13. Perkara Picisan Cinta

13 2 0
                                    

Melangkahkan kakinya keluar dari minimarket, tangan Feira menggenggam sebuah permen dan sosis bakar yang siap ia makan. Ramainya antrian tempat yang biasa ia kunjungi sepulang kelas untuk makan siang membuat perempuan itu enggan pergi ke sana, sosis yang ia pegang, semoga saja, dapat mengganjal perutnya setidaknya sampai sore nanti. Matahari bersinar tidak terlalu terik, membuat siapapun nyaman untuk berjalan kaki siang ini. Ah, betapa bahagianya berimajinasi tinggal di suatu negara non-tropis dengan akses berjalan kaki yang sangat layak.

Namun jangan bertanya mengenai keadaan hatinya, sebab semua masih sama sejak tiga hari yang lalu; kain hitam yang terasa membungkus dan membuatnya sesak. Ia perlahan menerima validasi perasaannya, bahwa, tujuh puluh persen sumber kesedihannya disebabkan oleh Dio. Bukan angka yang kecil, dan ia akui itu gila. Ia tak habis pikir dengan ketidakmauannya mencari tahu tentang Dio lebih lanjut, namun ia membiarkan perasaan sepi dan tidak nyaman menelannya bulat-bulat. Mengenaskan. Kiran lah yang menjadi korban karena hampir setiap hari sahabat satu-satunya itu dibuatnya geram.

Dulu, bengisnya dunia dan semua realita di dalamnya membuat perempuan itu menganggap bahwa berduka karena cinta adalah hal menggelikan yang tak seharusnya menjadi pilu yang berkepanjangan, sampai ia sadar bahwa memang sungguhan ada segelintir orang yang mengalami perasaan sukaria karena jatuh cinta, yang asmaranya masih meledak-ledak bahkan hingga usia senja. Bahwa cinta tak akan pernah lepas keterikatannya dengan manusia.

Ia masih banyak belajar mengenai bagaimana dunia berputar, yet still, she find it complicated that she has to find the joy in every little thing that she had left to make her feel alive.

Feira membiarkan kemanapun kakinya berjalan tanpa memikirkan apa-apa, jalan menuju kosnya sudah terlewati. Setelah gigitan sosis terakhirnya lahap ia makan, ia memasukkan sampah plastiknya ke dalam tasnya karena tidak menemukan tempat sampah terdekat. Kakinya masih melangkah tanpa tujuan, perempuan itu sudah beberapa kali melakukan hal ini sendirian, semena-mena hanya untuk membunuh perasaan sepi yang akan mengikat dirinya apabila ia hanya mendekam di kamar tanpa melakukan apa-apa.

Pilihannya akhirnya terjatuh ke sebuah bangunan kecil di ujung jalan, terlihat sangat tua dan antik, namun sangat bersih. Kaca besar di bagian depannya bertuliskan 'Kopi Tiga Pagi', ketika Feira masuk, bel gantung yang terletak tepat di atas pintu berbunyi dan membuat seorang lelaki yang berada di dalamnya refleks menoleh ke arahnya. Ia sedang menelpon seseorang ketika Feira masuk, lantas ia menunjukkan gestur tangan untuk memberi tahu perempuan itu untuk menunggu sebentar, Feira tersenyum dan mengangguk.

Lantas ia melihat-lihat seisi bangunan yang besarnya tidak seberapa itu, lalu ia menyadari bahwa ini bukan coffee shop seperti biasanya, lelaki tadi bukanlah barista, hanya pelayan biasa. Di etalase terjajar bermacam-macam bubuk kopi, dengan pengetahuannya yang nol besar mengenai kopi, ia menganggap ini menarik.

"Alright, satu aja? Nggak mau gue anterin aja nanti?" Pelayan tadi masih berbicara di telepon. "Okay kalau gitu, kabarin aja kalau nanti sore Abang jadi ke sini, soalnya gue mau tutup lebih cepat."

"Just have some other business to do, tapi kalau nanti Eyang kesini, masih buka kok."

"Iya, iya. Oke. Udah dulu ya, ada yang beli. Bye."

Ia memutus panggilannya secara sepihak, menyimpan ponselnya ke atas meja lalu menghampiri Feira untuk dilayani. Keduanya terpisah oleh etalase dan meja panjang. Ketika ia bertanya jenis kopi apa yang Feira inginkan, perempuan itu mematung kikuk karena tak tahu harus menjawab apa.

"Jujur, I have zero knowledge about coffee, but I just like it so much."

Laki-laki itu tersenyum—membuat Feira sedikit lega karena tandanya ia tak perlu mengkhawatirkan pelayanan toko ini—seakan ia sudah terbiasa menangani banyak pelanggan sejenisnya. "Preferensi rasa kopi yang Kakak suka kayak gimana?"

Sticky Notes: Past Midnight CupcakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang