"Ra, mau cari rekomendasi catering nikahan yang murah sekarang nggak?"
"Jangan gila, Kirana!"
"Lo yang gila! Oke, terus terus? Habis Bang Dio ngomong gitu, lo gimana?"
"Honestly, gue kaget. Kaget banyak, sumpah. Gugup banget. Dia cuma ketawa lihat gue ketar-ketir, terus setelah dipikir-pikir, selama ini gue nggak pernah menolak hadirnya dia yang secara tiba-tiba masuk ke hidup gue. Omongannya ngalor-ngidul nggak jelas juga gue tanggapin."
"Pesona lelaki humoris memang beda, Ra. Spektakuler! Mantan lo yang gengsinya segede alaihim gambreng itu jelas keok kalau disandingkan sama Bang Dio." Kiran menjawab dengan dramatis. "Yah, meskipun harus ngalamin fotonya diposting pakai lagu Wali aja, sih."
Feira dan perempuan di depannya tertawa sembari menyuapkan sendokan terakhir dari sarapan yang sedang keduanya makan sekarang. "Dia tuh... absurd banget. Banget! Yang sialnya tingkah-tingkah anehnya itu bikin gue seneng."
Dua potong telur dadar dengan saus tomat dan ini pukul setengah tujuh pagi, mereka membicarakan kejadian tempo hari ketika Feira dan Dio pergi berdua, berakhir dengan percakapan yang sama sekali tak ia duga; Dio ingin mengetahui lebih banyak tentang perempuan itu.
"Well, selama dia nggak aneh-aneh sama lo, ini awal yang super keren. Selamat deh, ya. Nggak heran kalau lo lebih betah di sini daripada di kosan. Good luck festival nya, sahabatku." Feira tertawa selagi Kiran memasukkan botol minumnya ke dalam tas. Ia tidak bisa datang ke festival yang akan digelar sore nanti, jadi, sebagai sahabat yang berbakti dan sangat peduli itu membela-belakan bangun pagi untuk datang ke venue dan sarapan bersama Feira. Kiran terganggu dengan kebiasaan sahabatnya yang terlalu sering melewatkan sarapan. Keduanya mengobrol jauh dari tempat di mana teman-temannya yang lain berada, jelas. Sudah cukup Feira diledek perihal kekonyolan yang Dio perbuat kemarin. (Yang sebenarnya lumayan menggelitik perut jika Feira mengingat hal itu).
"Feira Ananta, nanti siang jangan telat makan. Enjoy, jangan dibawa pusing—meskipun gue ragu lo bakal pusing karena udah ada Dio gila itu yang jelas bikin lo nyaman ada di sini. Apapun itu, stay hydrated, oke?"
Feira tersenyum lebar-lebar. "Laksanakan!"
***
Sejauh ini, festival berjalan dengan lancar. Kecuali tenda di salah satu tenant yang tiangnya tiba-tiba tidak berfungsi, tetapi sudah diatasi dengan cepat oleh tim koordinasi lapangan. Dio memandang ke atas, semburat lembayung senja yang oranye menyelimuti bumi, dekorasi-dekorasi festival yang tergantung bergerak dan bergemerisik oleh angin. Semua hal berpihak padanya bak euforia inilah yang patut ia dan teman-temannya dapatkan setelah bekerja sangat keras selama beberapa bulan ke belakang.
Keringat bercucuran di sekujur tubuh mereka, hasil dari mondar-mandir kesana kemari dengan jarak yang tentu saja tidak dekat. Untungnya, acara akan selesai beberapa jam lagi. Untuk Dio, bagian paling menarik dari rangkaian acara festival ini adalah ia yang akhirnya mendapatkan momen untuk berfoto dengan 'benar' bersama Feira, laki-laki itu sudah berjanji ia tidak akan mengunggahnya dengan cara yang konyol lagi.
Mungkin akan Dio cetak dengan ukuran yang besar lalu ia pajang di rumah untuk dipamerkan pada Arsenio dan Papi saja supaya mereka tahu bahwa ada seseorang secantik Feira Ananta yang sedang berusaha ia ambil hatinya. Bercanda. (Meskipun itu adalah hal yang berpotensial untuk Dio lakukan).
"Lo apain Kak Rara sampe dia betah sama kelakuan lo yang sama sekali nggak mencerminkan tiap butir Pancasila itu?" Jeff mencibir selagi mereka beristirahat. Waktu luang yang tidak sampai lima belas menit ini mereka anggap sebagai waktu untuk rehat sejenak, mengobrol sambil berdiri dan menyilangkan tangan di dada sembari terus mendengarkan arahan melalui walkie-talkie yang tersambung ke in-ear keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sticky Notes: Past Midnight Cupcakes
FanfictionBegitulah kami datang dari pendekatan paling tidak masuk akal satu dunia, kardus-kardus dekorasi yang membisu di sudut ruangan (jangan pernah beri tahu semua orang bahwa ruangan itu adalah sekretariat organisasi karena Dio malu untuk mengakui bahwa...