Part 8

40 26 18
                                        

Selamat Membaca

Untuk typo bantuin tandain, ya, teman-teman ....

----

Jam istirahat siang adalah momen paling ditunggu-tunggu bagi seluruh warga SMA Garuda, termasuk juga diriku. Karena ya ... hanya pada jam istirahat siang kami bisa puas melegakan diri dari kelelahan otak dalam memahami segala pelajaran yang harus kami kuasa dalam satu waktu. Terlebih ketika contoh soal tidak sesuai dengan soal yang diberikan, benar-benar menguras tenaga.

Baru saja aku akan duduk di salah satu kursi di kantin jika Cika tidak tiba-tiba datang dan langsung menyeretku dengan tangannya yang entah akan membawaku ke mana.

Setelah sepanjang jalan bertanya, tetapi tidak mendapatkan jawaban dari sahabat dekat Aurora itu yang rupanya membawaku ke UKS, di mana pada salah satu ranjang yang ada di sana sudah berbaring Aurora di atasnya.

Aku menatap bingung pada Cika yang berdiri di sisi kananku.

"Kenapa lo bawa gue ke sini?" tanyaku.

Aku menunjuk Aurora menggunakan dagu. "Dia kenapa?"

Cika mengangkat tangannya lurus menunjuk Aurora. "Rora sakit, dan itu gara-gara lo!" tukasnya.

"Hah?" sahutku tak paham.

Seingatku, hari ini kami berdua belum berinteraksi. Pasalnya, aku pikir Aurora tidak masuk sekolah, tetapi nyatanya perempuan itu malah ada di ruangan dengan bau obat di setiap sudut.

Cika berdecak, "Iya, gara-gara lo, temen gue sakit!"

"Kok, gue? Gue nggak ngapa-ngapain dia, kali!" tukasku.

"Terserah!" sahut Cika, "pokoknya lo harus rawat temen gue dan anterin dia pulang!" lanjutnya.

"Ogah." Aku menolak. "Gue nggak ngapa-ngapain, kok, malah disalahin?"

"Bantuin sedikit, kenapa, kek?!"

Mataku memutar malas.

"Lo tadi nuduh gue, Cika!" geramku.

"Ya, makanya, bantuin! Anter Aurora pulang!"

Aku menghela napas. "Kenapa harus gue, sih? Kan, banyak yang lain pasti mau anterin dia."

"Nggak. Yakali sama mereka, ntar Aurora kenapa-kenapa lagi. Kalo sama, lo, kan, beda."

Aku menunjuk diri.

"Kenapa kalo sama gue malah beda?" tanyaku bingung, "gue, kan musuhnya. Malahan kalo sama gue, temen lo itu bisa kenapa-kenapa."

Cika mengibaskan tangan.

"Ah, serah, deh. Pokoknya, lo harus anter Aurora pulang, titik!" putusnya, lantas menunjuk Aurora yang masih belum sadar akan keberadaan kami.

"Jagain! Kalo dia bangun, langsung anter pulang."

Perempuan itu melangkah melewatiku. Masih tidak terima karena harus terlantar di ruangan yang membuat kepalaku pusing sejak tadi karena aroma obat menyakiti indera penciumanku, aku langsung menahan Cika dengan bertanya, "Terus, kelas gue gimana, woi?"

Cika berbalik badan.

"Lo udah gue izinin sama guru piket. Tas lo juga udah gue taro di sana," jawabnya, "udah beres, kan? Kalo gitu, gue balik."

Tanpa bisa mengelak lagi, maka mau tidak mau aku harus menerima nasib paling lucu untukku hari ini. Duduk termenung sambil menatap punggung Aurora yang membelakangiku.

"Lo kenapa, sih, suka banget keluar-masuk UKS?" tanyaku pelan, "terus, kalo tahu sakit, kenapa maksa masuk sekolah? Seharusnya istirahat aja di rumah, biar nggak nyusahin gue."

Stuck in Own PlansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang