau, ternyata sepupunya begini, gimana ya reaksi dia?"

"Diem Mar, lo nggak perlu menceramahi gue. Gue cinta sama Dinda, tapi gue nggak gila kayak lo. Gue nggak pernah berniat merebut dia dari Davema, sepupu gue sendiri".

"Itu dia, lo munafik. Harusnya lo rebut Dinda dari Davema. Lo sama Dinda, Davema sama gue. Jadi, lo nggak perlu jadiin dia fantasi, lo bisa miliki dia seutuhnya".

Vincent menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan pikiran Maria. "Lo sakit Mar,  sory banget, gue nggak segila itu".

"Ah, atau gini aja, lo hamilin gue".

Vincent membelalak, "SINTING! Pulang lo dari apartemen gue. Makin kesini, lo makin gila. Kita udah sepakat, kita cuma sama-sama saling memuaskan, nggak akan pernah sampai ke tahap hamil menghamili".

Maria berdecak, ia mematikan rokoknya yang masih sisa separuh. Dengan angkuhnya, ia mendekati Vincent lalu duduk di pangkuannya, mengelus dada bidang Vincent. "Kenapa? Lo tinggal keluarin cairan lo di dalam rahim gue, habis itu, gue hamil, dan gue tinggal jebak Davema. Atau, gue bikin Davema mabuk, gue kasih obat perangsang, biar kita bener-bener ngelakuin itu. Gimana?"

Vincent menggeleng, "sory Mar, gue nggak bisa, karena  selamanya, anak itu pasti jadi anak gue. Gue nggak mau, lo mending nyari donor seperma dari cowo lain aja, jangan gue".

Maria mendengus, "yaudah, tapi, puasin gue sekaran Vin, gue butuh elo, kepala gue pusing."

Vincent yang belum siap tiba-tiba mendapatkan ciuman rakus dari Maria. Dan, terjadilan kejadian itu. Vincent tidak bisa menolak, karena ia juga membutuhkan kepuasan, seperti halnya Maria yang juga membutuhkan nafkah batin.

Tapi, untuk menghamili istri dari sepupunya ini. Ia tidak akan pernah melakukan itu.

_______________

Maria memeluk tubuh Vincent, setelah kegiatan panas mereka, Maria masih ingin memeluk Vincent. Sejauh ini, hanya Vincent yang menjadi tempat keluh kesahnya. Dan, hanya dia yang mampu memuaskannya.

"Lo makin jago" puji Maria.

"Naluri cowok" sahut Vincent singkat.

"Lo ngelakuin sama siapa aja selain sama gue?"

"Bukan urusan lo Mar, urusan lo cuma muasin gue dan gue muasin elo".

Maria mengerucutkan bibirnya, "sama jalang?"

"Mending lo tidur, kalau lo nggak tidur, omongan lo makin aneh. Gue pusing dengernya".

"Gue kan cuma nanya".

"Kalau ada yang gratis kenapa gue harus beli jalang Mar, udah tidur yaa, atau lo masih kurang? Mau lagi?".

Maria mencubit pelan perut Vincent, "kamu masih kuat emang?"

Vincent mendengus, apa Maria pikir Vincent selemah itu? "Kuat, mau sampe pagi juga gue kuat, sampe lo gabisa jalan oke".

"Kalo sampe gue hamil?"

"Nggak, gue nggak mungkin ngehamilin istri sepupu gue sendiri".

"Tapi cuma lo yang bisa ngehamilin gue, karena gue cuma ngelakuin ini sama lo".

"Mar, lo bisa cari cowok yang lain, selain gue dan Davema."

Maria berdecak, "kalian sama-sama ngeselin".

"Udah lo tidur, gue juga mau tidur, besok gue kerja, ada meeting, gue nggak mau kesiangan".

Maria memilih diam, memejamkan mata memeluk Vincent. Diam-diam Vincent bernafas lega saat tidak lagi mendengar celotehan Maria yang agak diluar nalar. Agaknya, istri kedua Davema ini sangat sinting. Mengaku mencintai Davema tapi beberapa menit yang lalu berada dibawahnya, memanggilnya sayang dan sekarang memeluknya.

Memangnya ada cinta seperti ini? Cinta itu tulus, kalau tulus, tidak mungkin mencari kepuasan bentuk apapun dari orang lain. Bukankah benar begitu?

__________________
Jangan lupa vote dan komennya guys. Makasikk❤

Possesif Dema (Davema)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang