Kehidupan Lefan dan Airis berubah 180 derajat dari sebelumnya, Lefan sangat perhatian pada Airis tapi sebagai orang yang sudah menganggap Lefan sebagai saudaranya tentu hal ini tidaklah mudah untuk Airis.
Penuh kesabaran, Lefan mencoba mendekati Airis dan terkadang Airis menolak permintaan Lefan.
"Aku bukannya tidak menerima semua ini tapi saat kakak memperlakukan ku bukan selayaknya adik lagi tentu aku merasa sedikit aneh" ujar Airis pada pelayannya.
Jounis tersenyum.
"Tapi yang mulia Lefan tidak melihat Anda sebagai adiknya, selama ini yang mulia hanya menahan diri agar Anda tidak terkejut"Airis memeluk kedua kakinya, saat ini mereka berdua duduk di atas kasur Airis.
"Aku.. " Airis menatap Jounis.
" ..apakah aku pantas ?" Tanya Airis."Tentu saja yang mulia, Anda sangat pantas bersanding bersama raja"
Airis tersenyum manis, sejak lama dia selalu meminta pendapat Jounis akan kehidupannya, Jounis bagaikan keluarga bagi Airis walaupun status mereka berdua sebagai pelayan dan tuan.
"Terima kasih banyak sudah mau mendengar cerita ku Jounis"
"Ya, sekarang tidur lah yang mulia.. Anda perlu istirahat" Jounis membantu Airis berbaring juga menyelimuti Airis.
Sebelum pergi, Jounis memastikan semua jendela terkunci juga keadaan sudah cukup tenang untuk Airis bisa tidur.
"Selamat malam yang mulia Airis"
"Ya, selamat malam"
Airis perlahan menutup mata, awalnya dia tertidur nyenyak tapi bayang-bayang akan masa lalunya saat dia masih kecil kembali melintas di mimpi Airis.
"Hah !!" Airis langsung terbangun dari tidurnya, dadanya terasa sesak.
Airis meremas pelan baju yang dia pakai.
"Mi-mimpi itu lagi" keringat membasahi wajah Airis.Dia mencoba kembali tidur tapi gagal, akhirnya Airis bangun lalu berjalan keluar dari kamarnya.
Saat membuka pintu kamar, Airis bertemu dengan penjaga yang memang bertugas menjaga di sekitar kamar Airis.
"Ada apa yang mulia ? Apa terjadi sesuatu ?" Tanyanya.
Airis mengelengkan kepalanya.
"Ak-aku hanya ingin pergi ke kamar kakak ku" jawab Airis sedikit ragu karena sudah lama dia tidak masuk ke kamar Lefan setelah Airis meminta berpisah kamar."Mari saya antar" penjaga ini berjalan menuju kamar Lefan bersama Airis di belakangnya.
Penjaga ini lebih dulu mengetuk pintu tapi tak ada jawaban dari Lefan.
"Se-sepertinya yang mulia Lefan sudah tidur, apakah saya harus mengetuk lebih keras lagi yang mulia ?" Tanya penjaga ini sedikit takut karena jam sudah menunjukkan pukul 2 malam.Airis memeluk tubuhnya.
"Tidak, sebaiknya aku kembali ke kamar ku saja"Saat mereka berdua berniat pergi, ternyata Lefan baru datang karena pakaiannya masih lengkap dengan jubahnya.
"Airis ? Ada apa ?" Tanya Lefan.
Kedua pipi Airis memerah.
"I-ini... um," Airis tidak berani bicara.Penjaga tersenyum kecil.
"Maafkan kami yang sudah menganggu Anda tapi sepertinya yang mulia Airis tidak bisa tidur paduka"Lefan menatap Airis.
"Benarkah seperti itu ?" Tanya Lefan.Airis hanya menundukkan kepalanya dengan menekan-nekan jarinya bergantian.
Lefan tersenyum, dia meminta penjaga untuk pergi meninggalkan mereka berdua. Lefan mendekat lalu menyentuh dagu Airis, dia menarik dagu Airis agar melihat wajah Lefan.
"Apa kamu bermimpi buruk ?" Tanya Lefan.
Airis mengangguk pelan, perlahan Lefan merangkul bahu Airis untuk ikut dengannya ke dalam kamar.
Lefan menutup pintu kamarnya rapat, dia membiarkan Airis duduk di kasurnya sementara Lefan berganti pakaian.
"Ada pertemuan yang harus ku hadiri, kami juga membahas beberapa hal terkait militer.. maaf kalau aku membuat mu menunggu lama di depan kamar ku Airis"
"Ah, ti-tidak kak.. aku baru saja tiba disana dan kebutuhan kakak juga muncul saat kami mengetuk beberapa kali" jawab Airis.
Lefan tersenyum mendengar apa yang Airis katakan, dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya lalu kembali ke kamar.
"Mau tidur sekarang ?" Tanya Lefan.
"Hm," Airis mengangguk malu-malu.
Lefan berbaring begitu pula dengan Airis, keduanya tidur saling berhadapan. Sudah sangat lama mereka tidak tidur satu kasur seperti ini.
Lefan mengusap lembut pipi Airis.
"Tutup mata mu, kamu tidak bisa terus-terusan melihat wajah ku" goda Lefan."Ugh !" Kedua pipi Airis memerah, dia langsung berbalik membelakangi Lefan.
"Hei, jangan marah.. aku hanya bercanda" Lefan terkekeh pelan.
"Ak-aku tidak marah" jawab Airis.
Lefan tersenyum, dia mendekat lalu memeluk Airis dari belakang. Lefan menghirup pelan aroma sabun yang masih melekat di tubuh Airis.
"Wangi sekali, aku suka aroma mu Airis"
"Ka-kak.. " wajah Airis memerah hingga ke telinganya, walaupun Lefan pernah memeluknya seperti ini tapi kali ini terasa berbeda karena Airis tau suatu hari nanti dia akan menikah dengan Lefan.
"Hm, apa ?" Bisik Lefan di telinga Airis.
"Ki-kita terlalu dekat, ak-aku sulit bernafas" ujar Airis.
Tangan Lefan bergerak menyentuh dada Airis.
"Bernafas lah dengan benar.. hm" tangan Lefan bergerak naik menyentuh leher Airis."Mng.. " Airis mengigit bibirnya saat jari Lefan naik lalu turun lagi masuk ke dalam sela kancing piyama tidurnya.
"Airis.. kamu sangat manis" Lefan mengecup singkat leher Airis tapi yang ada dia malah mendapati tubuh Airis bergetar.
Karena tidak ingin menakuti Airis, Lefan akhirnya melepaskan pelukannya, dia mengusap lembut pucuk kepala Airis.
"Tidur lah" ujar Lefan, dia menjauh dari Airis lalu berbaring telentang dengan mata tertutup.
Airis mengintip sebentar sebelum akhirnya dia kembali membelakangi Lefan dengan debaran kencang yang tak bisa berhenti sejak Lefan menyentuhnya tadi.
.
.Bersambung ...

KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Bride (BL18+)
AcakDia yang sudah menyelamatkan ku tapi dia pula penyebab dari hancurnya kehidupan ku, entah apakah aku masih bisa menganggapnya sebagai cinta atau ini hanya perasaan semu ?