Happiness - 05

591 104 37
                                    

Kondisi di rumah yang dibeli Adnan saat ini jauh dari kata kondusif. Bagaimana tidak, Arzan sekarang berdiri dengan beberapa lebam yang ia terima karena menghalangi Rean menyeret Zafran untuk kembali ke rumah keluarga Pradipta. Terutama kondisi Zafran yang juga sudah kembali babak belur akibat di hajar habis-habisan oleh Rean di hadapan Arzan bahkan Rean juga menyeretnya dengan kasar tanpa memedulikan banyaknya pecahan kaca di dalam kamar. Hera hanya diam seolah-olah tidak terjadi apa-apa padahal ibu tujuh anak itu bilang kalau dirinya ingin berubah. Kondisi Vardhan juga sama buruknya, sesak napasnya kambuh sehingga hanya bisa menatap kembaran dan kakak keduanya yang di hajar oleh Rean.

"Kamu diam atau Papa akan membuat Zafran semakin terluka?"

"Papa benar-benar udah gila!"

"Papa hanya ingin Zafran jadi anak yang berguna dan bisa melindungi kalian."

"Bahkan iblis pun masih terlalu suci untuk menggambarkan Papa!"

Rean terkekeh ringan mendengar penuturan Arzan. Lalu dengan tidak berperasaannya, Rean menghantamkan kepala Zafran ke lantai tepat di hadapan Arzan. Darah merembes dan mulai menggenang di lantai membuat Zafran tidak bisa lagi menahan kesadarannya.

Pupil mata Arzan bergetar, bahkan Vardhan langsung meraung tanpa memedulikan sesak napas yang di alaminya.

"Mas, tolong cepet datang, Mas," harapnya

Sepertinya memang benar apa kata orang, doa orang yang teraniaya akan cepat terkabul. Buktinya setelah berharap seperti itu, Danesh benar-benar datang dengan membuka pintu secara kasar bahkan menimbulkan suara yang begitu nyaring tanpa memedulikan engsel pintu yang akan terlepas.

Danesh mematung saat melihat Zafran tergeletak dengan darah yang mengalir dan kondisi Arzan serta Vardhan yang terlihat buruk. Tangannya terkepal hingga buku jarinya memutih dan kemudian menatap nyalang ke arah Rean yang masih berdiri dengan santai di samping Zafran.

"BIADAB! ANDA BENAR-BENAR MANUSIA BIADAB DAN SAYA MENYESAL MEMILIKI ORANG TUA SEPERTI ANDA!"

Danesh tidak peduli lagi jika dirinya di cap anak durhaka, nyatanya kelakuan sang papa benar-benar tidak mencerminkan sebagai seorang manusia.

Danesh bergegas mendekat ke arah Zafran untuk membawanya menuju rumah sakit. Namun, Rean lagi-lagi menghalangi seseorang yang akan menyentuh Zafran. Bahkan ayah dan anak itu harus terlibat perkelahian yang begitu sengit.

Arzan tengah di buat bimbang pada dua pilihan. Siapa yang akan ia tolong? 

Vardhan yang saat ini sedang sesak napas atau Zafran yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir deras dari kepala. Bagaimana Arzan memilih?

Di tengah kebingungannya, Liam datang dengan wajah tidak percayanya.

Liam, anak itu mematung di depan pintu dengan tas yang sudah jatuh dari pundaknya.

Pemandangan macam apa ini? Benaknya yang masih mencerna keadaan di hadapannya.

"LIAM CEPAT BAWA ZAFRAN KE RUMAH SAKIT!"

Liam seketika tersadar dari lamunannya dan langsung bergegas untuk membawa Zafran.

"Jangan sekalipun kamu bawa Zafran, Liam!" Tekannya di sela perkelahiannya dengan Danesh

"Brisik!" Sentaknya

Liam tidak memedulikan siapapun yang berbicara dengannya. Fokus Liam saat ini adalah membawa Zafran agar segera di tangani.

Arzan juga langsung membawa Vardhan pergi mengikuti Liam. Sebelum itu, Arzan sempat memberikan kata-kata pedasnya pada ibu kandungnya.

"Aku udah nggak berharap apa-apa lagi sama Mama. Semoga setelah ini apa yang kalian lakukan sama Zafran segera mendapat balasannya dan jangan harap kalau aku, abang atau adik-adik yang lain akan menemui kalian. Bahkan jika bisa, kami keluar dari keluarga Pradipta."

Find Happiness || ZCL & DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang