Happiness - 06

588 102 25
                                    

Saat ini Adnan sedang mengemudikan mobilnya setelah sebelumnya mengurus bisnis kecilnya yang mendapat tawaran kerja sama dalam skala besar. Suatu pencapaian bagus untuknya yang selama ini bekerja hanya dengan melanjutkan saja.

Dengan hati gembira, Adnan membelokkan kemudinya menuju sebuah toko di mana toko tersebut menjual berbagai rasa puding dan kue. Mungkin memberikan keenam adiknya kesukaan mereka tidak buruk juga, pikirnya.

Ah... berbicara soal mobil sebenarnya mobil yang di kendarai Adnan dan saudaranya itu merupakan hadiah dari paman mereka. Adnan juga tidak tahu apa motif pamannya memberikan mereka mobil dan motor untuk Zafran, tapi yang pasti Adnan tidak mau berpikir negatif.

Adnan ingat jika ponselnya tadi mati karena kehabisan daya. Adnan mencharger ponselnya melalui powerbank dan menyalakannya setelah beberapa menit daya terisi. Banyak sekali notifikasi saat ponselnya sudah menyala.

"Vardhan?"

Adnan menelepon kembali ke nomor Vardhan tetapi tidak bisa tersambung.

Adnan menaruh kembali ponselnya dan fokus ke jalanan. Hari ini jalanan masih macet padahal hari hampir gelap. Bahkan beberapa kali Adnan mengerem mendadak karena para pengendara yang tidak sabaran ingin segera tiba ke rumah.

Adnan tiba di pekarangan rumah saat matahari benar-benar sudah tenggelam. Hal pertama yang di lihatnya adalah pintu rumah yang terbuka lebar. Dengan tentengan di tangan kiri dan kanannya Adnan memasuki rumah yang tampak kacau.

"Keributan apa lagi ini?"

Adnan memanggil satu persatu nama adiknya tetapi tidak ada sahutan. Adnan juga melihat jika tidak ada satupun kendaraan di garasi maupun pekarangan rumah mereka. Di saat ini Adnan masih mencoba untuk berpikiran positif jika mungkin adik-adiknya sedang melakukan sesuatu. Namun, pikiran itu harus hilang saat mendapati kamarnya yang kacau balau.

Adnan baru sadar bahwa ada darah mengering di lantai dan mulai mendial lagi nomor Vardhan, tetapi masih tidak bisa di hubungi. Lalu Adnan beralih mendial nomor Arzan hingga beberapa saat baru terangkat.

"Ge, di mana? Kok rumah berantakan gini? Ini juga ada darah, kalian gapapa, kan?"

"Bang, gua shareloc dan jangan banyak tanya, langsung susul!"

Setelah telepon dimatikan sepihak oleh Arzan, Adnan langsung bergegas menuju tempat yang di shareloc oleh Arzan.


─────────⊹⊱✫⊰⊹─────────


"Itu tadi abang?"

"Iya," memasukkan ponselnya ke saku celana

"Ge, kalau sampai 1 jam lagi Zafran belum sadar—"

"Gua tau, Kak. Apa yang bisa kita lakuin selain ikhlas?" Menatap kosong ke arah ruang ICU

"Ge, gua takut."

Di depan ruang ICU hanya ada Arzan dan Liam karena Ghauts dan Danesh sedang menunggu Vardhan di ruang rawatnya.

"Ge, menurut lo apa yang harus kita lakuin?"

"Darah dibalas darah, nyawa dibalas nyawa!"

Arzan langsung pergi setelah mendapat pesan jika Adnan sudah tiba di parkiran rumah sakit. Sebelum itu Arzan harus melewati ruang rawat Vardhan terlebih dahulu.

"Ge, mau kemana?" Tanya Ghauts yang keluar dari ruang rawat

"Parkiran. Vardhan gimana? Udah sadar?"

Find Happiness || ZCL & DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang