Happy Reading
Seperti biasa, typo tolong bantu ditandain, ya.
----
Tepat pada pukul 9 malam, aku turun dari kamar menuju dapur untuk meredakan rasa lapar yang sejak tadi siang telah menyerangku karena Cika menarik paksaku dari kantin menuju UKS. Keadaan rumah sekarang sepi. Ayah dan Bunda pergi bersama Eyang dan Opa untuk memenuhi alasan mengapa mereka tiba-tiba datang ke Bandung. Lalu Aurora, sudah diantar pulang oleh Kak Gara, aku sempat melihatnya dari jendela kamar.
Aku membuka kulkas, mengambil sisa makanan yang pasti sengaja Bunda simpan untukku. Membawa piring itu ke meja makan, dan menarik kursi untuk duduk. Aku menyuap satu sendok, dingin. Seharusnya kupanaskan dulu, tetapi aku sudah kepalang lapar.
"Kak Gara?" Ekor mataku menangkap siluet di luar dapur, lalu benar saja, sosoknya langsung muncul dengan matanya terlihat sayu, khas baru bangun tidur.
"Kebangun, ya, Kak?" tanyaku menerima anggukan darinya.
"Mau makan, Kak?" tawarku seraya mengangkat piring di hadapanku.
Dia tidak menyahut, memilih menuju rak piring dan membuka kulkas, meraih botol berisi air es lalu menuangkan pada gelas dalam tangannya. Kemudian, dia menyeret kedua kakinya menuju padaku, duduk di salah satu kursi di meja makan.
"Kak, lo nggak papa, kan?" tanyaku pelan.
Maksudku ingin bertanya soal pernyataan Aurora tadi di mana perempuan itu yang secara tidak langsung telah menolak Kak Gara di depan Keluarga Albara.
Kak Gara menoleh. "Memangnya gue harusnya kenapa?"
"Soal Aurora—"
"Gue tahu dia cuma becanda!" potong Kak Gara cepat pada ucapanku.
Sedetik kemudian beranjak dia dari duduknya.
"Gue, balik ke kamar, ya. Lo lanjut aja makannya!" pamitnya langsung mengukir langkah menjauh dariku.
Di posisiku saat ini, aku bisa punggung lemah Kak Gara kian menjauh. Bayangan hitam bertabrakan dengan cahaya lampu sebagian kutangkap ketika dia menaiki tangga.
"Sebenarnya capek untuk ngerti perasaan kalian."
Tak ingin banyak berpikir yang tidak perlu, aku memilih untuk melanjutkan kegiatan makanku agar segera bisa kembali ke kamar, pergi dari dapur yang terasa menyeramkan.
Jika bukan karena lapar, aku tidak ingin makan sendirian. Namun, aku terpaksa melakukannya jika tidak ingin ditemukan mati kelaparan esok pagi.
☼☼☼
Langit pagi ini benar-benar indah, sangat terang dengan awan cerah seputih kapas. Namun, keadaan ini cukup kontras dengan hati dan isi kepalaku. Terlebih setelah melihat bagaimana keadaan Kak Gara pagi ini.
"Kalau nggak enak badan, nggak usah sekolah dulu, Gara!" nasihat Bunda tetapi diabaikan.
"Gara nggak papa, Bunda. Cuma pusing biasa, kok. Gara juga udah minum obat, paling sebentar lagi pusingnya hilang."
Wajahnya yang begitu pucat benar-benar mengkhawatirkan, bahkan Bunda berpesan padaku untuk memperhatikan Kakakku itu, kalau-kalau terjadi sesuatu.
Aku mencabut kunci motor dari lubangnya sebelum memilih meninggalkan lahan parkir jika kemunculan Aurora menarik langkahku untuk menghampirinya. Namun, sebuah rangkulan hinggap di pundakku.
"Mau ke mana?" tanya sang pelaku yang tidak lain adalah Andra.
Aku melepas rangkulannya. "Mau ke kelas, lah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck in Own Plans
Novela JuvenilCerita masih lengkap . Follow dulu sebelum baca (Jangan plagiat, sayang) Jangan lupa vote dan komen di setiap bab, ya. Selamat membaca. . . Pertama kalinya Antariksa bertemu cewek paling ajaib seperti Aurora. Tak jarang Aurora membuatnya...
