Part 17

30 18 8
                                        

Selamat Membaca

----

Cahaya putih menyerang ketika mataku terbuka perlahan. Setelah beberapa saat menetralkan mata dengan cahaya, aku bisa melihat jelas jika semua orang tengah berkumpul mengelilingiku. Ada Bunda, Andra dan Cika, serta Aurora. Bahkan juga terdapat Maira, berdiri terdiam di depanku. Mereka menatapku khawatir, lalu ingatan tentang kecelakaan yang menimpaku dan Ayah kembali berputar di kepalaku.

Malam tadi, saat mencari Kak Gara di tengah hujan deras yang kian melebat, membuat jalanan begitu licin dan mobil yang Ayah kemudikan beberapa kali mengalami lepas kendali. Berkali-kali rem seolah tidak berfungsi dan membuat laju mobil dengan kecepatan yang tiba-tiba meningkat.

Ketika mobil mulai mampu dikendalikan dengan baik, tiba-tiba di persimpangan empat lampu merah, dari arah berlawanan datang sebuah mobil muatan bahan bakar minyak 16 ribu liter dari arah Barat melaju ke arah kami. Ayah berusaha membanting setir agar terhindar, nyatanya tabrakan tidak mampu lagi untuk dihindari.

Aku hanya bisa memejamkan mata dan merasa ada sebuah pelukan erat di tubuhku. Ayah memelukku. Kemudian, semuanya benar-benar gelap dan sunyi. Hanya suara gemercik hujan yang perlahan menghilang dari pendengaranku.

Lamunan panjangku buyar setelah pintu kamar rawatku dibuka paksa dan menampilkan sosok Kak Gara melangkah mendekat padaku dengan raut penuh kemarahan, diikuti Kak Deo di belakangnya.

Baru saja Kak Gara akan memarahiku, Bunda sudah lebih dulu memberikan sebuah tamparan pada wajahnya. Membuat semua orang yang ada di sini, menatap terkejut.

"Kamu jangan menyalahkan Anta atas semua yang terjadi malam tadi!" bentak Bunda.

Kak Gara menatap Bunda dalam. "Kenapa? Jika Anta tidak kembali setelah meninggalkan rumah beberapa hari belakangan ini, Ayah tidak akan mengalami kondisi mengkhawatirkan seperti sekarang!"

"Jika tadi malam kamu tidak memutuskan untuk pergi dari rumah, semua ini tidak akan terjadi, Gara!"

"Bunda menyalahkanku hanya demi membelanya?"

"Memang kamu yang bersalah!" sahut Bunda, "jika kamu bisa bersikap lebih dewasa, semua hal buruk ini tidak akan terjadi. Jika kamu bisa diandalkan sebagai Kakak, maka Anta tidak akan kebingungan hingga memutuskan pergi dari rumah."

"Kamu yang bersalah, Gara! Lalu Ayah dan Anta harus menanggung akibat dari kesalahan kamu. Bunda marah sama kamu, jadi Bunda minta kamu keluar dari sini!"

Kak Gara terdiam dan langsung berbalik badan, keluar dari kamar rawatku. Setelah memohon izin pada Bunda, Kak Deo juga keluar untuk mengikuti Kakak. Laki-laki itu pasti mengerti jika posisi Kak Gara juga berat.

Maira langsung menghampiri Bunda, berusaha menenangkannya yang masih terbawa emosi. Sedangkan Aurora segera merapat pada Cika dan perempuan itu langsung menggenggam erat tangan Aurora sambil menatap tak suka pada Maira yang bersikap sok dekat dengan Bunda. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama, karena ponsel milik Maira berdering dan membuat perempuan itu memutuskan keluar untuk menerima panggilan telepon untuknya.

"Dia kakak kelas kita, kan? Kenapa dia ada di sini, sih?" Cika bertanya, "caper banget!" cibirnya.

"Dia anak perempuan yang Anta temui waktu di Panti!" ungkap Andra.

Dahi Cika seketika berkerut. Dia lantas menoleh pada perempuan di sampingnya. Aurora menajamkan tatap seakan memberi kode yang tidak kumengerti dan sedetik kemudian, Cika menarik Aurora bersamanya keluar dari kamar rawatku. Tidak lama kemudian, mereka kembali.

"Ngapain tiba-tiba keluar?" tanya Andra penasaran.

Cika mendengus kesal. "Nggak usah kepo!"

"Yaelah, nanya doang, padahal." Sahut Andra, "Tan, kira-kira cewek satu ini kalo galak begini, kecuali orang gila, ada yang bakal mau sama dia nggak?" tanyanya kepada Bunda.

Stuck in Own PlansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang