DIO
Satu dari jutaan hal yang mungkin nggak akan pernah gue lupakan di dalam hidup mungkin bertemu dengan perempuan sederhana dengan kebesaran hati yang luar biasa. Bagaimana hadirnya selalu membuat gue kewalahan karena begitu banyak euforia yang meledak ketika gue bersanding dengan dia, serta masih banyak hal sepele lain yang herannya sukses membuat gue jatuh, sejatuh-jatuhnya, untuk si pemilik nama Feira Ananta. Harapan kecil mengenai hidupnya selalu gue idam-idamkan. Sucikan jalan-jalan yang menjadi pijakannya, bersihkan tangan yang memegang erat angan-angannya. Bibir gue tidak pernah beristirahat untuk diam-diam mengucapkan harapan itu di tengah malam sepi setiap kali gue teringat tentangnya.
Melalui banyak hal bersama cukup membuat gue yakin bahwa kedatangannya merupakan kabar yang begitu baik untuk gue. Rara yang selalu mengomel karena gue kerap meminum kopi, atau selalu antusias ketika melihat gue bermain drum, kebiasannya, kesukaannya, sudah terlampau melekat di otak gue. Keputusan gue untuk melibatkan diri kedalam hidupnya tidak pernah keliru. Bahkan untuk semua pertikaian kecil yang pernah kami hadapi, gue sama sekali tidak menyesal karena pernah mengenalnya.
Venue festival, sticky notes, serta belasan hal lainnya yang menjadi saksi perjalanan kami menjadi sangat lucu jika diingat bahwa gue dan dia begitu picisan dahulu. Klise, namun menyenangkan, karena kami membuat cerita versi diri kami sendiri tanpa harus melibatkan banyak orang didalamnya. I saw her breathtaking gaze in the middle of crumpled feelings of me. Seakan selalu ada tempat bagi gue untuk pulang ketika gue ada bersamanya.
***
RARA
Hari berganti minggu, bulan, sampai tahun, hingga gue sudah tidak bisa menghitung ini hari ke berapa gue mengenal seorang Ardio Narendra, eksistensi yang gila-gilaannya membuat hidup gue berubah hampir sepenuhnya. Petikan gitar sore hari disertai gelak tawa yang memenuhi penghujung waktu kami, banyak hal tercetak jelas di dalam kepala gue tentang Dio, terlebih, ketulusan hatinya. Selalu berharap pada Dio untuk terus melangkah bahkan di tengah derap langkah gontai, atau kala terjaga dari mimpi buruk di malam suram kerap gue lakukan. Sebagai imbalan karena telah membuat gue begitu berpijar untuk hidup gue sendiri.
Kehadirannya selalu gue anggap sebagai kupon keberuntungan yang tak pernah hangus. Dio dengan segala hal unik yang datang bersamanya, satu-satunya yang kerap gue datangi ketika dunia dan seisinya membuat gue jungkir balik dalam satu waktu. Meski kami seringkali melalui waktu yang kurang baik, namun semuanya lagi-lagi tertuju padanya, pada peluknya, pada Ardio Narendra.
Gue belajar dengannya untuk terus memijakkan diri di tempat yang pijarnya tak bosan-bosan menyinari jalan menuju angan kami berdua. He is truly feel like home. Selalu merasa pulang meski gue jauh dari rumah.
Thousand days has passed, and we will never stop counting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sticky Notes: Past Midnight Cupcakes
FanfictionBegitulah kami datang dari pendekatan paling tidak masuk akal satu dunia, kardus-kardus dekorasi yang membisu di sudut ruangan (jangan pernah beri tahu semua orang bahwa ruangan itu adalah sekretariat organisasi karena Dio malu untuk mengakui bahwa...