Hidupnya terasa dimulai lagi dari nol.
Ada secercah kelegaan yang Feira rasakan di dalam hatinya ketika pembubaran panitia acara dilakukan seminggu lalu. Akhirnya ia lepas dari belenggu memuakkan yang mengharuskannya berdiam diri di kampus dari pagi sampai malam dan merasa menjadi orang paling sibuk sedunia. Tentu saja, Kiran lah orang pertama yang mengajaknya pergi keluar hari ini. Awalnya Kiran sedikit ragu karena ia yakin agenda jalan-jalannya akan membosankan sebab Feira mengajaknya ke sebuah toko bunga, namun ternyata tidak!
Keduanya sibuk dengan sepotong tiramisu yang terhidang di atas meja, mereka pergi ke tempat lucu; sebuah toko bunga sekaligus tempat makan kue. Jelas tempat yang cocok untuk sepasang sahabat tersebut sebab makanan manis adalah Surga bagi Kiran sebagaimana Feira menyanjung aneka ragam bunga yang kerap ia beli. Tempat itu bernama Amethyst Florist. Terletak di pinggir jalan, di bawah pohon rindang, dengan nuansa tempat yang begitu nyaman dipandang, berwarna putih tulang dengan aksen hijau tua, bunga bertebaran di tiap sudut dengan kue-kue manis yang berjajar rapi di etalase. Siapapun yang melihatnya pasti setuju bahwa keseluruhan tampilan dari tempat ini sangat indah.
Setelah merasa bosan dengan bunga, kue, dan apapun yang menurut mereka dapat memanjakan mata, keduanya sepakat keluar dari tempat itu. Seorang pegawai toko tersenyum lebar kepada mereka tepat saat keduanya melangkahkan kaki dari sana. Hujan baru saja reda, bau tanah yang menyeruak sedikit menyejukkan hati Feira, mereka berdua berjalan berdampingan menuju halte bus.
"Udah puas? Pulang nih kita?"
Kiran merengut ketika sahabatnya bertanya seperti itu. "Terdengar kayak selama ini gue tantrum karena pengen main sama lo dan akhirnya kesampaian."
"Ya memang!" Feira terkekeh. "Seriously, mau balik? Soalnya kayak... kita jarang banget kayak gini, dan besok hari Senin. The absolute hell is coming."
"Menurut lo kenapa kita jadi jarang banget kayak gini? Ya karena lo sibuk mengabdi sama divisi PDD lo itu, lah!" balas Kiran tak mau kalah, perempuan di sebelahnya cengengesan sembari menunjukkan wajah yang tak merasa berdosa.
Setelah menempuh jarak yang tak terlalu jauh, mereka sampai di halte, dan tak ada siapapun di sana. Perlu menunggu sekitar lima belas menit sebelum jadwal bus selanjutnya datang, mereka duduk sembari menyaksikan tetesan sisa air hujan di atap halte jatuh ke tanah.
Kiran merapatkan jaketnya. "Sebenernya masih ada tempat yang pengen gue datengin, tapi tempatnya kayaknya jauh dari sini, better next time, deh."
"Oh ya! Gue pernah lihat juga rekomendasi tempat untuk ngelukis bareng gitu, lucu deh. Kapan-kapan yuk, Ra? Lo pasti suka deh. But don't compete with me! Lo tahu temen lo yang sama sekali nggak artistik ini nggak jago gambar, dan jari gue kaku tiap gue megang kuas."
Feira tersenyum lebar, matanya berbinar ketika ia mendengar kalimat-kalimat itu dari mulut Kiran. Satu hal yang membuatnya hangat hari ini. "Oke, gue catat baik-baik di dalam pikiran gue. Selama gue nggak sibuk, I'll try to fulfill everything you have said."
"Gue senang mendengar keinginan-keinginan orang lain." Lanjut perempuan itu.
Terperangah Kiran dibuatnya, ia heran Feira sungguhan mau melakukan hal itu bersamanya padahal biasanya ia selalu berdalih apapun yang membuat keduanya tak pergi kemanapun dan berakhir mereka hanya memakan mi instan dan menonton film di kamar kosnya saja. Mendekam seperti manusia-manusia tak bersemangat hidup.
"Idih, tumben."
"Kenapa? Kaget gue sethoughtful itu?"
"Najis!"
Feira tertawa. "Keep talking about what you want to do to me, Kir."
"Tell me you did not feel guilty because you have been busy with your other friends and dumped me for the past two months?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sticky Notes: Past Midnight Cupcakes
Fiksi PenggemarBegitulah kami datang dari pendekatan paling tidak masuk akal satu dunia, kardus-kardus dekorasi yang membisu di sudut ruangan (jangan pernah beri tahu semua orang bahwa ruangan itu adalah sekretariat organisasi karena Dio malu untuk mengakui bahwa...