"dalam sebuah kisah akan ada akhir. dan mungkinkah ini sudah berada pada akhir cerita? jika memang iya, bolehkan aku membenci endingnya?"
_Milka Kaylistia
malam semakin larut. dalam sebuah ruangan sempit yang hanya dilengkapi tempat tidur berukuran kecil, Brian termenung menatap hamparan pantai yang masih bisa dijangkau mata dari jendela kamarnya. kekejauhan yang gelap tak terjamah cahaya itu bak menggambarkan wajah cantik seorang gadis yang sekian minggu ini tak lagi ia lihat. keriunduan pada wajah itu membuat setetes air terjatuh dari kelopak matanya. Brian ingin pulang, tidak ingin lagi dibiarkan sendiri ditempat ini.
bahkan orang tuanya pun tidak lagi menghubungi Brian. entah karena mereka yang terlampau sibuk, atau Brian yang tidak penting dimata mereka. sekian menit hanyut dalam lamunannya, Brian kemudian tersadar saat seseorang mengetuk pintu kamarnya. tak ada niiat membuka atau bahkan untuk menyahuti, cowok itu hanya menoleh sekali. ia tahu siapa yang akan datang, dan rasanya tak akan ada gunanya. seseorang itu tidak akan membantu Brian untuk kembali.
cklek, "Brian...." panggil seseorang yang tanpa dipersilahkan langsung memasuki kamar Brian.
tak lama terdengar suara batuk beberapa kali. disusul deru napas yang terdengar kasar. kedua orang itu lantas berjalan dengan derap langkah yang tidak secepat langkahnya. ia mendekati Brian. menatap Brian yang tampak acuh dengan kehadirannya.
"Bri belum tidur?" tanya seorang Pria tua yang tak lain adalah Abah. namun pertanyaan Abah terdengar tak setegas dulu. kini suara itu berubah lembut menyapa telinga.
tak ada jawaban dari Brian. cowok itu tampak acuh, menganggap tak ada Abah ataupun Ami disana. ia lebih menatap hambaran air yang bergerak tenang dibawah gelapnya langit malam itu.
terdengar helaan napa pelan dari Ami. lalu detik berikutnya, wanita tua itu memberanikan menyentuh pundak tegap milik cucunya itu. sebuah usapan kecil meyapa Brian. usapan sayang yang rasanya masih sama seperti beberapa tahun lalu. sebuah usapan yang membuat Brian tak mampu menahan tumpahan air matanya. Brian lantas meletakkan kepa pada lipatan tangannya diatas meja . disanalah Brian membiarkan setetes demi setetes air mata itu terurai tanpa suara. namun getaran kecil terlihat dan membuat dua orang tau itu saling tatap sesaat. mereka tahu cucunya tengah menangis tanpa ingin dilihat siapapun. ya, Brian masih sosok yang sama seperti dulu.
"brian gak suka tinggal sama Abah?" tanya Abah.
tak ada jawaban lagi dari Brian.
"Brian gak pernah seneng kan tinggal sama Abah?" ya, pertanyaan yang sama diulang kembali. ria itu menghela napas setelahnya. entahlah, ia yang bertanya tapi ia pula yang merasakan sesak tiba-tiba menyerbu.
"huuuft, maaf, Brian." ucapnya.
"Abah sama Ami terlalu kesepian selama ini. Brian cucu Abah satu-satunya, Abah sama Ami senaang sekali karena Brian balik lagi kesini. tapi senangnya Abah sama Ami berubah sedih karena Brian ternyata gak suka ada disini." ujarnya. jika saja Brian mengangkat pandangan lalu menoleh, ia akan melihat bagaimana sosok tegas itu menjatuhkan air mata.
"Brian...." panggil Ami wanita itu memeluk tubuh Brian. ia benar-benar memeluknya dengan seluruh kasih sayang.
"papa sama mama terlalu sibuk ya? makanya gak pernah datang kesini. apa Brian juga gak mau datang kesini lagi? apa Brian mau biarin Abah dan Ami sendirian sampai Abah dan Ami pergi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Brian Airlangga
Jugendliteratur"Tertawalah sampai kau lupa dengan yang namanya luka" _Brian Airlangga "Mereka akan sangat bahagia dengan tawa yang kau ciptakan,hingga mereka lupa jika sedang dibohongi" _Brian Airlangga "Air mata yang ku hapus saat ini,mungkin akan tumpah lagi di...