Davema terdiam menatap Dinda yang sudah terlihat terlelap beberapa menit yang lalu. Mata wanita itu terlihat sembab dan membengkak. Davema tersenyum pedih melihat pakaian Radja dalam pelukan Dinda.
Davema menghela nafas, bahkan ia tidak sadar jika dirinya menangis. Kali ini, jujur saja, ia merasa kehilangan, kehilangan darah dagingnya yang sangat ia sayangi.
Padahal, ia dan putranya baru bertemu sebentar, ia bahkan banyak melewatkan momen penting putranya. Davema duduk di hadapan istrinya yang terlelap, memandangi lekat-lekat wanita yang sudah ia sakiti berkali-kali.
Tapi, yang perlu kalian tahu, ia sangat mencintai Dinda. Dari dulu, sampai detik ini, perasaannya tetap sama. Tidak ada yang berubah, bahkan rasa cintanya semakin besar dan mengebu-ngebu.
Davema mengecup kening Dinda, mengusap rambut istrinya penuh sayang.
"Adinda, aku tidak suka tatapan Angga yang seperti itu" ujarnya lirih, ada perasaan cemburu dan marah saat ia melihat bagaimana Angga begitu memperhatikan istrinya.
Ia bukannya laki-laki bodoh yang tidak bisa melihat arti tatapan Angga kepada istrinya. Ia tahu betul, bagaimana sikap dan perlakuan laki-laki dalam mencintai seorang wanita.
Tapi, ia tidak tahu, entah sejak kapan Angga dan Dinda sedekat itu?
Apa saja yang tidak ia ketahui selama ini?
"Aku cemburu dan rasanya sakit" bisik Davema hampir tak terdengar. Lalu setelahnya, punggung laki-laki itu bergetar menangis sembari mengecup tangan istrinya, "Din, kamu boleh hukum aku dengan cara apapun karena aku memang gagal menjadi suami dan ayah untuk Radja, tapi jangan ini Din, aku nggak sanggup".
"Rasanya sakit, aku nggak akan sanggup melihat kamu mencintai laki-laki lain selain aku. Aku nggak bisa Din".
Davema menangis tergugu, tidak peduli jika Dinda akan terbangun, rasanya ia ingin menunjukkan kepada Dinda bagaimana ia teramat ketakuan ditinggalkan wanita itu. Ia begitu putus asa dan frustasi, ia sudah kehilangan putranya, ia tidak ingin Dinda juga pergi.
Beberapa menit kemudian, Dinda membuka mata, melihat sang suami yang tidur di lantai dengan posisi duduk dan berbantalkan tangannya. Ia juga dapat merasakan tangannya basah. Sebenarnya, sedari tadi ia tidak tidur, dan ia juga mendengar semua yang Davema katakan untuknya.
Dinda mencoba menarik tangannya, namun Davema buru-buru terbangun dengan mata memerah menatap istrinya. "Maaf, tangan kamu pegal ya? A-apa kamu butuh sesuatu?"
Dinda menggeleng, "tidur di ranjang mas, nanti kamu sakit".
Davema tersenyum tipis dengan hati berdebar, "boleh?"
Dinda mengangguk. Davema tersenyum cerah beralih ke atas ranjang dengan antusias. Ia merebahkan dirinya di samping Dinda.
"Ada yang ingin aku bicarakan mas".
Senyum Davema perlahan surut, pikirannya dipenuhi banyak hal-hal negatif, dan itu benar-benar membuatnya ketakutan setengah mati.
"Ini soal, aku dan Angga".
Davema merasakan hatinya berdenyut nyeri, terasa sesak, ia tidak ingin mendengar apapun, sungguh. Ia tidak ingin mendengar apapun soal Angga.
"Kami..."
"Nggak perlu Din, aku nggak mau tahu soal hubungan kalian, cukup kamu ada disini, jadi istri aku, aku sudah sangat bahagia".
Dinda mengernyitkan kening, "tapi......"
Davema mendekat, memeluk Dinda, mencoba mencari kedamaian ditengah ketakutan dan rasa sakitnya. "Aku baik-baik aja selama kamu disini Din, sama aku".
Din menarik nafas dalam-dalam, "tapi kamu harus tau mas, Angga berperan banyak dalam hidupku".
Davema memilih memejamkan mata, memeluk Dinda erat-erat dengan tangan mengepal.
"Selama aku pergi dari kamu, Angga yang melindungi aku, menemani aku cek kandungan, menuruti semua ngidamku, menemani aku melahirkan, mengadzani Radja, menggendong Radja, dan membantu mengurus bisnisku. Dia bahkan pernah mengantar aku melihat pernikahan kamu dan Maria" Dinda menggigit bibir bawahnya, perasaan terluka dan terpuruk yang selama ini terjadi kembali mencuat begitu saja. Namun, ia selalu berusaha tenang.
"Dia yang berusaha menghapus berita-berita perceraian kita, termasuk berita pernikahan kamu dengan Maria. Maafkan Angga ya mas. Angga melakukan itu karena saat itu aku sedang hamil dan aku pendarahan karena stress".
Davema menatap manik istrinya dengan perasaan bersalah dan terluka. Benarkan begitu? Kalau itu benar, rasanya ia ingin membunuh dirinya sendiri saja.
"Angga juga pernah nganterin aku liat kamu diem-diem karena aku ngidam ingin lihat kamu". Dinda tersenyum tipis, mengelus wajah Davema yang sudah menangis, lalu menghapus air mata Davema pelan.
"Angga itu...."
Davema menghentikan ucapan Dinda dengan mengecup dan melumat bibir istrinya dengan bahu bergetar dan menangis, "maaf sayang, aku sangat berdosa, maaf. Tapi, aku nggak suka kamu nyebut nama laki-laki lain selain aku" ujarnya penuh rasa cemburu.
"Itu yang aku rasain dulu saat kamu dengan Maria. Aku selalu peringatin kamu, Maria itu bermuka dua, playing victim, obsesi sama kamu, tapi kamu nggak percaya sama aku, kamu bilang aku itu anti sosial, nggak bisa bersosialisasi dengan baik, nggak bisa mengerti kamu dan Maria. Lalu kemudian aku mengijinkan kamu menikahi Maria dengan syarat kamu ceraikan aku, tapi kamu nggak melakukan itu".
"Lalu, kamu tetap menikahi Maria dan keluarga kamu menyebarkan berita perceraian kita. Aku kurang mengerti kamu seperti apa mas?"
Davema terdiam, menyadari kesalahannya yang begitu besar. Nampaknya, ia memang se-brengsek itu!
"Dan sekarang, aku kehilangan Radja karena kalian, kenapa kalian setega itu sama aku mas, kalian biarin Radja tenggelam di kolam renang, anak sekecil itu nggak bisa berang mas. Aku salah apa? Aku salah apa sama kamu dan keluarga kamu, kenapa kalian nggak pernah berhenti nyakitin aku mas? Kenapa?"
Dinda menatap mata Davema dalam-dalam, "kamu tahu kan mas siapa yang melakukan ini kepada anakku?"
Davema diam.
"Kamu harus tahu mas, aku nggak akan tinggal diam dengan semua ini."
Ya, sama seperti dirinya, Davema tidak akan tinggal diam. Mana mungkin ia membiatkan orang yang menjadi penyebab kematian putranya tidak menderita. Ia pastikan orang itu hancur.
_________________
Jangan lupa vote dan komennya yaa❤😢
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesif Dema (Davema)
RomanceDavema memandangi wanita cantik yang selama dua tahun ini pergi darinya, tidak ada yang berubah, wanita itu tetap cantik ah malah semakin cantik, anggun dan semakin luar biasa dalam karirnya. Sungguh! ia tidak akan pernah melepaskan, Adinda-wanita...