Spesial nih, jangan dilewatin!
----
"Nanti jadi mau anterin Kak Gara ke kampusnya?" tanya Bunda sambil mengolesi roti untukku dengan selai kacang, lalu meletakkannya di atas piringku.
Aku menganggukkan kepala.
"Kan, udah janji sama Kak Gara, masa tiba-tiba dibatalin?" kataku, "lagian, libur sekolah juga. Anta bosen di rumah mulu. Mau main ke rumah Andra, dia, kan, pulang kampung, Bun."
Bunda mengangguk paham. "Ya udah, nanti, kalo ada apa-apa di jalan, langsung hubungi Ayah sama Bunda, ya?!"
Aku mendengus kesal, tetapi tepat mengiyakan perkataan Bunda.
"Terus, Kakak kamu di mana sekarang?" tanya Bunda seraya duduk di kursinya. "Udah tahu ada yang mau dikejar, tapi orang yang nemenin malah lebih semangat," lanjutnya.
Aku menggidikkan bahu. "Masih tidur di kamarnya, mungkin."
"Kebiasaan!" cibir Bunda, "biasanya bangunnya cepet, tapi di waktu-waktu penting begini, malah bangun telat."
"Ya, kan, tadi malem sibuk ngurusin berkas, Bunda!" sambar Kak Gara yang rupanya sudah siap dengan setelan kemeja hitamnya.
Bunda mendelik tajam, lalu menjewer telinganya. "Makanya, kalo barang-barang penting, tuh, buruan disiapin, bukan malah mepet baru sibuk ini-itu!"
Aku hanya tertawa kecil melihat Kak Gara hanya melipat bibir ulah menerima omelan pagi hari dari Bunda. Salah sendiri kenapa selama ini malah sibuk main bareng Kak Deo, sampai lupa kalo jadwal daftar ulang tinggal sehari. Jadilah, tadi malam seisi rumah repot, kebingungan karena butuh tanda tangan Ayah, tetapi Ayah sudah berangkat ke Solo dua hari lalu. Sehingga, mau tidak mau tanda tangan Bunda yang dipakai. Yak arena tidak mungkin harus menyuruh Ayah pulang malam tadi.
"Terus, sekarang yakin udah beres semua berkasnya?" tanya Bunda lagi, "periksa yang bener! Nanti waktu sampe sana, malah masih ada yang kurang. Kalo ceroboh lagi, terpaksa ngulang tahun depan kamu!"
Kak Gara mengangguk mantap. "Udah, kok, Bun. Udah lengkap semua. Udah Gara cek seratus kali sebelum turun ke sini tadi."
Aku dan Bunda kompak mencebikkan bibir. "Seratus kali apanya? Berlebihan kamu!"
Kak Gara mengembuskan napas berat.
"Perasaan salah mulu," keluhnya.
Aku terkekeh.
"Udah kali, Bun, jangan dijahilin!" bisikku, tetapi masih mampu didengar Kak Gara. "Mukanya yang tadi seger, sekarang udah kayak ayam tiren, pucat!"
Bunda mengangguk setuju. Sedangkan Kak Gara, hanya bisa menghela napas pasrah.
"Nistain aja terus!" katanya, "asal kalian senang, Gara, mah, nggak papa diginiin."
"Dramatis kamu!" dengus Bunda.
"Tau, ah!" sahutnya lantas meraih selembar roti lalu mengunyahnya rakus.
☼☼☼
Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam, akhirnya kami berhasil tiba dengan selamat di kampus yang akan menjadi tempat Kak Gara menimbah ilmu untuk menggapai cita-citanya sebagai jaksa. Kak Gara memberikan kunci mobilnya, lalu memintaku untuk mengikutinya dari belakang menuju stand Pendaftaran Ulang. Kemudian, dia berpesan padaku untuk duduk saja di salah satu kursi yang disediakan. Aku menurut dan menjatuhkan pilihanku pada meja yang berada di sudut tenda dengan pohon rindang di belakangnya.
Sekitar dua jam duduk, aku mulai merasa bosan. Maka, aku memutuskan untuk berkeliling disekitar area Pendaftaran Ulang. Ada banyak kegiatan di sana, termasuk kegiatan promosi kegiatan mahasiswa oleh para kakak tingkat Kak Gara. Di samping itu, ada banyak juga stand makanan ringan, seperti kue-kue tradisional hingga stand seblak yang cukup merajalela di dunia kuliner beberapa tahun terakhir ini.
"Anta!"
Aku terkejut saat seseorang memanggil namaku. Sebelum aku tahu siapa orangnya, aku bertanya-tanya di dalam hati, siapa yang mengenalku di tempat ini selain Kak Deo? Karena, selain dia, tidak ada yang aku kenal di angkatan Kak Gara. Kecuali, Maira. Perempuan itu sudah tidak kuanggap keberadaannya, karena bisa-bisanya dia menipuku. Dan, benar saja ....
Saat aku berbalik badan, wajah milik Maira yang dihiasi dengan dandanan menornya itu sangat menyakiti penglihatanku.
"Aku kira tadi salah orang," katanya, "ternyata memang kamu," lanjutnya.
Dari banyaknya orang yang ada di tempat ini, kenapa, aku harus dipertemukan dengan perempuan ini? Menyebalkan.
Aku berdecak, "Kenapa memangnya?"
"Kamu ngapain di sini?" tanyanya terkesan basa-basi sekali.
"Buat apa lo tahu?" sahutku sinis, "mau ngadu lagi ke orang tua gue? Iya?"
Maira tak langsung merespon.
"Lagian, bukan urusan lo, juga, kali!" timpalku.
"Aku, kan, nanya baik-baik, Anta!" katanya merasa terluka dengan caraku.
Cih, dramatis banget, ya, nggak, sih?
Sikapnya ini bahkan lebih menyebalkan dibanding sikap Aurora. Ya, harus kuakui, meskipun Aurora pemarah, tetapi perempuan itu tidak akan pernah mengambil tindakan pura-pura terluka seperti sekarang ini.
"Gue nemenin kakak gue daftar ulang." Pada akhirnya aku menjawab pertanyaannya. Maksudku, supaya interaksi dengannya segera berakhir. Namun, harapanku meleset. Apa yang dia katakan selanjutnya membuatku tidak bisa bersikap biasa.
Maira mengangguk pelan.
"Kakak kamu yang mana?" tanyanya, "Si Gara itu?"
"Menurut lo siapa lagi?"sahutku balik bertanya dengan dahi berkerut.
"Kalian udah akur?"
"Menurut lo gimana dengan keberadaan gue di sini?" tanyaku menatapnya jengah.
"Akur, sih," jawabnya, "tapi, kalo Areksa tahu, dia pasti iri."
Aku mendengus tak suka.
"Buat apa dia iri dengan kehidupan gue? Toh, gue udah ikuti kemauan dia supaya nggak kembali ke Ferando." Seiring ucapanku ini, aku tak terus menatap Maira, melainkan mengedarkan kepala ke segela penjuru, mencari keberadaan Kak Gara. "Lagian, gue juga nggak sudi balik ke mereka," sambungku ketika aku kembali beralih menatap pada Maira.
"Kamu pernah ketemu dia?"
Aku menggidikkan bahu.
"Kapan?" tanya Maira serius.
Aku menghela napas berat sebelum akhirnya menjawab pertanyaannya.
"Gue lupa. Mungkin sekitar tiga bulan lalu. Dia juga sering chat gue, rutin dua kali seminggu, tapi dua minggu belakangan ini, dia nggak ada kabar."
Ya, aku tidak terlalu peduli dengan Kakak kandungku itu. Bukan aku ingin bersikap tidak sopan, karena beberapa kali juga aku sempat merespon beberapa pesannya. Namun, akhir-akhir ini, aku tidak lagi menerima pesan darinya. Pikirku, dia pasti sudah merasa yakin bahwa aku tidak akan pernah mengganggu kehidupannya lagi dengan tiba-tiba muncul di kediaman Ferando.
"Dia nggak akan bisa nanyain kamu lagi, karena dia udah pergi!" ucap Maira membuatku menatapnya lekat.
"Pergi?" Dahiku berkerut dalam.
***
Kenapa tuh?
Penasaran? Kepoin di novelnya!
Stuck in Own Plans sudah bisa dipesan di shopee melalui link tertera di bio Instagram akun @niarvaza
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in Own Plans
Novela JuvenilCerita masih lengkap . Follow dulu sebelum baca (Jangan plagiat, sayang) Jangan lupa vote dan komen di setiap bab, ya. Selamat membaca. . . Pertama kalinya Antariksa bertemu cewek paling ajaib seperti Aurora. Tak jarang Aurora membuatnya...
