[Jangan lupa follow, vote, komen, and share cerita ini, ya]
Selamat Membaca
Kalo ada typo, tolong tandain, ya. terima kasih ....
----
Sesuai dengan isi pesan yang kuterima, maka di sinilah aku berada. Di dalam sebuah Kafe yang baru buka di sudut Jl. Antara, yaitu Ansa's Caffee. Duduk di salah satu kursi dengan meja kayu jati bundar di depanku dan segelas Moccacino hangat di atasnya. Aku menunggu sosok yang belasan tahun lamanya sudah tidak aku lihat wajahnya. Jika tidak salah, saat ini dia pasti sedang duduk di bangku kuliah semester empat.
Ah, aku rasa dia pasti hidup bahagia dengan kedua orang tuanya. Begitu pun dengan aku, meski masih ada beberapa yang harus kulakukan demi sebuah kebahagiaan yang sempurna bersama Keluarga Albara. Jelasnya, aku cukup bersyukur dengan takdir yang masih bisa berbaik hati kepadaku.
Baru saja aku akan meraih gelas kopiku ketika kudengar suara decitan kursi di seberang mejaku.
"Maaf, ya, nunggu lama," ujarnya, lantas duduk di kursi itu setelah meletakkan tas berwarna hitam yang semula terlampir di salah satu pundaknya.
Aku mengangguk canggung dan tersenyum kaku. Entahlah, aku bingung harus menyambut kedatangannya dengan cara apa. Kesan-kesan tidak menyenangkan di masa lalu yang dia berikan membuatku tidak mengerti untuk bersikap agar kesan buruk itu tidak kembali kuterima.
Tangannya terangkat ke atas, memanggil Pelayan Kafe, lalu beralih menatapku. "Syukurlah, kamu tumbuh dengan baik seperti yang aku kira."
Aku tersenyum kecil dengan kepalaku yang menunduk. Benarkah dia mengharapkan sebuah kebaikan mengenai diriku setelah berhasil mengusirku dari rumah? Sungguh, karena tidak ada cela untuk dekat dengannya waktu itu, membuatku tidak mengerti apa-apa mengenai dirinya.
"Kenapa tidak bicara, Anta?" tanyanya membuatku mengangkat kepala kembali menatapnya. "Aku ... masih kakakmu, bukan?"
Aku mengangguk singkat. "Kau jelas masih Kakak gue."
Dia tersenyum menanggapi.
Aku menyambar gelas kopi yang tadi tak sempat kuraih, lalu melanjutkan ucapanku. "Cuma gue yang mungkin masih belum lo anggap sebagai adik."
Dari balik gelas di depan wajah, aku dapat melihat air muka tak sedap muncul di wajahnya meski dalam sepersekian detik langsung dia ubah dengan senyuman paling manis yang dulu begitu aku eluhkan. Kak Reksa begitu sempurna, pikirku waktu itu.
"Kamu selalu menjadi adik yang sangat aku sayangi, Anta."
Bentuk sayang itu adalah dengan cara tidak membiarkan aku hidup disekitarmu, begitu? tanyaku di dalam hati.
Hening lantas menyelimuti atmosfer diantara kami jika Pelayan Kafe tidak segera muncul dan menanyakan apa yang Kak Areksa butuhkan. Beberapa saat dia sibuk dengan memilih minuman ataupun makanan yang diinginkan, sesekali juga menawarkan makanan kesukaanku yang entah dia ketahui dari mana. Lalu, pelayan itu pergi dan kami kembali pada keadaan semula.
Aku menoleh pada dinding kaca di sisi kanan, membuatku dapat melihat keadaan di luaran sana. Langit mendung berpadu dengan kesibukkan manusia-manusia yang tidak ingin terdampak hujan.
"Aku mengerti bahwa kamu kesal dengan perbuatanku waktu itu."
Aku memalingkan wajah ke arahnya.
"Mungkin, sejak itu juga kamu benci pada kakakmu yang tidak berguna ini," katanya sambil terus menatap keluar Kafe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in Own Plans
Teen FictionCerita masih lengkap . Follow dulu sebelum baca (Jangan plagiat, sayang) Jangan lupa vote dan komen di setiap bab, ya. Selamat membaca. . . Pertama kalinya Antariksa bertemu cewek paling ajaib seperti Aurora. Tak jarang Aurora membuatnya...
