Bab 8 (revisi)

16.9K 782 4
                                    

Bel istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu, tetapi Liana masih betah duduk di bangkunya dengan ditemani oleh Valen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu, tetapi Liana masih betah duduk di bangkunya dengan ditemani oleh Valen.

Melihat Liana yang hanya diam sambil menatap papan tulis dengan pandangan kosong pun Valen berinisiatif bertanya. “Li, lo nggak ke kantin?”

Liana tak mendengarkan pertanyaan dari Valen, yang merasuki pikirannya saat ini hanyalah kejadian tadi pagi. Apalagi dengan sikap Axton yang sangat jauh berbeda dari deskripsi cerita novel “Love You, Naya”.
Axton kenapa dah bersikap manis sama aku? Bukannya baper malah terkesan ngeri akunya, anjir. Gimana, nih, kalau alur novel berubah? Batin Liana sedikit khawatir akan nasibnya ke depan.

Jujur Liana dibuat bingung dengan alur cerita yang sudah melenceng jauh, otaknya juga bercabang memikirkan jiwa pemilik tubuh yang sampai sekarang tak memberikan ingatannya sedikitpun. Bagaimana ia akan bertindak jika tidak ada ingatan sama sekali? Liana mengacak-acak rambutnya dengan kasar, ia menampilkan raut wajah yang tampak frustasi karena keadaan sekarang.

Valen yang melihat tingkah Liana dibuat heran. Hatinya bertanya-tanya, apa masalah yang dihadapi sebesar itu? Sampai-sampai membuat teman barunya frustasi.

Tepukan di lengan kirinya membuat Liana tersadar bahwa dia tak sendirian di kelas, masih teman sebangku sekaligus sahabatnya.

“Lo kenapa, Li?” tanya Valen dengan tatapan khawatir.

“Cuma ada sedikit masalah. Tapi it's okay, aku masih bisa ngatasin, kok,” jelas Liana dengan senyum manisnya agar tak mengundang perasaan curiga dari Valen, sahabatnya.

Valen menghela nafas pelan. “Yaudah kalau gitu, lo mau ikut gue ke kantin nggak?”

Liana menggeleng pelan. “Aku udah bawa bekal,” jawabnya sambil menunjukkan kotak bekalnya.

“Kalau gitu gue ke kantin dulu, ya. Mumpung bel masuk belum bunyi,” pamit Valen.

Liana mengacungkan jempol sebagai balasan. Setelah Valen meninggalkannya sendirian di dalam kelas, ia membuka kotak bekalnya. Liana mulai memakan bekalnya dengan tak berselera karena pikirannya masih bertanya-tanya dengan alur novel.

Tak lama kemudian, Liana melihat banyak siswa berlari-lari melewati koridor depan kelasnya. Ada apa ini? Apakah ada pengumuman untuk berkumpul? Karena rasa penasarannya tinggi, Liana keluar kelas dan mencegat seorang siswa untuk bertanya.

“Eh, tunggu! Ini ada apa, ya?” tanya Liana.

“Itu … Kak Nata lagi ribut sama adek kelas,” jawab siswa itu yang bernama Rina.

“Adek kelas?” beo Liana dengan dahi mengerut, orang mana yang berani mencari masalah dengan Ginata yang dijuluki Queen Bullying itu?

“Iya. Gue denger, sih, namanya Naya kalau nggak salah. Cewek yang berangkat sekolah bareng Brayan tadi pagi,” jelas Rina.

Mendengar penjelasan Rina membuat Liana menganggukkan kepalanya, tak lupa memberikan ucapan terima kasih kepada gadis itu karena telah memberitahu.

Naya? Dia buat masalah sama Kak Nata? Kok berani banget, sih, tuh bocah? Tadi pagi sama Axton, sekarang sama antagonis wanita. Batin Liana merasa heran.

I'M FIGURAN! YESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang