Yey, covernya baru ... sengaja pake konsep lucu ehehe.
Selamat Membaca
----
Setelah tiga minggu dirawat di Rumah Sakit, akhirnya aku bisa menghirup udara segar yang ada di pekarangan rumah kediaman Albara. Kedatanganku disambut riang oleh Mbok Lita dan Pak Andra yang terlihat begitu mengkhawatirkanku.
"Den Anta udah sehat?" tanya Mbok Lita lalu menatap kakiku yang masih harus di gif. "Ya Allah. kakinya kenapa, Den? Jadi selama di Rumah Sakit, Den Anta nggak bisa jalan, harus pake kursi roda terus?"
Aku terkekeh. "Ya ... begitulah, Mbok! Mulai hari ini, jadinya tugas Mbok Lita nambah, harus bantuin Anta dorong kursi roda."
Mbok Lita mengibaskan lap piring di pundaknya ke depan wajahku.
"Nggak masalah itu, Den, asalkan jangan minta Mbok gendong Den Anta ke lantai atas. Soalnya pinggang Mbok bisa-bisa langsung patah."
Gelak tawa lantas memenuhi seisi ruangan. Bunda yang sejak tadi hanya diam, kini berdiri meraih tas berisi barang-barangku.
"Kamu mulai hari ini pindah ke kamar tamu, ya, karena susah kalo tetap di kamar atas. Kalo udah sembuh, baru bisa kembali ke kamar kamu."
Aku mengangguk setuju. Meskipun dengan hal itu, membuatku tidak bisa menemui Kak Gara dengan bebas seperti biasanya. Terlebih, hingga detik ini aku tidak melihat keberadaan Kak Gara.
"Kak Gara di mana, Bunda?"
"Kak kamu ikut Eyang sama Opa kamu ke Solo!"
Aku merasa lega mendengar penuturan Bunda. Setidaknya, Kak Gara tidak kabur seperti waktu itu.
"Ya udah, Aurora bisa tolong Tante untuk temani Anta dulu, kan? Soalnya, Tante harus kembali ke Rumah Sakit. Om Bara nggak ada yang jagain."
"Bisa, Tante!" jawab Aurora cepat.
Ya, Ayah masih harus dalam pengawasan Dokter. Tidak ada yang mengkhawatirkan lagi, karena Ayah sudah melewati masa kritisnya. Tinggal menunggu waktu sebentar lagi, maka kami akan kembali berkumpul bersama.
"Taman di sini kayaknya luas, deh," ujar Aurora, "kamu mau nggak temani aku keliling?"
"Asalkan lo sanggung dorong gue, sih, nggak masalah," sahutku.
"Ah, dorong kamu, doang, mah, gampang!" ungkap Aurora terdengar songong. "paling, kalo aku capek, kamu tinggal aku gelindingin aja!" sambungnya membuatku mendengus.
Kami berkeliling dari halaman depan hingga kebun bunga milik Bunda, lalu berakhir ke taman belakang di mana taman ini menjadi tempat Bunda dan Ayah quality time setiap hari minggu setelah bekerja dari senin hingga sabtu. Terkadang juga, aku dan Kak Gara akan bergabung dengan mereka, meski lebih banyak momen diusir oleh sepasang suami-istri yang hingga detik ini masih memupuk cinta hingga subur.
Aurora memutuskan untuk berhenti setelah tiba di Gazebo yang menghadap langsung pada kolam ikan milik Ayah di taman belakang. Sedangkan aku dibuatnya membelakangi kolam, dan menghadapnya yang kini duduk sambil memperhatikanku lekat.
"Sebenernya, ada yang mau aku bicarain sama kamu," katanya bersuara pelan, "tapi, aku ragu setelah tahu itu, kamu malah semakin benci."
Dahiku mengernyit. "Gue nggak pernah benci berlebihan selagi hal itu bukan tindakan menyakiti orang lain."
"Meski aku menyembunyikan fakta yang selalu ingin kamu dengar?" selanya.
Aku menatap Aurora lekat. "Maksud lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in Own Plans
Teen FictionCerita masih lengkap . Follow dulu sebelum baca (Jangan plagiat, sayang) Jangan lupa vote dan komen di setiap bab, ya. Selamat membaca. . . Pertama kalinya Antariksa bertemu cewek paling ajaib seperti Aurora. Tak jarang Aurora membuatnya...
