Dinda tersenyum tipis menyerahkan kado untuk Sara, "selamat ulang tahun Sara,"
"Makasi Din, ngomong-ngomong, kamu cantik banget astaga,"
Dinda tertawa kecil, sembari melirik Davema yang sedari tadi mengamatinya dari jauh. Lelaki itu, dari dulu selalu begitu. Suka mengamati dirinya.
"Dan, seksi banget," lanjut Sara sembari mengedipkan sebelah matanya dan tertawa pelan.
"Kamu juga cantik dan seksi, saya yakin habis ini, kamu pasti akan dilamar sama Wisma,"
Sara tersenyum malu-malu, "doain aja yaa".
Dinda mengangguk antusias, "pasti, doa yg terbaik untuk kamu Sar, saya ke sana dulu ya, saya haus".
Sara mengangguk, dan Dinda mulai berlalu menuju tempat duduk yang agak jauh dari keramaian. Jujur saja, ia kurang suka keramaian. Berada di tempat keremaian sungguh membuatnya menjadi pusing bukan main.
Dinda meremas dress hitamnya tatkala melihat Maria berada di samping Davema. Dadanya berdenyut nyeri, tidak perlu dijelaskan bagaimana perasaannya.
Rupanya, sampai detik ini, rasa sakit itu masih ada.
"Mau aku anter pulang?"
Dinda tersentak saat melihat sosok Angga yang tiba-tiba berada disampingnya. Menatap lurus ke arah Davema yang berbaur dengan yang lain, tentunya bersama dengan Maria.
"Kamu, kenapa bisa ada disini?"
Angga tersenyum tipis, "Sara teman kita, aku juga di undang, dan... aku rasa, aku yakin kamu datang. Dan, yahhh, kamu benar-benarang, jadi, aku juga datang untuk melihat keadaan kamu, bagaimana keadaan kamu?"
Dinda menatap kosong ke dinding "seperti yang kamu lihat".
Angga mengalihkan atensinya, mentap wanita cantik di depannya yang duduk dengan tatapan kosong. Angga menarik nafas dalam-dalam, perasaannya ikut sesak saat ini, ia cukup paham akan perasaan Dinda.
"Ayo pulang, aku anterin kamu. Din, kamu nggak perlu terlihat kuat".
Dinda tersenyum tipis menggeleng pelan, "bagaimana kabar usaha saya?".
Angga memijat pelipisnya, tidak habis pikir dengan wanita di depannya. "Semua aman, kamu jangan khawatir".
"Saya percaya kamu Angga, saya akan tetap pantau, tapi ngomong-ngomong, saya butuh nomor ponsel kamu, nomor kamu terhapus dari handfone saya."
"What? Terhapus apa dihapus?"
Dinda malas mengatakan ini, "Davema merestart handfhone saya,"
Sudah Angga duga, Davema benar-benar sinting, "udah aku duga, tapi, kamu nggak ganti nomor kan?"
"Nomor saya masih tetap yang dulu".
Angga mengangguk, "biar aku yang hubungi kamu nanti,"
"Terimakasih Angga".
"Mau minum? Aku ambilkan, kebetulan aku mau ambil minum juga".
Dinda menoleh, tersenyim tipis menatap Angga, "boleh".
Angga membalas senyuman Dinda, "oke, tunggu sebentar."
Dinda mengangguk, dan Angga segera berlalu mengambil minuman untuk Dinda dan dirinya. Sejujurnya, Angga cukup lega melihat Dinda baik-baik saja. Namun, ia sangat kesal saat Davema disana yang justru terlihat santai tanpa beban bersama Maria dan teman-teman lainnya.
Davema memicingkan matanya kala melihat Angga menyodorkan minuman kepada Dinda. Sejak kapan Angga sok dekat dengan istrinya. Dan, apa apaan itu, kenapa juga istrinya menerima minuman pemberian Angga.
Davema perlahan menyingkir, ia melangkah cepat mendekati Dinda dengan perasaan cemburu yang siap meledak-ledak. Belum sempat Dinda meminum minuman di tangannya, Davema buru-buru merampasnya dan meminumnya hingga tandas.
Dinda melongo, sejak kapan Davema berjalan ke sini. Angga tersenyum miring, dan Davema menatapnya tajam.
"Sudah lama tidak ketemu Dav" sapa Angga kalem, khas Angga sekali.
Davema tersenyum tipis meletakkan gelas kosong di meja dengan sedikit keras. "Iya, sudah lama".
Angga menyesap minumannya sembari melirik Dinda yang menatap dirinya dan Davema dengan tatapan mengerjap. Sangat menggemaskan!
"Kamu sendirian ke sini?" Tanya Angga basa-basi.
Davema menatap Dinda.
"Oh, lupa, kamu sama Maria yaa?" Kata Angga sok polos lalu berdeherhem pelan, "Ehem, sory, Din, mau aku ambilin minuman lagi?"
"Sejak kapan kalian deket?" Tanya Davema to the point.
Angga mengernyitkan kening, "sory Dav, kita temenan, apa salah kalau saya ambilin Dinda minum? Dan, lagi pula, kalau saya ambilin Dinda minum, apakah itu menandakan kalau saya sama Dinda dekat? Saya cuma menawarkan minum aja, soalnya saya lihat Dinda sendirian. Jadi saya kasian".
Dinda menghela nafas, drama apa lagi ini, astaga, "Dav, Angga, saya pamit, permisi," ujarnya lalu memilih pergi dari Davema dan Angga yang menatap kepergian Dinda.
Ia benar-benar malas mendengarkan celotehan Angga, Davema dan orang-orang lainnya. Dan, ia tidak punya energi untuk menghadapi orang-orang yang menatapnya penuh rasa iba. Apakah ia memang sebegitu menyedihkannya?
Ah, mungkin iya, ia memang menyedihkan.
"Kamu cemburu sama saya?" Angga melontarkan pertanyaannya saat Dinda mulai jauh.
Davema menghempaskan bokongnya di kursi bekas Dinda duduk, dan Angga ikut duduk di depan Davema.
"Maaf" ujar Davema lirih.
"No problem, tapi, rasanya aneh kalau kamu cemburu, Dinda mantan istri kamu, dan kamu sudah menikah dengan Maria. Apakah pantas lelaki bersuami cemburu dengan wanita lain?"
Davema menatap Angga tajam, apa katanya? Wanita lain? "Dinda istri saya, bukan orang lain".
Angga pura-pura bingung dengan raut wajah kalem dan polosnya, "wow, oh ya? Bukankah semua media menginformasikan jika kalian bercerai? Dan, sekarang kamu mengatakan Dinda istri kamu, kamu tidak sedang bermimpi?"
Davema menarik nafas dalam-dalam, "kami tidak pernah bercerai, itu hanya alibi keluarga saya".
Angga mengepalkan tangannya dibalik meja. Dadanya berdenyut nyeri, entah kenapa, ia juga merasakan sakit yang Dinda alami. Angga tertawa miris, "wow, saya terkejut dengan fakta ini".
Davema diam tidak merespon, ia tahu, semua orang pasti akan merespon demikian.
"Semoga keluarga kalian tidak menyesal sudah menyakiti Dinda Dav" ujar Angga lalu berdiri menepuk pelan pundak Davema.
Davema menunduk, jikalaupun penyesalan, orang yang paling menyesal adalah dirinya. Ia menyesal sudah menjadi laki-laki pengecut, dan menyakiti istrinya, sekaligus wanita yang sangat ia cintai.
_______________________
Jangan lupa vote dan komennya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesif Dema (Davema)
RomanceDavema memandangi wanita cantik yang selama dua tahun ini pergi darinya, tidak ada yang berubah, wanita itu tetap cantik ah malah semakin cantik, anggun dan semakin luar biasa dalam karirnya. Sungguh! ia tidak akan pernah melepaskan, Adinda-wanita...