Part 3

71 35 17
                                        

Selamat Membaca

[Jangan lupa follow dan add ke perpus, ya.]

----

Kenapa, sih, nelpon di pagi hari yang belum cerah ini? Astaga, Rora, selamat pagimu membuat hariku suram! Eh, nggak, kok, bercanda doang tadi, tuh. Sensitif banget perasaan."

"Bekal lagi? Bunda gue nggak ada di rumah, jadi nggak ada bekal buat lo."

"Nah, gitu dong. Rora emang baik banget, deh."

Huek! Baik dari mananya coba?

"JAN—Eh, nggak ... ada jangkrik masuk ke kamar gue! Padahal, kan, masih pagi, ya. Eh, jam berapa, sih, ini?"

Aurora mematikan panggilan telepon secara sepihak sebelum aku bisa melihat jam yang melingkar pada dinding di atas pintu kamarku. Di sana masih menunjukan pukul 4 pagi dan dia sudah menyerangku dengan deretan tugas. Dan yang paling menyebalkan adalah, keinginannya pada Bubur Ayam dekat Mall Kota.

Dikata gue bisa terbang apa, ya? Kalo baling-baling bambunya doraemon dijual di pasaran, ya, nggak masalah. Nyuruh gue ke Bangka pun, gue jabanin!

Masalahnya, jarak rumahku dan Mall Kota memakan waktu satu setengah jam. Jika bolak-balik, maka totalnya tiga jam. Seandainya aku bergerak sekarang, sebenarnya masih cukup waktu untuk tiba di sekolah tanpa terlambat. Sayangnya, gue baru bangun, Anjir!

Aku menatap ke keluar kamar melalui kaca pembatas balkon yang hanya ditutupi dengan gorden tipirs, sehingga memperlihatkan langit masih gelap dengan hiasan bintang-bintang.

"ARGH!"

"ANTAAA! JANGAN GILA, KAMU!"

Aku terjengit kaget dan tanpa aba-aba langsung terjatuh begitu saja dari atas ranjang ulah teriakkan Bunda yang berada di lantai bawah. Biar kutebak, wanita itu pasti sedang berkutat di dapur, menyiapkan sarapan pagi ini bersama Mbok Lita.

"MAAF BUNDA!" sahutku seraya beranjak berdiri.

Ups!

"ANTAA!"

Aku menyengir meski wanita terbaik di dunia itu sedang berusaha menahan kesal tidak bisa melihat ekspresi wajahku saat ini.

Aku menghirup napas dalam-dalam. Ingin rasanya aku menghubungi Aurora dan mengatakan bahwa bekal sudah ada sehingga aku tidak perlu ke Mall Kota untuk membeli bubur ayam yang dia maksud. Namun, aku sadar diri bahwa niat tersebut malah akan membuatku semakin sengsara olehnya karena dia pasti langsung sadar bahwa aku baru saja membohonginya.

Pagi-pagi begini gue udah apes aja! sungutku di dalam hati.

"Argh!" erangku kesal sambil menendang salah satu kaki meja belajarku.

Entah siapa yang bisa aku salahkan di atas hubungan konyol antara aku dan Aurora. Mungkin salahku sendiri.

Ya, salahkan aku saja karena tidak menemukan cara terbaik untuk mengambil hati Kak Gara.

☼☼☼

Pukul 7.35, aku tiba di area parkiran sekolah setelah berkelahi dengan bubur ayam milik Aurora. Setelah berhasil memarkirkan motor, aku segera mengayunkan langkah menuju taman di sudut Gedung Perpustakaan, posisi yang pas untuk melihat satu persatu teman angkatanku menuju kelas.

Aku duduk di satu-satunya bangku yang tersedia, kemudian fokus dengan ponselku untuk melihat apakah ada pesan dari Aurora, mengingat perkataannya bahwa dia akan menunggu di sini, tetapi nyatanya batang hidung perempuan itu tidak terlihat sejak sepuluh menit yang lalu.

Stuck in Own PlansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang