Tangan Zafran sudah terikat di depan tanpa mengenakan atasan dengan papa—Rean—yang berdiri di hadapan Zafran. Tak ada yang bisa Zafran lakukan selain menerima hukuman apa yang akan diberikan kepadanya.
"Dua hari ini kamu sudah melakukan kesalahan, Zafran."
"Pertama, kamu membiarkan adikmu memakan makanan tak sehat itu. Kedua, kamu membuat adikmu menunggu selama 15 menit di depan gerbang. Kira-kira hukuman apa yang pantas untuk menanggung 2 kesalahanmu itu?"
Zafran diam tak menjawab pertanyaan dari Rean. Zafran tak tahu hukuman apa yang pantas untuk kesalahannya. Zafran tahu jika itu memang salahnya, bahkan sangat sadar.
"Cambuk?"
Zafran menahan napasnya saat mendengar kata itu. Kenapa cambuk menjadi hukuman langganannya. Tidakkah ada hukuman lain untuknya.
"Dua hari tanpa makan saja, Papa," ucapnya tanpa berani menatap Rean
"Tidak bisa, Zafran. Papa tau hari Senin kamu dan Vardhan ada ujian semester."
Skak
Zafran lupa jika Senin akan ada ujian. Bagaimana bisa ia melupakan hal itu. Sepertinya Zafran harus lebih rajin mengecek jadwal sekolahnya. Kesibukannya benar-benar membuatnya lupa untuk mengecek jadwal sekolahnya.
"Hitung hingga seratus, setelah itu kamu bantu bereskan semua kesalahan dalam berkas yang diperbuat oleh Adnan."
Dan kesalahan itu akan di perbaiki setelah Zafran menjalankan hukumannya.
Suara cambukan sudah memenuhi ruangan kedap suara itu. Suara itu terdengar nyaring, namun tak pernah terdengar hingga luar ruangan sehingga tak ada satu pun orang yang bisa menolongnya dalam hukuman Rean. Padahal sedari dulu Zafran selalu berharap jika ada saudaranya yang datang menolongnya dari hukuman Rean.
"Se-seratus," ucapnya sembari menahan sakit yang luar biasa pada punggungnya
Rean melemparkan cambuk ke sembarang arah dan membuka ikatannya pada tangan Zafran.
"Maaf jika kamu merasakan sakit, Zafran. Tapi ini semua sebagai pembelajaran agar kamu tak terus mengulangi kesalahan yang sama, kamu paham kan?"
Zafran mengangguk dengan bibir bawah yang ia gigit agar ringisannya tak keluar. Jika saja ia tak menahan ringisan tersebut, Rean akan menambah hukumannya dan cambukan yang ia terima pasti dua kali lipat lebih banyak.
Rean mengambil kotak P3K untuk mengobati Zafran. Rean duduk di belakang Zafran dan mengobati lukanya.
Rasa perih menjalar di sepanjang luka yang tersentuh dengan kapas yang sudah di baluri dengan sedikit alkohol. Zafran menutup matanya saat rasa perih itu semakin terasa perih karena Rean sengaja menekan luka tersebut.
"Masih berani mengulangi kesalahan yang sama hm."
"Enggak, Pa."
Selesai luka Zafran di obati, Rean memberikan kaos milik Zafran yang tersampir di salah satu kursi di sana. Rean juga langsung memberikan berkas yang harus di perbaiki oleh Zafran.
"Papa tunggu besok pagi, harus selesai dan Papa tidak terima alasan apapun," pergi
Zafran mengangguk seraya mengenakan kembali kaos miliknya dan perlahan berdiri dengan rasa perih yang luar biasa. Dengan salah satu tangan memegang berkas, Zafran berjalan keluar seraya berpegang pada apapun yang bisa ia pegang. Saat ini ia harus menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Ingat bukan jika ruangan itu berada di lantai paling bawah? Berapa anak tangga yang harus Zafran naiki untuk tiba di kamarnya, belum lagi ia harus melewati ruang tengah.
Kini Zafran sudah berada di ruang tengah dengan berkas yang ia sembunyikan di balik bajunya. Tak mungkin ia memperlihatkan berkas itu, bisa-bisa keenam saudaranya mengetahui apa yang akan ia kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Happiness || ZCL & DREAM
FanfictionZafran hanya ingin tahu apa itu definisi dari kebahagiaan. Dirinya yang malah memiliki mindset bahwa kebahagiaan dalam hidupnya adalah bisa menjaga dan membahagiakan keenam saudaranya yang tak mengerti apapun tentang dirinya. Zafran yang selalu men...