Jungkook memutus ciumannya dan menatap mata Taehyung dengan sendu.
"Maafkan aku, Taehyung."
Mengecup kening Taehyung dan kemudian berlalu, meninggalkan Taehyung begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa.
"Apa kamu menyesalinya, Kak?"
Taehyung meremas dadanya. Ada perasaan senang dan kecewa yang melingkupi hatinya. Ia senang karena mungkin Jungkook juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tapi ia juga kecewa, ia gagal menjaga hatinya dan setelah ini, ia harus siap untuk terluka.
"Kenapa, Tuhan? Kenapa aku harus jatuh cinta dengan kakak iparku sendiri? Apa yang harus aku lakukan?"
Setetes air mata jatuh begitu saja, hatinya terasa sesak.
"Apakah setelah ini aku sanggup melihat mereka bermesraan di hadapanku? Tapi apa hakku? Mereka adalah pasangan yang sah. Sedangkan aku?"
Hatinya semakin terasa pilu. Ia tahu jika apa yang ia rasakan adalah sebuah kejahatan. Ia sudah menjadi duri dalam rumah tangga kakaknya sendiri. Bahkan ia tidak bisa membayangkan bagaimana kakaknya nanti akan terluka dan kecewa kepadanya jika tahu apa yang sudah ia lakukan bersama kakak iparnya.
"Maafkan aku, Kak. Maafkan aku."
***
Jungkook menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Bayangan bagaimana ia melumat bibir Taehyung dan berbagi saliva dengannya muncul begitu saja di otaknya. Bahkan rasa manis dari bibir Taehyung masih dapat ia rasa."Apa yang sudah aku lakukan?"
Jungkook menutup mata. Ada rasa bersalah yang hinggap di hatinya. Ia merasa khianat, ia sudah melanggar janji cinta yang sudah ia buat bersama istrinya.
"Maafkan aku, Jennie. Aku bahkan tidak dapat menjaga hatiku sendiri."
***
Jennie menutup tokonya dengan perasaan senang. Setelah hampir tiga jam berkutat dengan nota dan laporan, akhirnya ia bisa pulang. Ia sudah merindukan berkumpul bersama Yura dan juga suaminya."Jennie?"
Jennie berbalik saat mendengar seseorang memanggil namanya.
"Kenapa kesini? Toko sudah tutup." Jennie menyimpan kunci tokonya ke dalam tas dan berniat berlalu meninggalkan lelaki itu.
"Jennie, tunggu!" Lelaki itu meraih lengan Jennie dan menahannya.
"Ada apa lagi?" Tanyanya jengah.
"Aku merindukanmu." Lelaki itu dengan cepat menarik tubuh Jennie ke dalam pelukannya.
"Lepaskan aku!" Jennie berusaha melepas pelukan itu, tapi tidak bisa. Lelaki itu malah mempererat dekapannya.
"Selama ini aku sudah menahan diri. Tolong kali ini saja, biarkan seperti ini."
Jennie pun mengalah, ia membiarkan lelaki itu memeluk tubuhnya dengan erat.
Pelukan terlepas, ia menatap wajah Jennie dengan tatapan sendu. Ada kerinduan dan penyesalan yang memenuhi relung hatinya. Ia ingin menebusnya, tapi ia tidak tahu cara apa yang bisa dilakukannya.
"Apa aku sudah boleh pergi?" Tanya Jennie dingin.
"Apa kamu begitu membenciku? Tak bisakah kamu memaafkanku dan memberiku kesempatan ke dua?"
Jennie menghela napas. Sakit dan amarah yang sudah susah payah ia lupakan, kini kembali muncul. Ia sungguh tidak suka dan membenci perasaan ini.
"Biarkan aku pergi."