Bab 41🐉

47 4 0
                                    

Jika suatu saat nanti sosok yang paling mengerti dirimu pergi, maka yang harus kamu lakukan hanyalah satu. Mengertilah dirimu sendiri.
_Brian Airlangga

Kelima cowok yang masih mengenakan seragam SMA itu menatap rumah besar yang nampak sepi dari balik gerbang yang tertutup rapat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelima cowok yang masih mengenakan seragam SMA itu menatap rumah besar yang nampak sepi dari balik gerbang yang tertutup rapat.

Tak terlihat tanda-tanda seseorang yang mereka cari didalam sana, kecuali seorang wanita paruh baya yang kemudian berjalan mendekat kearah mereka. Wanita itu membuka gerbang, lalu menatap mereka. Lebih tepatnya berusaha mengingat wajah-wajah yang sedikit tak asing itu.

"A-aden Atuy?" Tanyanya. Ya, yang paling melekat dikepalanya hanyalah Atuy, yang lain hanya ingat wajah tapi tidak dengan nama.

"Iya, Bik. Saya Atuy." Jawabnya. Tapi tak ada secercah wajah ceria seperti biasanya.

"Briannya ada, Bik?"

"O-oh, Aden gak ada di rumah."

"Kema_"

"Beneran pindah ke Bandung, Bik?" Zio lebih dulu memotong pertanyaan Ipal.

Tidak dapat disembunyikan bahwa Zio terlihat sangat khawatir. Bahkan terlihat lebih daripada yang lainnya. Hal itu jelas, karena Zio terlampau merasa bersalah pada Brian.

"Brian pindah ke Bandung lagi? Tinggal sama Abah, Ami?" Tanya Zio lagi saat pertanyaan sebelumnya belum mendapatkan jawaban.

Keempat lainnya mengerenyit, menatap heran ke arah Zio.

"Bapak bilang gitu, tapi...."

"Kenapa pindah?" Potong Zio lagi.

Wanita paruh baya itu hanya menggeleng. Ia tidak banyak tahu mengenai alasan Nikol yang memaksa Brian untuk pergi.

Ipal dan Zio menghela napas berat bersamaan. Khawatir makin memuncak, apalagi saat mereka mengetahui keadaan Brian yang sesungguhnya.

"Yaudah kalo gitu, Bik. Kita permisi ya...." Tutur Iqbal kemudian.

"Kok pergi?" Tanya Rafa saat Iqbal kemudian melangkah.

"Briannya gak ada."

"Terus?"

"Yaudah kita cabut. Siapa tau Brian ngabarin nanti." Sahut Atuy lalu kemudian menyusul langkah Iqbal. Begitupun dengan yang lainnya.

Tapi, Zio justru masih berdiri ditempatnya. Sekujur tubuhnya terasa ingin meluruh. Tangan-tangannya mendadak bergetar. Ada tangis yang ia tahan.

Brian Airlangga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang